Chapter 7

7.2K 471 8
                                    

Aku berlari ke arah kamar dan menjatuhkan diri ke ranjang dengan kekesalan yang tidak bisa aku bendung lagi. Andai saja aku manusia maka sekarang mungkin aku sudah menangis tersedu-sedu akibat kediktatoran iblsi laknat itu. Dia mengaturku seolah aku adalah budaknya saja. Seperti yang dia tegaskan dari awal kalau aku dan dirinya sama-sama saling membutuhkan dan kami harus bekerja sama. Tapi dia malah memperlakukan aku seperti ini. Tidakkah dia bisa memegang dengan benar kata-katanya?

Iblis memang mahluk yang tidak bisa di percaya. 

Suara ketukan pintu yang tidak kututup membuat aku segera memutar kepalaku ke bagian pintu yang tepat ada di samping. Melihat siapa yang datang dan tengah tersenyum padaku yang membuat aku berdecih dan memutar kembali kepalaku ke arah sebaliknya.

"Kau tidak senang melihatku datang berkunjung padamu, Kendiz?"

Aku mendengus. "Kau bisa diam saja di neraka."

"Aku tidak tahu kalau vampir murni memiliki kesinisan yang bisa menyakiti hati iblis sepertiku. Atau kau terlalu lama bergaul dengan sepupuku hingga membuatmu berakhir seperti ini? Aku akan meminta kalian berjarak saja. Aku lebih suka dengan Kendiz kecilku yang manis."

Dia adalah Sragel Devantara. Sepupu berengsek Devak Grantara. Dua-duanya sama saja dan mereka selalu saling mendukung satu sama lain, seperti mendukung untuk membuat hari-hariku buruk dan merusak suasan hatiku. Seperti saat ini. Devak pastinya belum puas dengan menyakiti aku dengan kediktatorannya hingga dia harus menambah penderitaanku, mendatang sepupunya dari neraka untuk mengangguku. 

Sempurna sekali mereka. Membuat aku rasanya tidak berlebihan saat aku ingin mencakar mereka berdua. 

"Ayolah, apapun yang sedang kau rasakan bisa kau ceritakan. Aku di sini untuk mendengarkanmu."

Aku melesat bangun dan tidak terkejut melihat dia sudah duduk di pingguir ranjangku. Dengan santai seolah dia berhak ada di mana saja dia menginginkannya. Bagus sekali untuknya karena dia tidak memilik partner yang menyebalkan yang bisa mengatur dia di mana saja dia akan berada. Tidak sepertiku yang sial.

"Aku hanya ingin sendiri, Devan. Kau bisa keluar sekarang."

Dia memegang dadanya dengan berlebihan. Penuh ketersinggungan di wajahnya dan aku percaya kalau dia manusia maka dia sangat cocok menjadi pemeran dalam sebuah opera. Dia sangat berlebihan sekali. 

Aku melengos dan tidak peduli dengan rasa sakitnya yang menipu atas pengusiran halusku. Dia harus tahu kalau aku juga memiliki waktu di mana aku ingin sendiri. Tanpa ada gangguan dari siapapun terutama sosok iblis. 

"Aku mendengar percakapanmu dengan Devak. Mau kau ceritakan lengkapnya?"

Aku memandang dia dengan sinis. "Kau masih berpura-pura peduli?"

Devan meraih pergelangan tanganku dengan kasar. Aku tidak berbohong saat aku merasakan sakit pada sentuhannya itu, dia menciptakan bara di tangannya dalam menggenggam tanganku. Mata merahnya menatap aku penuh dengan banyak keingintahuan yang tidak bisa aku mengerti. 

"Aku tidak suka kau terluka, Kendiz, jadi katakan padaku apa yang kau inginkan."

Aku menarik tanganku. Awalnya Devan tidak membiarkan aku lolos begitu saja, tapi mungkin dia melihat warna merah yang dia sebabkan pada sentuhannya di kulitku. Dia tersadar dan melepaskan aku dengan rasa bersalah yang muncul di wajahnya.

Aku memegang pergelangan tanganku dengan bibir mengerut kesal. "Kau menyakitiku."

Dia memejamkan matanya dengan gelagat yang tidak aku mengerti. Menggeleng dan kembali membuka matanya lalu melihat lagi padaku. "Maafkan aku, kau membuat aku kesal jadi aku tidak kuasa menahan diriku. Apa aku melukaimu."

Dia memegang lagi tanganku dengan lembut dan melihat apa sentuhannya meninggalkan jejak. Tapi tidak ada tanda-tanda luka di sana. Aku vampir murni, penyembuhanku terjadi dengan cepat. Harusnya Devan lebih dari tahu hal itu. Kekhawatirannya di lebih-lebihkan. Tapi aku sendiri tidak pernah diberikan rasa khawatir sebanyak itu jadi mau tidak mau aku tersenyum padanya. 

"Aku tidak apa-apa, Devan. Hanya terkejut dengan caramu saja. Aku baik-baik saja."

Devan menghela nafasnya dan menyengir dengan lebar. Mengembalikan kekanakan dalam dirinya. "Aku memang suka keluar batas jika penuh dengan rasa penasaran."

"Dasar."

"Jadi katakan padaku sebelum aku melukaimu lagi."

Aku memperbaiki posisiku. Lebih fokus padanya kali ini dan menatap dia dengan senyuman. Setelah kupikir-pikir mungkin Devan adalah jawaban yang tepat atas keinginanku untuk pergi ke penempaan itu. Setidaknya Devan adalah satu-satunya yang bisa menentang sepupunya yang kejam itu, Devan bisa melakukan banyak hal dan Devak tidak akan pernah bisa menyentuhnya. Siapa tahu Devan bersedia membantu aku. 

"Aku ingin pergi ke penempaan naga. Kudengar jika pedang di tempat di sana..."

"Itu adalah tempat yang sangat indah, Kendiz. Banyak hal yang tidak terjelaskan nalar di sana. Aku beberapa kali pergi dan tidak pernah kecewa dengan apa yang aku temukan. Kau harusnya pergi ke sana, aku akan menemanimu jika Devak tidak ingin pergi."

Aku menurunkan bahuku dengan lesu. Menatap padanya dengan kesedihan yang bergelayut di mata. "Dia tidak mengizinkan aku pergi."

"Apa? Kenapa?"

"Karena aku adalah mahluk yang paling dicari di seluruh dunia dan juga dunia bawah. Dia tidak mau aku hanya tinggal nama dan kekuatan yang dia inginkan tidak jadi dia dapatkan. Aku tidak bekutik, Devan. Padahal aku ingin ke sana."

"Hmm begitu rupanya. Tapi dia ada benarnya juga."

Aku menatap dia kesal dengan kebenaran atas sesuatu yang tidak ingin aku dengarkan. Hebat sekali, karena ternyata tidak ada orang yang membelaku di sini. Aku sendirian. Kembali aku menjatuhkan diri ke atas bantalku dengan kuat. 

"Tapi bukan berarti kau harus menurut bukan?"

Aku menatap Devan. Dia tersenyum dengan menjengkelkan. Membuat aku melemparkanya dengan bantal tadi. Dia bisa membantuku, aku sudah percaya kalau pasti dia orangnya.

***

Sleep With The Devil ✓ TAMATحيث تعيش القصص. اكتشف الآن