"Banget. Nyokap seneng pas tahu gue ketrima di Seba. Nggak tau lagi rasanya. Beliau tertawa seneng lihat gue walau sedang melawan penyakitnya Ya."

"Nah sekarang lo banggain deh nyokap lo. Jangan ngeluh ya. Ayo kita berjuang bersama. Masalah rezeki nanti kita serahkan pada Yang Maha Kuasa. Yang penting elo udah usaha."

Meta menatap Gayatri terharu. "Kadang gue mikir, otak sama hati lo terbuat dari apa sih Ya? Perasaan lo nggak pernah ngeluh ke siapapun. Lo masih enjoy aja ketika semuanya udah nggak mihak lo." Meta tak habis pikir dengan Gayatri yang tetap berdiri kokoh walau satu-satunya tempat ia pulang tak menganggapnya ada. Ia tahu permasalahan Gayatri. Tapi Gayatri tak pernah menunjukkan marahnya pada Meta. Gadis itu terlihat biasa saja dan begitu menikmati kehidupan sederhananya.

Gayatri tersenyum. Ia hanya berusaha terlihat tegar. Tak perlu orang lain tahu bagaimana remuknya dia. Orang lain hanya boleh tahu bangkitnya dia, suksesnya dia. Biar pahit ia kenang sendiri.

Lalu Gayatri mengerutkan dahinya, membuat Meta penasaran. "Ada apa Ya?" Gayatri masih memandang gawainya sambil mengerutkan dahinya dalam lagi.

"Gimana orang ini bisa dapet nomor gue?" Gumamnya tapi masih bisa di dengar oleh Meta.
"Siapa Ya?"

Lantas Gayatri memperlihatkan chat dari nomor asing.

"Weh gile. Ganteng Ya."

Gayatri memutar bola matang malas. "Ck! Malah fokus ke profil WA. Lihat chatnya noh."

"Assalamu'alaikum, selamat malam Bripda Gayatri. Saya Raksa, bisakah saya bertanya sesuatu kepada anda?" Meta membaca chat pertama, lantas langsung tertawa, "Sopan sekali bahasanya. Berasa chat bapak doi yang mau minta restu."

"Ngawur!" Sahut Gayatri cepat.

"Udah bales aja. Eh tapi lo kenal?"

Gayatri lantas merespon. "Kenal gara-gara operasi."

"Hah? Kok bisa?"

"Ceritanya panjang, Ta. Ini gue bales. Ngeselin tau nggak orangnya. Kaku-kaku SKSD."

Meta tertawa. "Jangan-jangan naksir elo lagi!"

Gayatri bergidik ngeri. "Nggak mungkin. Orang kayak gitu seleranya tinggi. Nggak mungkin lah level gue dapat kayak gitu."

"Gue aja kadang minder kalau jalan sama Fajar." Sambung Gayatri dengan menekankan nada bicaranya. Ia teringat Fajar yang belum jua membalas pesannya.

"Minder gimana? Lo kan yang nemenin dia dari nol. Yang udah setia dari zaman dia bocah SMA yang taunya main bola mulu sampai ikut seleksi dan akhirnya ketrima di klub bola." Meta tak terima bila Gayatri merasa insecure. Semua orang berhak mendapatkan takdir sebaik mungkin.

Gayatri membulatkan matanya. "Ini orang sakau ya? Masak suruh gue ajarin analisis sensor pake software? Yakali gue S1 dia S2 suruh ngajarin dia."

Kemudian tiba-tiba gawai Gayatri bergetar. Lantas gadis itu mengangkatnya.

"Iya halo."

"Gimana? Mau Terima tawaran saya?" Tanya Raksa to the point di telepon.

"Tapi saya masih S1 dan semester 6. Nggak mungkin saya mengajari anda."

"Deal Terima ya. Besok ketemu di pojok wifi deket Polres  tempat kamu kerja." Setelah itu Raksa memutus sambungan telepon secara sepihak. Laki-laki itu sangat menyebalkan di mata Gayatri.

DersikDonde viven las historias. Descúbrelo ahora