Cerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan menemukan eratnya persahabatan, pengabdian terhadap sesama, hingga tujuan-tujuan kenapa mereka harus terlahir ke dunia.
• All 13 members of Sev...
"Terus Lussy sama siapa? Nggak mau ke rumah A Arthur ah, keseringan nginep soalnya, gak enak."
"..."
"Yaudah Lussy sendiri aja, Mama sama Papa hati-hati disana. Hm, tutup aja."
Gue refleks menoleh saat seorang perempuan duduk bersila diatas lantai. Kepalanya nyender ke meja, kedus tangannya memegangi ponsel dengan ekspresi wajah yang amat sangat bete. Gue menarik kursi beroda yang gue duduki, sengaja mendekat kearahnya hingga kursi gue nyaris saja menabrak bahu kanannya.
"Kenapa?"
"Itu, Mama ikut Papa ke Cikampek."
"Ngapain?"
"Papa kan kerja di proyek, Mama emang suka ikut, gak tau ngapain."
Merasa sudah cukup, gue kembali ke posisi semula untuk melanjutkan kegiatan; nyari pakan ikan. Malam ini beneran ngangin, mana dingin banget lagi soalnya hujan gak juga reda. Sampai pagi menjelang, gue cuma menangani empat pasien aja. Padahal biasanya bisa delapan, atau paling banyak belasan. Syukur deh, itu tandanya orang-orang pada sehat sehingga gak perlu ketemu gue di bangsal Gawat Darurat.
Pagi ini gue tuket shift sama Johan, belakangan dia seger banget sampe-sampe semua orang pada heran dengan perubahannya. Gue gak pernah liat dia pake kaos Kimia Farma lagi, sekarang branded terus— paling minim pake kaos distro yang harganya lima puluhan. Kerjaannya bolak-balik kantin buat ketemu sama gebetannya. Katanya hari ini dia mau pamer rambut baru sekalian ngajakin doi jalan pas pulang jaga nanti. Bucin parah pokoknya, geli.
"Uadaw Bugatti punya sape nih." Nyaris aja gue lempar kerikil kearah Arthur yang sekarang duduk diatas kap mobil punya gue. Sembarangan banget nih orang, gak tau apa kalo ada penyok dikit dia kudu jual diri buat ganti rugi?
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Bang, numpak dong, numpak." Katanya menyebalkan. Gue memberi kode dengan tangan supaya dia minggir. Dekil banget anjir mobil gue, mana penuh sama daun kering dan debu bekas hujan lagi.
"Gak ada, gue mau balik. Minggir."
"Tumbenan lu bawa mobil kemari." Arthur mengetuk pintu mobil gue lalu melompat saat alarmnya nyala. "Ayam! Mobil lu alergi dipegang manusia murahan apa gimane si? Galak bener langsung gonggong."
