26 | SORE DAN ' SEDIKIT ' SENJANYA

Start from the beginning
                                    

Shanin mengerti maksud Luhung, pada akhirnya ia memutuskan untuk tersenyum saja sebagai tanggapan. Tiba-tiba sebuah buku di atas meja menarik perhatiannya, salah satu buku karangan Sutan Takdir Alisjahbana. "Kamu yang mengambil buku ini?" tanyanya kepada Luhung dengan suara sepelan mungkin.

"Iya." Luhung menjawab dengan suara yang sama pelannya seperti Shanin. "Aku tahu kamu suka sastra. Aku juga tahu kalau Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan kebanggaanmu."

"Memangnya tahu dari mana kalau aku suka karya-karya Sutan Takdir Alisjahbana?"

Luhung tersenyum, "Apa yang ndak kutahu tentang kamu, Shanin? Tentu saja aku tahu semuanya, bahkan aku juga tahu hari ulang tahunmu."

Shanin pasti sudah tertawa keras kalau mereka berada di luar perpustakaan. "Jangan bilang kamu juga tahu siapa Tuhanku?"

Luhung tersenyum tipis, "Syukurnya itu adalah hal pertama yang kutahu tentangmu."

"Kamu bukan Dilan, kan?"

"Aku Luhung." Bagus, pemuda itu benar-benar berhasil membuat Shanin tetap mempertahankan senyumnya hingga sekarang. "Katanya jurusanmu mau magang, ya?" Luhung mengubah topik pembicaraan.

Shanin mengangguk dan mengikutinya dengan berkata, "Iya."

"Kamu kebagian di mana?"

"Syukurnya masih di pusat Kota Yogyakarta."

"Bagus, jangan sampai jauh-jauh."

"Memang kenapa kalau jauh?" tanya Shanin, penasaran.

"Nanti aku rindu." Luhung telah berhasil membuat si perempuan Jakarta tersipu malu. "Hehe... sudah dulu ngobrolnya, mari kita fokus membaca." Shanin mengangguk setuju, dan segera mengambil buku di atas meja, yang memang sudah dipersiapkan Luhung untuknya. Buku terbitan tahun 1937, karangan Sutan Takdir Alisjahbana, yang berjudul Layar Terkembang.

Shanin pikir, ia memang harus mengisi hari-hari pra-magang dengan kegiatan membaca buku. Karena ketika sudah magang nanti, ia yakin tak akan sempat berkunjung ke perpustakaan kota untuk sekedar membaca satu judul buku saja. Waktunya pasti akan tersita penuh untuk kegiatan di lapangan serta penyusunan laporan.

Dan hari ini cukup menyenangkan, seolah lelah pasca UAS luntur begitu saja, tergantikan oleh semangat baru yang menggebu untuk menyambut tugas selanjutnya. Shanin tak menyangka, ternyata hanya dengan bertemu Luhung di perpustakaan kota bisa membuatnya bahagia. Benar kata orang-orang, bahagia memang sederhana. Mudah, tetapi indah.

***

Luka baru terjaga dari tidurnya kala sore menyapa dengan sedikit 'senja', yang mulai menyorotkan cahaya dari balik jendela. Ia melirik jam yang tergantung di dinding kamar, pukul lima kurang lima menit. Sebenarnya Luka ingin segera mandi, tetapi rasanya masih malas sekali. Sehingga ia memutuskan untuk bergabung saja dengan Kak Dimas Dipa Indrayana di siaran Radio Semesta yang sebentar lagi mengudara.

Sembari menunggu waktu bergulir hingga tepat pukul lima, Luka menggunakannya untuk menyalakan radio dan mencari gelombang Radio Semesta yang terletak pada frekuensi 97,4 MHz.

Tepat sekali, setelah Luka menemukan gelombangnya, Kak Dimas Dipa Indrayana sedang melakukan intro seperti biasa.

DJ Dimas: 97,4 FM~ Jumpa lagi dengan saya, Dimas Dipa Indrayana, di siaran Radio Semesta, yang selama satu jam ke depan mengudara.

DJ Dimas: Kawula, bagaimana kabarnya? Saya harap baik-baik saja.
Ndak terasa kita hampir melewati satu per dua tahun ini. Semoga selama enam bulan terakhir, kalian sudah berhasil meraih cita-cita. Dan jika pun belum, janganlah kalian berkecil hati, karena masih ada satu per dua sisanya untuk berjuang sekali lagi.

BUMI JOGJA (√)Where stories live. Discover now