26 | SORE DAN ' SEDIKIT ' SENJANYA

4.8K 913 1.1K
                                    

Jogja, 23 Juni 2020

Ayudisa dan teman-teman telah selesai mengikuti pembekalan pra-magang yang diselenggarakan pihak kampus, sekalian diumumkannya kelompok magang untuk jurusan mereka. Sayang, apa yang menjadi harapan tak sama dengan kenyataan, Ayudisa gagal sekelompok dengan Luka, dirinya akan ditempatkan pada sebuah perusahaan yang masih berlokasi di pusat Kota Yogyakarta, sementara Luka akan dihempas jauh ke Bantul.

Keduanya berjalan beriringan menuju pintu keluar gedung fakultas. "Luka, ternyata kita nggak sekelompok." Ujar Ayudisa, lesu.

"Baguslah." Selalu balasan seperti itu yang didapatnya dari seorang Luka. Padahal mereka sudah kenal cukup lama, tetapi Luka seakan membedakannya. Ayudisa pikir Luka sudah bisa menunjukkan sikap yang cukup bersahabat kepada teman-teman lain, dan bisa dibilang sangat baik dalam memperlakukan Wilujeng serta Rakya. Kenapa kepada dirinya tidak bisa demikian?

"Kenapa kamu diam?" Di luar dugaan, Luka mempertanyakan sikap Ayudisa, dan itu merupakan hal yang sangat jarang dilakukan si pemuda. Sangat jarang bukan berarti tidak pernah, tetapi Ayudisa masih cukup terkejut karenanya.

"Kenapa? Aneh ya kalau aku diam?" Ayudisa malah balik bertanya.

"Nggak juga, tapi kan biasanya banyak bicara."

Ayudisa tersenyum getir, lucu juga ketika mendengar Luka berkata demikian. Bukannya senang, ia justru merasa sedih. "Lalu sikap seperti apa yang kamu harapkan dariku, Luka?"

"Biasanya kamu nggak gampang menyerah."

"Terus?"

"Memangnya kamu nggak punya rencana, ya? Biasanya kamu suka melakukan hal-hal nggak terduga."

"Misalnya?"

Luka mendadak bingung, perempuan itu seolah ingin mencari jawaban darinya. "Kita nggak sekelompok magang, kan? Apa kamu nggak punya rencana untuk mengikuti saya ke tempat magang yang sama?" Sekarang justru Luka yang seolah menginginkan hal itu terjadi.

"Nggak semuanya bisa kulakukan, Luka. Jika ditanya apakah aku ingin mengubah kelompok magang, tentu saja jawabannya adalah iya. Tapi untuk sekarang, aku benar-benar nggak punya cara."

"Ya sudah, terima saja. Lagipula magang cuma sebentar." Pemuda itu seolah sedang berusaha menenangkan Ayudisa supaya tidak terlalu khawatir perihal perbedaan kelompok magang mereka.

"Iya."

Keduanya sudah berada di luar gedung fakultas, Ayudisa segera mengenali mobil Asmara yang parkir di halaman. Si saudara memang sudah berencana menjemputnya untuk diajak pulang sama-sama.

"Aku duluan, Luka. Mara sudah tiba." Luka hanya membalas dengan anggukan kepala dan membiarkan Ayudisa berlalu begitu saja. Dari kejauhan ia masih memperhatikan perempuan itu, menunggunya benar-benar masuk ke dalam mobil, hingga dibawa pergi oleh Asmara.

Luka pun melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Di sepanjang jalan, hatinya terus bertanya-tanya, "Ada apa dengan Aruna?" Ia rasa Ayudisa menjadi sedikit berbeda dari biasanya, perempuan itu tidak banyak bicara, bahkan tidak banyak berekspresi. Selain itu Luka juga merasa heran pada diri sendiri, yang bisa-bisanya berbicara cukup banyak hari ini. Membuatnya bingung, sebenarnya yang 'sedikit' berbeda Ayudisa atau justru dirinya?

***

Sepulang dari kampus, pasca pembekalan pra-magang, Shanin menyempatkan diri untuk datang ke perpustakaan kota. Si jelita Jakarta penyuka sastra sudah membuat janji dengan seorang pemuda Solo Raya. Mau membaca bersama, katanya.

"Luhung!" sapa Shanin, kemudian duduk di kursi seberang meja si pemuda. Luhung refleks meletakkan telunjuknya di bibir, memberi isyarat si jelita di depannya supaya tidak menimbulkan banyak suara.

BUMI JOGJA (√)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora