45. Arguing

Depuis le début
                                    

Nara membuka pintunya, dengan sigap ia kembali menutup pintu tersebut setelah mengetahui siapa orang di luar sana.

"Nara! Kumohon, jangan seperti ini." Kaki sang pria menahan agar pintunya tak benar-benar tertutup.

"Lebih baik kau pergi,"

"Maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud meninggalkannya."

Nara yang masih bersih kukuh mendorong pintu rumahnya tersebut berusaha tak menggubris kalimat Yoongi. Tapi tak mudah baginya, karena di sisi lain Yoongi pun tak mau menyerah agar Nara mau menerimanya.

"Aku tidak butuh penjelasanmu. Kau sudah ingkar."

"Maka dari itu aku meminta maaf."

"Tidak perlu, lebih baik kau pergi!"

Nara akhirnya menyerah, ia melepas gagang pintu dan membantingnya tanpa peduli tubuh Yoongi yang terkena daun pintu. Lalu menunduk dengan tangis yang ia tahan. Ia tak tahu kenapa tubuhnya tiba-tiba lemas. Apalagi saat dirinya kembali mengingat perkataan Yoora jika Yoongi pergi bersama keluarga barunya. Dadanya sakit untuk kesekian kalinya, bahkan kali ini sepuluh kali lipat lebih sakit dari pada tujuh tahun lalu. Mengetahui pria yang selalu ia cintai sudah memiliki keluarga baru membuat hidupnya semakin tak baik-baik saja. Apalagi perasaan tujuh tahun lalu tak pernah benar-benar pergi darinya.

"Maaf,"

Yoongi memasuki rumah, berdiri berhadapan dengan Nara yang masih tak mau melihat kehadirannya.

"Kau meninggalkannya sendiri,"

"Aku tahu, maaf ...."

"Kau membuatnya pulang dengan keadaan basah kuyup,"

"Aku menyesal, Nara."

"Kau membuat hatinya sakit," Nara mendongak, tak bisa menahan air matanya lagi. "Apa tidak cukup padaku saja? Kenapa kau menyakitinya juga?"

Yoongi bersusah payah menelan salivanya. Memandang Nara yang mencoba menahan tangis walaupun air mata tetap meluncur di pipi cantiknya. Membuat Yoongi terlempar kembali ke masa di mana ia melihat Nara terakhir kali menangis dengan menahan air matanya karena dirinya yang tak bisa percaya pada gadis yang ia cintai.

"Cukup aku saja, Yoon. Jangan Yoora."

Yoongi membuang napas, lemah. Tak bisa berkata karena merasa bersalah. Menyesali apa yang sudah ia perbuat. Ia kembali menyakiti Nara dan tanpa sadar menyakiti darah dagingnya juga.

"Aku baru melakukannya kali ini. Aku berjanji ...."

"Simpan saja janjimu untuk orang lain. Aku tidak membutuhkannya. Mulai detik ini, aku tidak akan mengizinkanmu bertemu dengan Yoora lagi."

Yoongi terkejut dengan keputusan Nara. Ia tak terima, sudah datang jauh-jauh dan tak diberi kesempatan untuk memperbaikinya.

"Kau tidak bisa seperti itu, Nara. Aku sudah susah payah untuk menemukanmu juga Yoora. Kau tidak bisa membuat keputusan sendiri seperti ini,"

"Kenapa tidak bisa? Aku ibunya ...."

"Aku juga ayahnya dan aku berhak atas Yoora juga. Kau tidak bisa seegois ini, Nara!"

"Ya, aku memang egois. Dan seharusnya kau memaklumi itu. Aku yang mengandung, aku yang melahirkan dan aku yang mengurusnya selama tujuh tahun ini. Lalu kau berani-beraninya meminta hak? Kau ini tidak tahu malu."

Yoongi mengernyit semakin terpojokan. Ia sadar diri tak pernah ikut andil dalam mengikuti kembang tubuh Yoora. Tapi apakah ia pantas mendapat perlakuan tak adil seperti ini.

"Anggap saja ini semua hukuman untukmu karena sudah pernah menyakitiku dulu. Jadi sebaiknya kau pergi, dan jangan pernah berharap bisa bertemu dengan Yoora lagi."

Nara mendorong tubuh Yoongi untuk keluar dari rumahnya lalu menutup pintu dengan rapat.

Ia terduduk sembari bersandar pada pintu, menangis dengan memegangi dadanya. Padahal ia sudah mulai membuka kembali hatinya. Tapi kenyataan harus membuatnya jatuh kembali. Hatinya lagi-lagi tersakiti.

"Bu,"

Yoora keluar dari kamar dengan langkah tertatih. Mendengar suara anaknya tersebut, Nara buru-buru menghapus semua air matanya. Berpura-pura tak terjadi apa-apa pada dirinya.

"Kenapa keluar? Yoora masih demam 'kan?"

"Siapa yang datang, Bu?"

Nara bergeming sejenak, lalu menunjukkan senyuman terbaiknya. "Bukan siapa-siapa,"

"Itu Paman arsitek, ya?"

Nara hanya bisa diam, sepertinya Yoora sempat mendengar perdebatan antara dirinya dengan Yoongi.

"Paman mana, Bu? Yoora rindu."

"Bukan Paman, tadi orang pengantar paket. Sudah, yah. Ayo, Yoora harus banyak istirahat."

"Yoora sedang sakit, kenapa paman tidak datang menjenguk Yoora?"

Nara memejamkan mata, lelah karena terus menerus mendengar Yoora yang selalu mencari ayah kandungnya itu.

"Yoora, dengar Ibu. Mulai saat ini, Yoora tidak perlu memikirkan Paman arsitek lagi. Dia sudah punya keluarga, sayang. Kita tidak boleh mengganggu keluarga orang lain. Jadi mulai detik ini, Yoora harus melupakan Paman arsitek. Mengerti?"

.
.
.
.
.
.

💕💕💕

J_Ra

✔️ Swag Couple : YoonRa [BTS Fanfiction]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant