"Idemu bagus. Gajinya mungkin tidak terlalu banyak, tetapi setidaknya aku bisa bekerja. Terima kasih ya, Sayang. Kau memang selalu ada buat aku," ucap Daniella menatap Alfar penuh cinta.

****
     Disinilah Daniella sekarang. Di depan restoran yang menerima lamarannya. Setelah mendapat saran dari Alfar, ia langsung pergi menuju beberapa restoran yang bisa menggajinya dengan cukup. Ada beberapa restoran yang menolak lamarannya, entah apa alasannya. Namun, usahanya tak sia sia. Akhirnya ada restoran yang menerimanya. Dan ia bisa bekerja mulai esok. Ia pun pulang dengan perasaan senang.

     Setelah sampai di kamarnya, ia menghempaskan badannya di ranjang. Ia sangat kelelahan. Perlahan matanya mulai menutup seiring kantuknya yang mulai datang. Dan kegelapan pun menelannya dan membawanya ke alam mimpi.

     Baru saja Daniella tertidur, suara dering ponsel mengganggu tidurnya. Tanpa membuka matanya, ia meraba-raba kasurnya, mencari ponsel yang berdering kemudian mengangkatnya.
"Halo," sahutnya dengan suara khas orang bangun tidur.

     "Daniella, kamu baru bangun?" Mendengar suara di seberang sana, Daniella langsung membuka matanya. Suara itu membangunkannya, suara kekasihnya.

     "Alfar, maaf, aku tadi lelah sekali," ucap Daniella sambil sesekali menguap, mengusir rasa kantuknya.
   
     "Kenapa minta maaf, hmm? Seharusnya aku yang minta maaf karena sudah mengganggu tidurmu. Oh iya, aku hanya mau tanya, apakah saranku berhasil?"

"Berhasil, Sayang. Aku diterima di Cheeselicious Restaurant. Dan aku bisa kerja mulai besok." Daniella berbicara dengan nada bahagia membuat Alfar tersenyum di seberang sana.

     "Selamat, Ella. Kalau begitu, aku tutup teleponnya dulu. Aku harus kembali kerja. Love you."

     "Love you too."

     Sambungan pun terputus. Daniella kembali menaruh ponselnya di tempatnya semula. Ia tersenyum. Kekasihnya begitu peduli padanya walaupun sedang sibuk. Ia bersyukur bisa bertemu Alfar yang selalu setia mendukungnya dalam keadaan suka maupun duka.

****

      Daniella kini sedang berkutat dengan masakannya. Bekerja sebagai koki di restoran terkenal memang butuh tenaga yang lebih. Apalagi pengunjung yang datang makin hari makin banyak. Daniella menyeka keringatnya yang mulai bercucuran. Ia menghela nafas lega ketika masakannya sudah jadi. Ia kemudian menatanya di atas piring dengan sangat cantik.

     "Wah... Tidak salah restoran ini menerimamu menjadi salah satu koki di sini."

Suara di belakangnya membuat pekerjaan Daniella terhenti. Ia membalikkan badannya dan melihat seorang perempuan dengan pakaian seragam khas waiters. Daniella hanya tersenyum tipis, tak tahu apa yang harus dikatakannya karena ia sendiri sulit akrab dengan orang lain.

     "Jangan canggung begitu. Kamu koki baru, kan di sini?"

    Daniella menganggukkan kepalanya. "Iya."
  
    "Oh. Kalau begitu, kenalkan, aku Natasha. Kalau kamu?" tanya Natasha sambil menyodorkan tangannya, yang langsung dibalas oleh Daniella sembari tersenyum.

     "Aku Daniella."

     "Nama yang bagus."

     Natasha kemudian melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Daniella.

    "Ya sudah, kalau begitu aku lanjutkan pekerjaanku dulu ya. Selamat bekerja." Lalu Natasha pun berlalu meninggalkan Daniella.

****

    "Jangan sakiti dia. Dia itu tidak salah apa-apa. Dia bahkan tidak tahu tentang kita."

    Seorang gadis berambut pirang menghampiri seseorang yang sedang berkutat dengan dokumen-dokumen yang ada di tangannya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen di tangannya, orang tersebut menjawab pertanyaan adiknya.

    "Diamlah! Gara-gara dia, ayah mati. Bahkan ayah mati dalam keadaan mengenaskan. Apa kau tega membiarkan ayah mati dalam kondisi seperti itu sementara dia masih hidup di dunia ini?" Matanya yang tajam semakin menajam.

     Mendengar jawaban kakaknya, gadis bersurai pirang itu menatap kakaknya sendu. "Tapi,... "

     Belum sempat gadis itu melanjutkan kalimatnya, suara dalam nan dingin itu kembali menginterupsi.

    "Jangan halangi kakak. Ibu mati dan itu membuat ayah depresi. Seharusnya ayah masih hidup sekarang, tapi karena orang tuanya, kita kehilangan keduanya. Jadi, lebih baik turuti semua perkataan kakak. Jika waktunya sudah tiba, kita buat gadis itu menderita lalu perlahan-lahan mati dengan mengenaskan," ucapnya menggema di ruangan itu. Bagaikan sebuah janji.

~~~~~

Don't forget to give your vote and comment! :)

Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk membangun cerita ini.

Salam hangat,
~Mocca

My Love Is On FireWhere stories live. Discover now