"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Jangan gunakan seseorang untuk melupakan seseorang.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Matematika adalah pelajaran yang paling dibenci oleh seluruh siswa yang ada dimuka bumi ini. Ralat, seluruh siswa yang ada di di kelas dua belas IPS satu yang benar.
Siapa pun lebih memilih pelajaran sejarah dibanding mata pelajaran yang sering mereka sebut matematika itu. Lebih gampang mengingat masalalu daripada harus menghitung rumus yang entah dari mana asalnya.
Satu soal berpuluh rumus membutuhkan selembar kertas putih yang tak bernoda. Satu soal yang terdiri dari beberapa kalimat dan angka jika dihitung dengan benar, hanya akan menghasilkan dua huruf atau bahkan lebih parahnya angka yang ditemukan adalah nol.
Sia-sia perjuangan Ana ketika mengingat ulangan harian tadi pagi di jam pertama. Bayangkan saja, waktu masih pagi dengan perut yang masih kosong tiba-tiba dihadapkan dengan soal ulangan. Guru matematika sudah mengingatkan di pertemuan sebelumnya, namun Ana sendiri yang melupakan, mungkin karena juga dirinya baru keluar dari rumah sakit.
"Otak lo dikasih sarapan rumus matematika, ya gini jadinya."
Ana meletakkan sendok pada mangkuknya, sendok yang baru saja ia pakai untuk mengambil sambal yang ada di atas meja, lalu Ana menoleh ke arah sumber suara.
"Cuma lima sendok doang kok, nggak seberapa pedesnya." Dengan nada bicara yang santai, fokus Ana kembali pada sebuah mangkuk berisi bakso dan tahu goreng yang disiram dengan saus kacang lalu diatasnya terdapat sambal pedas yang baru saja Ana tuangkan.
"Inget, lo baru keluar dari rumah sakit kemarin. Masuk ke rumah sakit lagi mau lo?" tanya Jessica memperingati sahabatnya ini agar tidak lagi makan makanan pedas apalagi dalam keadaan yang baru sembuh dari sakit.
Ana mengabaikan ucapan Jessica, justru ia malah menyantap batagor yang ada di mangkuknya dengan lahap, seperti orang yang sudah tidak makan berminggu-minggu.
Seperti inilah seorang Melissa Anatsya, melampiaskan kekesalannya karena ulangan matematika dadakan dengan makan makanan pedas. Seolah dengan setelah apa yang dimakannya kini, rasa kesalnya bisa berukurang.
Perempuan berambut hitam panjang sepunggung itu tidak memikirkan efek samping dari ulahnya. Biarkan otaknya puyeng yang penting perutnya kenyang.
Disinilah mereka berdua berada sekarang. Kantin sekolah yang masih ramai dipadati seluruh murid Bakti Jaya. Menghabiskan waktu dengan sebaik mungkin, memberi makan pada cacing-cacing yang ada di dalam perutnya.
Ana menghentikan suapan makannya ketika pandangannya tidak sengaja tertuju pada sosok yang ia kenal. Sendok yang berada pada tangannya menggantung di udara, belum sempat masuk ke dalam mulut. Ana menatap orang itu dari tempatnya.
"Kok bisa ada ya orang semanis dia. Ganteng sih engga, tapi pas dia senyum tuh bikin adem liatnya."
Jessica sedang mengaduk minumannya dengan sedotan itupun terhenti. Arah pandangnya mengikuti kemana kedua mata Ana memandang yaitu ke arah meja yang berada di sudut ruangan. Terdapat seorang laki-laki yang tengah duduk seorang diri, yang kemudian menunjukkan senyum manisnya ketika ada siswi yang bejalan melewatinya seraya menyapa.