Chapter 1

1K 80 9
                                    

"Ayah, sepak bola itu keren. Tapi kenapa aku enggak bisa sejago Ayah? Aku ingin seperti Ayah."

Saat itu Ayahnya hanya tersenyum, "kamu enggak harus kayak Ayah. Lakukanlah apa saja yang kamu suka. Yang penting bagi Ayah, adalah senyum dan tawa kalian, anak-anak Ayah."

***

Pagi itu datang begitu cepat. Rasanya baru tadi dia bisa lelap dalam mimpi, tapi sinar matahari yang menyeruak melalui jendela kamarnya, mau tak mau menarik kembali kesadarannya.

Sedikit menguap, Ryo menuruni tangga dengan hati-hati. Tak mau ambil resiko jatuh lalu berguling ke bawah. Remaja enam belas tahun itu sudah rapi dengan setelan kemeja putih dan celana sekaligus almamater berwarna abu-abu khas sekolahnya.

Di bahu kirinya tersampir tas ransel hitam yang selalu dia pakai, sementara tangan kirinya sibuk mengutak-atik ponsel. Melihat siapa tahu ada chat dari grub kelas atau teman-temannya.

Suara gedebuk lantai yang keras dan cepat menyentuh pendengaran Ryo. Membuat dia berhenti di dua anak tangga terakhir lantas menoleh ke atas. Ryo tersenyum melihat kakaknya terburu-buru menuruni anak tangga sambil menyimpul dasinya.

"Kak Iv-"

Ucapan itu terhenti, saat hanya angin yang terasa melewati tubuhnya. Dingin, tanpa sepatah katapun, bahkan dia tak sudi sedikit meliriknya.

Senyum Ryo mengendur. Menatap punggung kakak termudanya yang mulai mengecil. Ryo sedikit tersentak saat merasakan getaran dari ponsel yang digenggamnya. Melirik siapa pemanggil, dia Yori, sahabatnya yang entah kebetulan atau bagaimana rumah mereka ternyata satu kompleks.

"Ya?"

"Lo udah berangkat? Gue depan rumah lo nih. Berangkat bareng yuk."

"Belum."

"Yaudah buru keluar, gue tunggu."

Yori sudah memutus teleponnya, sebelum Ryo sempat membalas lagi. Remaja itu menghela napas pelan. Menyemangati dirinya sendiri.

Hari baru mulai, dia tidak mungkin seharian jadi galau karena perihal kakaknya itu.

Saat tiba di depan, Ryo melihat Yori sedang menunggunya. Remaja laki-laki yang lebih pendek darinya itu dengan santai bersandar di gerbang rumahnya. Sebuah earphone melekat di telinganya, meski Ryo yakin tidak ada lagu yang terputar.

Yori selalu melakukan itu, katanya sudah menjadi kebiasan sejak dulu. Alasan sebenarnya sih, untuk menghindari orang-orang yang mau mengajaknya bicara, tapi Yori tidak mau.

"Lo gak papa?" Yori berkata, saat Ryo mendekat. Ryo diam, hingga Yori melanjutkan lagi kalimatnya. "Gue tadi papasan sama kakak lo."

"Ryo-"

Ryo menoleh. Tersenyum saat melihat Yori jadi tak dapat meneruskan ucapannya. Dia mengusak rambut Yori pelan.

Bagi Ryo, meski mereka seumuran, Yori sudah seperti adik untuknya. Di antara tiga bersaudara, Ryo lah yang termuda. Dia senang bisa menemukan sosok adik dalam diri Yori.

"Gue gak suka lihat lo kayak gini." Yori membuang mukanya ke arah lain. Tak ingin Ryo menyadari kalau dia khawatir, meski sebenarnya Ryo sangat tahu itu.

"Gue gak papa, dan akan selalu, gue gak akan pernah nyerah."

"Dasar Ryo bego!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DreamerWhere stories live. Discover now