Sekaligus Dua

43 0 0
                                    


Malam ini langit sedang mendung-mendungnya. Tak ada satupun bintang-bintang yang mau menampakkan kilaunya. Begitupun bulan. Sepertinya, mereka sedang asyik bersembunyi dibalik pekatnya malam. Ah, padahal, sedari tadi aku sudah menunggu langit yang cantik, untuk kuabadikan dikameraku.

Tik. Tik. Tik. Bunyi hujan rintik-rintik mulai membasahi kota. Aku terbangun dari lamunanku yang kacau. Tanpa aba-aba, angin malam berhembus dengan kencang. Aku menggigil kedinginan. Buru-buru aku menutup jendela kamarku.

Pukul sembilan malam. Aku masih terpaku menonton hujan yang makin deras. Biasanya, aku bisa berjam-jam menghabiskan waktuku didepan jendela hanya untuk menonton hujan. Tentu saja dengan sruputan kopi pahit yang kubuat. Eh, tapi, aku meminumnya sambil duduk ya. Iya, betul. Aku tidak suka berdiri, karena itu membuat kakiku pegal. Lagipula, minum sambil berdiri itu tidak baik bukan?

Tiba-tiba, aku jadi teringat sesuatu. Sesuatu yang sering mengganggu kepalaku setiap kali aku ingin tidur. Bukan sekali, atau dua kali. Tapi ini terjadi hampir setiap hari. Oh, sungguh, ini sangat melelahkan.

Kau tahu, apa itu? Rindu. Betul. Aku sedang tidak salah menyebutkannya. Karena memang, aku sedang merindu. Tapi, Dilan bilang, rindu itu berat. Aku setuju dengan Dilan. Makanya, cukup aku saja yang rindu, kau jangan.

Sebagai menawar rindu, kuputuskan malam ini untuk makan es kirim green tea yang kebetulan ada dikulkas. Entah punya siapa.

Ngomong-ngomong, aku kurang menyukai green tea. Hanya saja, penyebab rinduku sangat menyukai olahan teh hijau ini. Barangkali, dengan begini, rinduku bisa padam. Sebab, kesukaannya sudah kupenuhi, walaupun aku yang menikmati.

Tulisan-TulisannyaWhere stories live. Discover now