s e v e n

355 84 4
                                    

Aileen Aloysius. Wanita ini membuatku bingung sekaligus penasaran. Berasal dari keluarga Aloysius, keluarga terpandang yang terkenal akan kekayaannya yang, mungkin, tidak akan habis untuk tujuh keturunan.

Perusahaan keluarga Aloysius bahkan lebih besar sepuluh kali lipat daripada milikku. Bercabang di mana-mana, mengekspor dan mengimpor barang ke seluruh penjuru dunia tanpa tahu batas wilayah.

Tak ada yang bisa menandingi kekuasaan Aloysius. Selain karena kekuasaan, kerendahan hati mereka juga menjadi faktor popularitas mereka.

Sekarang, hanya ada satu pertanyaan yang bersarang di hatiku.

Untuk apa seorang Aloysius bekerja di perusahaanku?

Lalu mengapa aku tidak pernah melihat Aileen di setiap pertemuan Keluarga Wijaya dengan Aloysius? Siapa dia?

Yang membuatku tak percaya dengan fakta bahwa ia adalah seorang Aloysius adalah cara ia berpenampilan.

Berbeda dengan saudara-saudaranya, Aileen berpenampilan sederhana sehingga tak terlihat mencolok dari sekitarnya. Ia seakan mencoba untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Tok.. tok..

Ketukan pintu ruanganku seakan memecah lamunanku yang sedang berdiri di depan kaca ruanganku.

"Permisi, Pak. Saya ijin pulang karena sudah waktu pulang," ucap sekretarisku, membuatku menoleh pada jam tangan Rolexku.

'Astaga! Ini udah jam enam. Berarti dari tadi gw ngelamunin dia selama tiga jam,' batinku terkejut.

"Pak?" tanya sekretarisku meminta jawaban.

"Baiklah, terima kasih untuk hari ini. Kau boleh pergi," balasku.

"Sekali lagi, saya ingin minta maaf karena tidak bisa ikut lembur hari ini."

"Ah, tidak apa-apa. Pergilah," jawabku tersenyum.

Aku memang harus lembur karena dokumen-dokumen yang sialnya penting itu harus segera kutandatangani dan dicek perlahan-lahan.

Sesaat setelah sekretarisku pergi, aku segera duduk ke atas kursi empukku lalu terhanyut dalam dokumen kantor yang bertumpuk-tumpuk.

-----

Waktu menunjukan pukul setengah sembilan dan aku masih di sini bergelut dengan kertas-kertas 'kesayangan' yang berserakan ke sana dan ke sini. Mataku yang mulai berat serta rasa kekhawatiranku pada Mama membuatku mulai membereskan semua berkas ini. Beberapa berkas kumasukan ke dalam tas untuk kukerjakan di rumah.

Aku keluar ruangan dan pergi menuju lift umum. Menunggu sejenak dan masuk ketika pintu otomatis itu terbuka. Tiba-tiba, elevator itu berhenti di lantai delapan.

Pintu terbuka menunjukkan perempuan yang daritadi menganggu pikiranku, Aileen.

Namun bukannya sapaan yang aku dengar, justru makian yang ia lontarkan saat masuk ke dalam lift.

"Berhentilah menelponku, Bajingan! Lo yang mulai merusak hubungan ini, bukan gw! Yang seharusnya marah gw, bukan lo! Lo ngerti?" teriaknya.

Jika dilihat lagi, ekspresi saat ia emosi sangat mengemaskan. Lihatlah bibir merah tebal yang menggerutu itu, sangat menggiurkan.

Aku adalah lelaki normal, memiliki kebutuhan biologis yang hanya bisa terpenuhi oleh perempuan. Jangan salahkan aku jika otakku sedikit mesum.

"Gw tutup teleponnya, bye!" teriaknya lalu tersenggal-senggal.

"Kau tidak apa-apa?" Aku mengutuk diriku sendiri karena menanyakan pertanyaan yang sangat tidak penting.

'Tentu saja dia sedang ada masalah, Bodoh!' makiku pada diri sendiri.

"Oh," ia seakan terkejut melihat kehadiranku disini, "..halo, Pak."

Jadi sejak tadi ia tak menyadari kehadiranku di sini? Astaga.

-----
To Be Continue

Author's Note
Hollaaa semuanya!
Yaampun maafkan aku lupa sama tanggung jawab di dunia oranye ini. Tadi pas ada yg DM aku, baru sadar kalo aku belom up sama sekalii huaaa!

Sebagai permintaanmaaf aku, nanti aku up satu chapter lagi yaa! Ditungguuu~

-Ladya

EphemeralWhere stories live. Discover now