t h r e e

424 94 8
                                    

"Pagi, Ma, Pa!" ucap Bram dengan kaos polo serta denim jeansnya.

"Pagi, Sayang. Sini, Mama udah buat sarapan buat kamu," balas Mama yang menyembulkan kepalanya dari dapur.

Sehun segera turun dan pergi menuju dining room yang memang dekat dengan dapur. "Hari ini gak ada meeting?" tanya Papa yang sudah duduk di ruang makan, menunggu Mama yang sedang membawa tiga mangkuk Zuppa Soup sebagai sarapan pagi ini. Ayah Bram, Juan Wijaya, sebenarnya memiliki perusahaan yang awalnya ingin dia berikan pada Bram. Namun, empat tahun yang lalu saat Juan akan menyerahkan seluruh perusahaannya pada Bram, lelaki muda itu menolak dan memberitahu kenyataan bahwa sebenarnya Bram sudah memiliki perusahaan kecil yang ia rintis bersama temannya, Adhitya.

Juan sama sekali tidak marah mendengar berita tersebut, ia justru bahagia mengetahui anaknya yang sudah mandiri. Dengan kerja kerasnya selama empat tahun ini, perusahaan Bram berkembang dengan baik dan menjadi megah hingga memiliki koneksi dari berbagai penjuru dunia tanpa bantuan Juan sedikitpun.

"Iya, makanya pake baju kasual. Kalau ada, palingan cuma meeting diskusi perdivisi kantor," jawab Sehun yang lambat laun mulai memakan sarapannya.

"Ya udah, habisin sarapannya. Jangan sampai terlambat, jadi contoh yang baik buat karyawan kamu," ujar Mama seraya mengelus puncak kepala Sehun yang sedang mengunyah makanannya.

-----

"

Lo utang cerita sama gw," ucap Davina saat bertemu dengan Aileen di depan lift kantor.

"Ya ampun, bahkan kita belom duduk, Dav. Nanti aja di ruangan," ucap Aileen menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya.

"Lo tau gak, gw semalem gak bisa tidur karena lo gantungin gw sama cerita lo itu," jawab Davina menggerutu.

Tiba-tiba, ucapan selamat pagi menggema di lantai dasar kantor karena kedatangan sang direktur utama, Bramasta Wijaya.

Namun, semua itu tak dihiraukan oleh Aileen dan Davina karena terlalu fokus dengan cerita Aileen

Ting..

Pintu lift terbuka membuat semua orang yang telah menunggu akhirnya bernapas dengan lega.

Helaan napas lega itu seketika berubah saat melihat sang direktur utama menggunakan lift umum untuk para karyawan.

"Selamat pagi semua. Saya boleh kan, menggunakan lift milik kalian? Lift saya sedang dalam perbaikan," tanya Bram yang sudah berada di dalam kotak besi itu saat melihat tak ada siapapun yang masuk.

"Ayo semuanya, kenapa kita diam di sini?" ucap Aileen lalu menarik tangan Davina untuk masuk bersama ke dalam lift, tak menyadari situasi dan kondisi.

"Ada lagi?"

"T-tidak ada, Pak," jawab semua karyawan di sana serempak.

Davina juga sama, ia tak merasakan atmosfer yang aneh saat mereka berada dalam kotak itu bertiga. Sebaliknya, ia malah menanyakan kelanjutan cerita Aileen.

"Terus, sekarang Axel gimana?" tanya Davina.

"Dari tadi malem, dia call terus. Lo liat aja notifikasi hp gw ada berapa. Sekalian liat LINE, dia minta maaf terus," adu Aileen mengulurkan telepon genggamnya pada Davina.

"Buset, 48 call sama 379 chat cuma dalam waktu semalam. Eh, Leen!"

"Apa sih, Dav?"

"Ini, tadi malem, chat terakhir dia. Lo udah baca blom?" tanya Davina dengan amarah yang telah mengambang.

"Blom, emang isinya apa?"

Davina mengembalikan ponsel tersebut, memberikan kode pada Aileen untuk membacanya. Tanpa mereka sadari, laki-laki yang berstatus sebagai bos mereka di kantor ini, sedang ikut mengintip agar bisa melihat percakapan lewat aplikasi dengan logo berwarna hijau cerah itu.

 Tanpa mereka sadari, laki-laki yang berstatus sebagai bos mereka di kantor ini, sedang ikut mengintip agar bisa melihat percakapan lewat aplikasi dengan logo berwarna hijau cerah itu

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Oh, ternyata itu alesannya dia pacaran sama gw," ucap Aileen seraya mengedikan bahunya.

Bramasta yang di belakang hanya bisa tertawa kecil melihat karyawannya yang tak mengerti maksud sahabatnya itu.

"Aileen sayang, bukan itu yang mau kasih tau ke lo, tapi baca chat paling bawah," ucap Davina menghadapi sikap konyol Aileen. 

"Oh," ucap Aileen setelah membaca chat itu.

"Gitu doang reaksi lo? Lo gak takut diteror?" ucap Davina menaikan suaranya. Orang di belakang mereka juga sama terkejutnya dengan Davina.

"Ya terus harus diapain? Tungguin aja sampe dia capek sendiri," balas Aileen tak peduli.

Bram dibuat terkejut setengah mati.

'Wanita ini bodoh atau memang tak acuh?'

-----
To Be Continue

Author's Note
Hai haii semuanya!!
Im back! Gimana chapter kali ini? Memuaskan2? Seperti janjiku, aku akan mulai update rutin 3 hari sekali yaa, ditunggu muah2

-Ladya (20/03/20)

EphemeralDove le storie prendono vita. Scoprilo ora