Kucing dan Tikus

23.1K 1.8K 332
                                    

Jadi ini cerita yang aku tulis satu tahun lalu dan cuma kesimpan di laptop sampe berdebu. Karena aku pikir kalian ga bakal baca juga karena banyak cerita yang belum aku selesaiin. Tapi hari ini aku mikir, akan bagus klo kalian semua juga kenalan sama mereka.

Ken dan Jeli. Mereka cute, ngingetin aku sama Letta dan Aldi versi dewasa.

Happy reading ya. Jangan lupa vote dan komen ❤️❤️

***

"Apa pernah kamu minta maaf setelah kamu ngelakuin kesalahan? Apa pernah, Dave? Hah! Jawab! Kamu nggak pernah ngerasa bersalah kan selama ini jalan sama cewek-cewek itu di belakang aku?" kata Jeli nyaris terisak. Bahunya naik-turun mengekspresikan sebesar apa kemarahannya saat ini.

"Kania, aku bisa jelasin semuanya—"

"Nggak ada yang perlu dijelasin lagi!" Jeli bangkit dari tempat duduknya. Matanya tajam menatap Ken yang terus melontarkan permintaan maaf, namun tak tergambar sedikit pun raut penyesalan di wajah cowok itu. Jeli geram. Tangannya bergerak meraih segelas jus jeruk yang belum sempat ia minum dari atas meja dan langsung menyiramkannya ke arah Ken.

Sialnya, Ken tak sempat menghindar. Kejadian itu berlangsung cepat. Begitu tersadar, wajahnya sudah basah kuyup, poni depannya yang sengaja dibuat bergelombang kini klimis dengan tetesan air yang jatuh dari ujung rambutnya. Ken melirik sekitar, menyadari mereka berdua kini tengah menjadi perhatian pengunjung kafe lainnya.

Ken mengusap wajahnya kasar.

"Kania—"

"Kita putus!" kata Jeli dengan seulas senyum puas mendapati mata Ken yang membulat menatapnya masih dengan ekspresi terkejut yang kentara.

"Aku nggak mau!" protes Ken.

"Aku nggak peduli, Dave. Seenggak pedulinya kamu dengan perasaan aku kemarin." Jeli menyunggingkan senyum paling sedih yang pernah ia buat seumur hidupnya. Gadis itu lalu berbalik dan melangkahkan kaki meninggalkan Ken yang masih menatapnya tanpa bisa mengatakan apa pun, mencegahnya sekalipun.

"Cut!" seruan Mas Rizal terdengar membuyarkan aura kelam yang dibangun dari adegan yang baru saja Ken dan Jeli mainkan.

Jeli menoleh ke arah Mas Rizal yang kini sedang menatap layar monitor kecil di mana adegan mereka berdua diputar ulang.

"Gimana, Mas? Perlu retake lagi nggak? Hmm... kayaknya perlu ya, Mas?" tanya Jeli semangat seraya menghapus jejak air mata yang sempat keluar dengan punggung tangan. Cewek itu melirik ke arah Ken.

Ken mendengus, masih terduduk kesal dengan mata melotot ke arah Jeli. Ken bisa mencium aroma rencana jahat dari pertanyaan yang Jeli ajukan tadi. Kalau saja Mas Rizal beneran mengiyakan dan mereka beneran retake, sudah terbayang apa yang akan Jeli lakukan pada Ken nantinya. Pasti. Ken yakin kali itu nggak hanya sampai pada siraman segelas jus jeruk.

"Nggak perlu. Kita pakai yang ini aja udah lebih dari cukup kok. Good Job, Jelita, Ken," jawab Mas Rizal, sang sutradara yang kini sudah berdiri, terlihat mengambil beberapa barang kecil seperti rokok dan korek dari atas meja tak jauh dari tempatnya duduk tadi, lalu memasukkannya ke dalam saku celana jeansnya.

"Pengambilan gambar kalian berdua hari ini selesai ya. Besok kita lanjut lagi jam delapan," tambah Mas Rizal. "Rahmat, kita pindah set ke kamar Adinda ya!" kata Mas Rizal ke asistennya melalui walkie talkie.

Helaan lega terdengar dari mulut Ken.

"Oke deh, Mas!" sahut Jeli riang. Mas Rizal hanya membalas dengan acungan jempol karena masih terlihat sibuk berbicara dengan alat komunikasi di genggamannya itu.

Jeli lalu melangkah pergi menuju ruang ganti untuk mengambil barang-barangnya. Tapi ketika melewati kursi yang masih diduduki Ken, sebuah telapak tangan besar meraih pergelangan tangannya yang mungil dengan sigap, menahan langkah Jeli dan membuat wanita itu terdiam.

Jeli menoleh, menatap Ken dengan malas.

"Apaan lagi sih?" katanya seraya menepis tangan Ken dengan gestur risih.

"Heh, ager-ager! Di naskah nggak ada adegan guyur-guyuran pake jus jeruk segala ya!" protes Ken setengah membentak. Ken menyadari kalau nada suaranya pasti sangat keras sehingga beberapa kru yang berlalu lalang diam-diam mencuri pandang ke arah mereka. Tapi seperti biasanya, berinteraksi dengan Jeli memang benar-benar harus membuatnya rela mempermalukan dirinya sendiri, melibatkannya pada sebuah keributan kecil yang besok pagi pasti akan jadi bahan postingan sebuah akun gosip di Instagram.

Jeli tersenyum sinis sambil menyelipkan satu sisi rambutnya ke belakang telinga, wajahnya mendongak, memamerkan rahang mungilnya seolah menunjukkan bahwa ia tak terpengaruh dengan bentakan Ken barusan.

"Itu namanya improvisasi, Ken. Please deh ya, lo udah berapa tahun sih jadi artis? Gitu aja baperan!"

Ken tak menjawab. Ia sedang malas berdebat dengan Jeli malam ini. Percuma, sekuat apapun argumen Ken, Jeli selalu bisa mematahkannya dengan sinisme yang tiada henti. Seperti sekarang, cewek itu memutar bola matanya dengan gaya mengejek yang kalau boleh jujur lumayan mengesalkan untuk Ken. Tapi ken harus bersabar, Jeli pasti akan semakin menjadi dan kesenangan kalau Ken terlihat terpancing oleh ejekan tadi.

"Dah ah! Gue nggak punya waktu buat ngeladenin lo. Gio udah nungguin gue di mobil." Cewek itu melambai manja pada Ken.

Tepat ketika Jeli berbalik, Ken kembali menahan tangan Jeli. Dia nggak akan membiarkan Jeli menang dengan semudah itu. Ken menyeringai. Entahlah, akhir-akhir ini Ken merasa ada pertarungan tak kasat mata yang tanpa sadar mereka berdua ciptakan.

Jeli kembali menoleh dengan kesal.

"Apa lagi si—Kyaaa!" Cewek itu memekik kaget begitu Ken menyiramnya tiba-tiba dengan secangkir kopi yang diambil Ken secepat kilat dari atas meja tempat mereka duduk tadi. Orang-orang yang tadinya pura-pura tak melihat pun kini terang-terangan menatap keduanya dengan mulut menganga, beberapa lainnya membuka kamera ponsel dan mengarahkannya ke arah Ken dan Jeli yang masih sibuk melemparkan tatapan permusuhan satu sama lain.

Ken berjalan mendekat dan menepuk puncak kepala Jeli lembut. Dia berbisik pelan di telinga Jeli sebelum pergi.

"Nyawa dibalas nyawa. Tangan dibalas tangan. Jus jeruk dibalas... kopi?" kata Ken seraya menyeringai. "Denger ya Jeli, sayang... Lo baik, gue juga akan baik sama lo.... Senyum dibalas senyum, penghinaan dibalas penghinaan."

Ken lalu menjauh. Sambil melangkah ke ruang ganti, ia tersenyum puas memandangi wajah kesal Jeli menyadari dress putih yang dikenakannya kini penuh dengan noda kopi besar di bagian dada sampai perut. Beruntung, kopi yang digunakan sebagai properti pengambilan gambar tadi itu sudah mendingin. Ah coba aja masih panas.... Ken menyayangkan hal itu dalam hati.

***

Gimana? Cute bgt kan?
Komentar dong!

Sepertinya waktu aku nulis cerita ini aku lagi dalam kondisi yang bahagia.

Jangan ditungguin ya, dan makasih udah baca ❤️❤️❤️❤️

Follow ig aku:
Putrilagilagi

Kucing dan TikusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang