kelam

64 4 0
                                    

Ukhtiy Nazilah mempersilahkan aku keluar dari kantor. Di setiap langkah ku menuju kamar tak henti-hentinya aku beristighfar dan meminta perlindungan kepada Allah.

Kelam. Ya. Itu yang sedang aku rasakan begitu keluar dari kantor pusat pondok pesantren Nurul Islam. Bagaimana tidak kelam? Setelah beberapa insident yang tidak pernah aku sadari kapan aku melakukannya, kini aku harus menerima sanksi yang diberikan ukhtiy Nazilah, selama beberapa hari ke depan.

“Kring....” Jpku berdering. Ilham menelponku. Beberapa waktu dia berdering. Entah kenapa, aku malas untuk mengangkatnya. Tapi, bukan Ilham namanya, jika tidak bisa membuat Naila mengangkat telponnya. Huft... aku menghela napas berat, mengatur suaraku, lalu mengangkatnya.

“Ya Ilham ada apa?” Aku menjawabnya dengan suara gemetar.
“Ukhtiy Naila, apa yang terjadi, sepertinya sampeyan habis nangis?”
“Tidak Ilham, saya sedang flu jadi suaranya pasti beda.”
“Nggak Ukhtiy Naila, saya bisa membedakan antara orang flu dan habis nangis.”
“Ilham... saya sudah bilang, saya hanya flu doang. Udah ya, saya mau istirahat saya pusing.”
“Ya sudah. Moga cepat sembuh ya.”

Rasa tak puas dengan jawabanku, Ilham memberanikan diri menelfon ukhtiy Nabila. Dia semakin penasaran dan ingin tahu tentang apa yang terjadi setelah tahu ukhtiy Nabila menangis.

“Ilham, sebenarnya kamu punya perasaan apa sih sama Naila?”
“Maksud kamu apa Nabila, aku nggak ngerti.”
“Aku mau tanya sesuatu sama kamu dan aku harap kamu jawab aku dengan jujur Ilham!”
“Ok.”
“Kamu tahu nggak ini kaos dan topi siapa?” Ucap ukhtiy Nabila lewat pesan yang dikirimnya lewat Masangernya.
“Itu punyaku Nabila.”
“Jadi benar itu barang-barang kamu?”
“Iya Nabila.”

Ukhtiy Nabila kembali menyambung pembicaraannya dengan Ilham lewat telpon. Ukhtiy Nabila terdengar terisak.

“Kenapa kamu tega sama Naila Ham, apa maksud kamu ngasih barang itu ke Naila?”
“Apa maksud kamu Nabila? Nabila please bicara yang jelas dong, aku benar-benar gak ngerti dan aku gak pernah ngasih barang aku itu ke Naila.”
“Lalu kenapa barang itu ada di lemarinya Naila Ham, dan siapa sebenarnya orang yang saling terima barang itu di koridor blok Nurul Ain?”
“Jadi kaos dan topi aku ada di lemarinya Naila?”
“Yang jelas iya Ilham. Kamu jahat banget tahu nggak sama Naila.”
“Nabila please... listen me! Kamu tahu posisi aku di pesantren ini, kamu kenal sama aku bukan hanya setahun dua tahun. Udah bertahun-tahun Nabila, coba kamu pikir baik-baik. Aku gak mungkin ngelakuin itu Nabila. Kamu gila ya nuduh aku kayak gitu?”
“Lalu kamu mau menyalahkan Naila? Kamu akan bilang kalau Naila yang ngambil barang kamu ke kamar kamu? Apa tindakan itu tidak gila?”
“Nabila... aku yakin ini pasti ada yang salah. Ok. Aku akui itu kaos dan topi aku, tapi yang harus kamu tahu, barang aku itu hilang tadi siang dan aku sudah mencarinya kemana-mana dan sampai malam pun gak ketemu. Sampai akhirnya kamu menunjukkan fotonya sama aku.”
“Terus apa yang harus aku lakukan Ilham, ukhtiy Nazilah sudah melihat rekaman cctv di bloknya Naila dan sekitarnya dan di sana jelas sekali kalau kamu yang ngasih kado itu ke Naila.”

Ilham terdiam begitu lama. Berusaha menemukan ide bagus untuk membantu ukhtiy Nabila mencarikan solusi dari masalahku itu. Sempat terbesit di benaknya rasa menyesal karena meminta pertemanan padaku. Dia merasa masalah yang aku alami saat ini merupakan salahnya. Dan ini yang sangat dia takutkan sejak dulu, ketika dia punya teman cewek.

“Nabila, aku janji aku akan menemui Nazilah dan membawa bukti bahwa aku dan Naila tak bersalah.”
“Tapi Ilham, nanti takutnya ukhtiy Nazilah malah menyangka kita bersekongkol untuk membela Naila.”
“Kamu itu sebenarnya peduli apa nggak sih sama Naila? Udah bilang aja sejujurnya sama Nazilah!”
“Nabila please! Kasian Naila, aku gak mau kalau sampai dia benar-benar di skorsing gara-gara aku.”

“Ya Allah apa yang sebenarnya Ilham rasakan pada Naila sampai sebegitu khawatirnya dia terhadap Naila?” Batin ukhtiy Nabila.
“Nabila kamu dengar aku bicara kan?”
“Ah iya Ham, aku akan coba bicarakan ini dengan ukhtiy Nazilah.”

Jodoh istikharah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang