"Axcel, aku bingung harus bagaimana. Aku gak mau LDR, aku gak bisa." Indira nampak frustasi, aku tau dia tidak bisa dengan yang namanya hubungan jarak jauh. Sama seperti diriku, aku juga tidak bisa berada jauh dari gadisku.

"Sama Indira, aku juga gak bisa LDR sama kamu. Gimana kalau kamu jangan pindah dulu." Aku ikut mengeluh karena aku benar-benar ikut pusing saat ini.

"Tapi orangtuaku memaksa," ujar Indira lemas.

"Aku punya ide." Tiba-tiba saja terlintas sebuah ide difikiranku.

"Apa?" tanya Indira

"Kamu bilang saja sama orangtuamu kalau kamu pindah ke Londonnya nanti setelah lulus SMA, karena tanggung sudah kelas tiga. Nanti setelah kita lulus aku juga akan melanjutkan kuliahku di London bersamamu, hanya tunda satu tahun saja Indira ke Londonnya." Aku memberikan usulanku, berharap dia akan setuju dengan ideku karena aku benar-benar tidak sanggup jauh darinya.

"Hmm, gimana yah? Ide kamu bagus juga sih, dari pada kita LDR setahun nunggu kamu lulus baru kuliah di sana. Tapi nanti aku bahas sama orangtuaku dulu yah, sayang." Indira nampaknya juga setuju dengan usulanku itu, kini aku tinggal berharap kalau orangtua Indira juga akan setuju dan mengijinkan Indira menyelesaikan SMA nya di sini.

"Aku harap orangtuamu akan setuju, ya sudah ayo aku antar kamu pulang. Takutnya kan nanti orangtua kamu nyariin." Karena sudah cukup lama aku membawa pacarku ini ke luar, aku tentu harus segera memulangkannya. Nanti orangtuanya bisa marah karena Indira lama di luar setelah pulang dari sekolah. Lalu akhirnya aku mengantar Indira pulang ke rumahnya.

***

Aku terus berlari mengejar Indira ke tempat parkir untuk menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi akibat gadis aneh tiba-tiba mengaku menjadi pacarku. Sialnya, karena gadis itu kini aku tak bisa mencegah Indira pergi menggunakan taksi. Lantas aku berlari ke mobilku dan mengejarnya, aku berhenti di depan rumah Indira.

Tok tok tok.

Aku mengetuk pintu rumahnya dengan harap-harap cemas, kenapa malah jadi runyam begini sih. Setelah cukup lama aku menunggu sambil terus mengetuk pintu, kini terbukalah pintu rumah Indira menampakan seorang pria paruh baya yang merupakan ayah dari Indira .

"Permisi Om, Indiranya ada?" tanyaku pada ayah Indira dengan sopan

"Ada apa lagi kamu kemari? Belum cukup sudah membuat putriku menangis? Mulai sekarang jangan temui dan ganggu anak saya lagi!" ujar ayah indira tegas memperingatkanku.

Oh astaga, semuanya semakin rumit saat ayah dari Indira juga ikut salah paham. Kalau begini ceritanya bisa rusak image ku didepan calon mertua masadepanku, aku harus buru-buru menjelaskan semuanya. Aku tidak mau hubungan ini kandas hanya karena sebuah kesalahpahaman yang aku sendiri masih bingung kenapa bisa ada gadis yang seenaknya saja mengaku-ngaku begitu.

"Tapi Om, saya mau jelasin semuanya sama Indira. Indira telah salah paham pada saya Om, saya mohon ijinkan saya bertemu dengan dia," pintaku memohon.

"Indira! Indira!" ayah Indira akhirnya memanggil putrinya, aku bisa bernafas sedikit lega karena beliau mengijinkanku untuk bicara dan menjelaskan semuanya pada Indira.

Lalu tak selang beberapa lama Indira datang kehadapan kami dengan matanya yang sembab. Aku merasa bersalah telah membuatnya menangis, walau ini semua sebenarnya bukan kesalahanku melainkan kesalahan gadis asing yang menyebalkan itu. Berani sekali dia membuat orang yang aku cintai sampai menangis sendu begini, awas saja kalau aku bertemu lagi dengannya.

"Kamu selesaikan dulu urusanmu dengan lelaki ini, ini terakhir kalinya kau bertemu dengan dia!" ayah Indira membuatku sedih, jangan bilang keputusan Indira untuk pindah sudah bulat. Aku tidak sanggup jauh darinya barang sebentar saja, walau LDR hanya setahun tapi bagiku dan Indira itu sangat lama. Karena kami bukan orang yang tahan berjauhan, apalagi dalam waktu yang terbilang lama.

Ayah Indira berjalan pergi meninggalkan diriku berdua bersama Indira, dia memberikan waktu untuk kami berdua berbincang.

"Mau apa lagi kamu kesini Axcel?" tanya Indira dingin membuat relung hatiku terluka

Nampaknya dia benar-benar marah padaku saat ini. Karena selama ini Indira tidak pernah berbicara sedingin ini padaku, terlepas kami sedang bertengkar atau dia sedang kesal.

"Indira, dengerin penjelasanku dulu. Kamu salah paham, aku aja gak kenal siapa gadis tadi," kataku jujur.

"Cukup Axcel! Aku udah mutusin buat pergi dari sini, keputusan aku udah bulat, kita putus!" ujar Indira lalu dia langsung masuk menutup pintu rumahnya keras.

Putus? Dia mengakhiri hubungan kita tanpa mendengar penjelasan dariku terlebih dahulu. Aku tidak mau hubungan kami berakhir, bagaimana dengan rencanaku membangun masadepan bersama dengan dirinya. Aku tidak mau hubungan ini berakhir hanya karena sebuah kesalahpahaman semata. Aku tidak salah disini, aku tidak menghianati Indira.

Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berada di sana sampai Indira mau menemuiku lagi dan mendengar semua penjelasanku. Aku tidak bisa membiarkan dia pergi dengan kesalahpahaman yang ada. Biarlah aku semalaman berdiri di depan pintu rumah Indira, menunggunya keluar untuk minta kesempatan lagi.

Cukup lama aku menunggu di sana, tapi Indira atau keluarganya tidak ada yang keluar menemuiku. Dinginnya malam menusuk kulitku, serta nyamuk-nyamuk nakal yang mulai berkeliaran dimalam hari kini menggigiti kulitku untuk menghisap darahku. Rasanya gatal juga sedikit panas hingga aku harus bersabar menjadi sasaran empuk para nyamuk yang kelaparan. Tanpa sadar aku tertidur di depan teras rumah Indira karena terlalu lama menunggu.

Perlahan aku mulai membuka mataku saat ada silau cahaya yang mengenainya, rasanya sudah tidak sedingin semalam. Oh, rupanya ini sudah pagi, jadi semalaman aku ketiduran di sini dan menjadi sasaran empuk nyamuk nakal. Kulitku bentol-bentol merah bekas gigitan serangga penghisap darah semalam. Rasanya badanku juga pegal-pegal karena tertidur di teras seperti itu, biasanya aku selalu tidur di kasur yang empuk.

"Loh, aden ngapain tidur di teras rumah ini?" tanya tukang kebun Indira

"Saya nunggu Indira, Pak. Saya mau bertemu dengannya," jawabku sambil merenggangkan badanku yang rasanya seperti habis dipukuli

"Loh, Non Indira serta keluarganya kan sudah pergi sejak pagi buta tadi, sekitar jam tiga dini hari lah kira-kira." Perkataan dari bapak itu membuatku terkejut, Indira pergi meninggalkanku saat aku tertidur di teras rumahnya. Astaga, aku tidak bisa kehilangan gadis yang sangat aku cintai itu.

"Terimakasih infonya, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu." Aku langsung berlari keluar dari rumah Indira dan melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi menuju bandara, berharap pesawat yang Indira tumpangi belum lepas landas. Namun sayang harapanku pupus, pesawat itu sudah terbang dari dua jam yang lalu. 

LOVE GAME (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon