"Saya ikut!" Ucap Nadin tiba-tiba ketika mereka hendak bersiap kembali melakukan operasi.
Mereka yang hendak siap-siap lantas menoleh cepat ke arah gadis itu. Mereka menatap dengan tatapan tajam dan menilai.

Raksa mendekat ke arah Nadin. "Kamu di sini saja. Di hutan ini berbahaya. Saya tidak ingin kejadian kemarin  terulang kembali."

Nadin menatap Raksa lekat, "Ini bagian dari tugas saya juga!" Ucap Nadin tegas.

Raksa terseyum singkat, "Kamu hanya sebagai spionase. Ini berbahaya nona. Lebih baik anda duduk manis di sini."

Nadin mendengus keras, ia menatap beberapa anggota di sana. Tak ada rasa takut ataupun gentar.

"Meremehkan perempuan?" Nadin tersenyum miring menatap Raksa. Raksa yang sudah lengkap dengan pakaian operasi hanya menatap Nadin datar. Yang terlihat kini hanya matanya saja. Seluruh tubuhnya sudah terbungkus pakaian lengkap dan senjata serta persediaan makanan untuk menjaga logistik tetap aman di lapangan lagi jika penyergapan memakan waktu lama.

"Tolong indahkan perintah kami nona!" Sahut salah satu anggota di sana.

Nadin menatap laki-laki yang berbicara tadi dengan tatapan menantang. Ia tak punya rasa takut, sekalipun tadi berpangkat lebih tinggi darinya atau dari militer, Nadin tetap tak gentar. Ia hanya ingin menuntaskan misi dan hasratnya yang sudah tak terbendung. Ia juga tak suka ketika orang lain meremehkan dirinya.

Beberapa anggota disana menatap Raksa. Raksa terdiam sejenak sebelum berkata lagi.

"Biarkan dia ikut." Lantas Raksa memilih kembali bersiap untuk operasinya. Beberapa anggota di sana nampak tak setuju karena Nadin yang tak jelas asal usulnya. Mereka waspada jika Nadin hanyalah mata-mata dari musuh dan bukan bagian dari mereka.

Nadin tersenyum lantas gadis itu bersiap untuk ikut operasi. Sedangkan salah satu anggota mendekati Raksa dan berbicara rendah.

"Izin ndan. Kenapa anda bisa yakin kalau dia bisa di percaya. Semisalnya dia adalah mata-mata lawan-

"Laporkan saya kalau dia ternyata penyusup. Saya yang akan bertanggungjawab." Potong Raksa cepat dan tanpa basa-basi. Lalu Raksa berdiri dan mendekati markas sebentar. Ia tak punya waktu banyak untuk menjelaskan siapa Nadin. Waktu saat ini sangat berharga sehingga lebih banyak aksi lebih penting ketimbang banyak berbicara.

Kemudian mereka bersiap dan berkumpul. Sebelum berangkat beberapa hal di bicarakan. Seperti strategi untuk mengepung dan menyerang. Mereka menyertakan peta berupa hasil citra juga. Penulisan titik koordinat juga sangat berpengaruh di sini. Dengan peta mereka mudah untuk melakukan penyerangan dan perencanaan serbu secara matang.

Sementara mereka sibuk berdiskusi. Nadin memahami isi peta tersebut. Sayang seribu sayang, tas yang berada berbagai strategi harus di rampas oleh kawanan keparat itu.

"Jangan pake strategi itu. Kemungkinan mereka bisa mendeteksi. Tas saya sudah di rampas dan terdapat peta dengan strategi seperti itu. Jaga-jaga saja mereka ada yang ahli dalam citra." Sela Nadin cepat. Ia sudah tahu strategi yang akan di gunakan untuk operasi ini. Dan tak mungkin jika mereka menggunakan strategi lama.

"Saya ada ide baru. Beruntung belum saya tuangkan dalam coretan saya. Ini bisa kita atur lagi dengan melewati arah utara, lebih jauh sedikit namun disini tetap aman menurut saya. Kita bisa melewati jalan sempit yang masih banyak tanamannya ini." Seraya berbicara, Namun juga menunjuk citra satelit yang di bawa mereka. Nadin masih hafal tempat yang ia tahu sebagai markas keparat itu.

DersikWhere stories live. Discover now