Part 7: Senyuman Rahasia

31.5K 2.5K 816
                                    

Halo, ketemu lagi sama Aryo dan Lana. 

Spesial upload part ini untuk merayakan ulang tahunku yang ke 22. Happy reading!

----

"Ke mana aja sih lo? Lama banget! Gue tinggal deh, bye!"

Lana membaca WhatsApp yang dikirim Kevin ke ponselnya. Padahal dia sedang ke toilet sebentar—dan mungkin tidak lebih dari lima menit. Kalau diminta sebuah keinginan, ingin rasanya Lana meminta supaya hati sepupunya itu dilunakkan. Tidak lagi egois. Tidak lagi semena-mena. Tidak lagi selalu menyalahkan oranglain atas kesalahannya, tapi percuma saja, Kevin adalah orang paling keras kepala yang pernah dia kenal.

Dia berjalan ke depan gedung sekolah, berniat memesan ojek online. Namun tidak ada satu orang pun menerima pesanannya. "Ojek online lagi pada demo, katanya sih gara-gara terlalu banyak diskon jadi upah mereka diturunin." Lana menoleh dan menemukan Aryo berdiri di sebelahnya, seperti cenayang yang selalu muncul tiba-tiba.

"Oh."

"Iya udah pulang bareng gue aja gimana?"

"Nggak."

"Ya udah."

Lana mengulurkan tangan untuk memberhentikan angkutan umum. Dia segera naik dan ternyata Aryo mengikuti. "Kamu ngapain ngikutin aku?"

"Lo kan baru pindah, emang udah ngerti jalan di Jakarta?"

"Emangnya aku anak kecil?"

"Gue nggak bilang gitu, lho."

"Nggak butuh ditemenin, kamu turun aja deh."

"Iya udah, anggap aja gue gaib deh. Pura-pura nggak kenal aja kita, tapi gue mau tetap nemenin lo, gue diem aja nih—"

"Buat apaan?"

"Buat memastikan aja kalau lo sampai di rumah dengan selamat."

"Terserah deh."

Lana menyerah. Aryo tersenyum mengetahui bahwa dirinya memenangkan perdebatan. Aroma parum Lana yang khas seperti bau apel kini memenuhi indera penciumannya, aroma yang beberapa hari ini Aryo pikirkan dan berhasil masuk ke alam bawah sadar. Pandangan Aryo tertuju pada seorang nenek tua sedang membawa ayam dalam keranjang membuat beberapa penumpang meliriknya kesal. "Gue penasaran deh, ayam tuh bisa ingat masa lalu nggak ya?"

"Hah? Ayam?"

"Iya, ayam."

"Ya nggaklah."

"Bagus deh, berarti dia nggak menyimpan dendam." Lana menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. "Ingatan manusia tuh salah satu hal paling penting dan harus dijaga, percaya nggak?" Aryo melirik Lana yang juga menatapnya. Mereka saling bertatapan. "Nenek gue kena Alzheimer, ada saat di mana dia nggak bisa ingat apa-apa. Dia nggak ingat gue siapa, hal-hal apa yang pernah dia lakuin ke cucunya. Kejadian yang sampai sekarang kalau diingat lagi bikin sedih."

Lana tidak tahu harus bereaksi apa saat mendengar cerita Aryo. "Jadi, nanti lo harus inget tanggal ini. Empat Februari, hari di mana Aryo nemenin Lana naik angkutan umum."

"Apaan, sih. Udah ah, tadi janjinya apa? Nggak mau berisik, kan. Ganggu aja!" Lana lupa dengan janji Aryo di awal yang sudah diikrarkan. "Kiri, Pak!" Lana turun, Aryo langsung memberikan uang.

"Ambil aja, Pak kembaliannya."

"Kok jadi kamu yang bayarin? Aku punya duit."

"Nggak apa, sesekali."

"Nanti aku ganti!"

"Rumah lo di mana, sih?"

"Bintaro."

DI BAWAH UMURWhere stories live. Discover now