Part 5: Bantuan Tanpa Nama

31.8K 3K 1.1K
                                    

Hei everyone, spesial post part ini buat menghibur teman-teman yang lagi stay di rumah. Jangan lupa tekan vote, ya. Happy reading!


----

Sebuah ruangan meja makan pagi itu terlihat berisik dengan suara musik dari acara TV pagi. Martin mengecilkan volume suaranya dan melihat Kevin duduk sendiri di kursi makan. "Mana Mama?"

Kevin sibuk mengunyah sandwich, dengan mulut masih penuh dia menjawab. "Ngghak thauk," ujarnya tak peduli. "Kan harusnya Papa tahu? Kok malah nanya aku?"

"Mama kamu itu!" Martin berdecak jengkel, semalam dia habis ribut dengan Sully. Penyebabnya sepele, Martin meminta Sully menemaninya ke acara makan malam kolega. Sully membantah, katanya dia sudah ada janji arisan bersama teman-temannya. "Lana mana?" Martin melirik kursi di seberangnya. "Kok belum sarapan?"

"Nggak peduli."

"Kevin dia itu sepupu kamu, kok bisa-bisanya bilang begitu? Lana tinggal sama kita, itu berarti semua tentang Lana tanggung jawab kamu juga."

Kevin mendengus jengah. "Nggak Mama, nggak Papa sama aja, Lana terus. Dia udah gede, nggak usah dijagain juga bisa. Udah ya, Pa, Kevin mau sarapan dengan tenang. Sehari ini aja," ucapnya menahan kesal. Hari-harinya berubah drastis semenjak ada Lana, seperti ajudan yang harus memata-matai sekaligus menjaga atasan. Harus siap siaga hampir 24 jam. Padahal Kevin juga punya kehidupan, Lana bukan matahari dengan planet harus mengitar dan berpusat pada dirinya semata.

****
Salah satu konsekuensi Lana dari berangkat terlalu pagi yaitu dia tidak sempat sarapan. Sebenarnya, dia sengaja pergi lebih dulu karena malas harus diantar oleh Kevin. Sejak dulu, dia dan Kevin tidak pernah akur. Seperti kucing dan tikus dalam adegan film Tom and Jerry. Pasti ada saja salahnya. Setelah Lana meletakkan tas di kelas, dia bergegas ke kantin. Masih sepi, hanya ada beberapa orang sedang sarapan. "Bi, nasi uduk ada?"

"Oh ada, masih hangat."

"Satu ya, Bi, sama teh panas satu."

"Anak baru, ya? Nggak pernah keliatan."

"Iya, Bi." Lana tersenyum. Dia mengambil sepiring nasi uduk yang dipersiapkan Bi Surti.

"Nanti tehnya saya antar ya, airnya masih direbus."

"Oke."

Lana duduk di salah satu kursi yang kosong, paling pojok, dekat dengan jendela. Jadi dia bisa menghirup udara pagi. Gadis itu mulai menikmati nasi uduknya sembari menatap ke depan dan detik itu juga terkejut sewaktu menemukan beberapa meter tak jauh dari posisinya. Ada Aryo yang sedang menatapnya. Lana menoleh ke belakang, memastikan barangkali ada orang lain di belakangnya. Nihil. Tidak ada siapa pun di belakang Lana. Jadi arah mata Aryo jelas tertuju untuknya. Lana memakan sambil bertopang dagu, tanpa diduga Aryo mengikuti gerakannya sambil tersenyum.

"Apaan sih," Lana bergumam sendiri, dia menurunkan tangannya dari dagu dan kini terlipat ke depan. Aryo mengikuti lagi. Lana menaikkan alis kanan. Aryo mengikuti. Lana memiringkan wajah ke kiri, Aryo ke kanan. "Nggak jelas banget, sih!"

"Permisi, teh hangatnya nih."

Suara seseorang terdengar dan Aryo langsung duduk di depannya tanpa permisi. "Lo suka nasi uduk, ya?" pertanyaan Aryo terdengar basa-basi, "basi banget ya pertanyaan gue?"

Lana setia membungkam suara. Aryo mengambil kaleng Khong Guan di depannya, mengambilkan kerupuk dan meletakkan di piring Lana. "Kurang mantap kalau nggak pake kerupuk," timpalnya sewaktu melihat Lana menatapnya bingung. Aryo melirik kaleng di depannya. "Lo tahu nggak sih siapa Bapak di keluarga ini?"

DI BAWAH UMURWhere stories live. Discover now