7. Arga dan Dirinya

0 0 0
                                    


"Halo, bun? Ada apa?"

"Gimana mas? Lancar acaranya kemarin?" Arga tersenyum mendengar pertanyaan sang Bunda yang setiap hari meneleponnya.

"Alhamdulillah lancar. Ini Arga mau ikutan sayembara yang terbaru. Doain ya bun,"

"Sayembara? Wih ..., memang anak bunda ini gak ada capek-capeknya. Jangan lupa makan mas, inget kesehatan. Bunda doain menang ya! Mas Arga kan pinter, jadi bunda percaya,"

Arga tersenyum getir, karena baginya kepercayaan orangtua justru membuatnya terbebani.

"Insya Allah bun. Aminn terimakasih doanya," Setelah mengatakan itu, Jihan--Bunda Arga mengucapkan salam dan menutup teleponnya. Arga menghela nafas dan menelungkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. tiba-tiba suara denting notifikasi pada ponselnya membuatnya kembali tersadar.

Cakra

Nanti jadi rapat kan?

Arga mengetik dengan cepat sebelum ada yang izin telat untuk datang rapat nanti, karena ia paling membenci hal yang bernama wasting time. terlebih hanya karena menunggu teman-temannya yang kadang menyepelekan rapat.

Ada. Jangan ada yang telat yaa. Balasnya lalu terkirim dan langsung terbaca setengah dari keseluruhan anggota ruang obrolan.

Rapat keanggotaan sekaligus pembahasan progress dari acara orientasi sudah menjadi rutinitasnya yang tergolong ketua departemen. Sambil menunggu waktu menuju rapat ia melaksanakan ibadah sekaligus membersihkan dirinya dari sisa air hujan yang menempel di sudut pakaian karena harus mengantarkan Ren dulu baru ia pulang.

Tanpa ia perhatikanpun, wajahnya sudah terpaut senyum yang ia sendiri tidak paham maksudnya. Apakah karena tadi ia dan Ren yang hanya berdua dan membahas hal yang jelas-jelas modus belaka tapi ia mampu dan berhasil membuatnya terlihat natural? Ia tak paham bakat darimana yang ia dapatkan saat membuka obrolan iseng tadi.

Selesai shalat dan mandi singkat, Arga mencicil beberapa tugasnya dan berangkat menuju lokasi rapat. Dan yang sudah bisa ia tebak, ia datang pertama.

Ayoo sini, 15 menit lagi mulai lo. Sent.

Arman

Serius lo Ga? Lo mau mulai di suasana gaada orang disana?

Bintang

Bentar Ga. otw.

Sinta

Ih lo kok buru-buru banget sih! Masih diluar nih gueee

Vian

otw

Zahra

otw..

Arga menghela nafas pelan, sudah berpengalaman ia dalam menghadapi suasana menyebalkan seperti ini. Hal ini ia manfaatkan untuk menyicil beberapa kegiatan seperti tugas, dan beberapa file laporan yang harus ia selesaikan.

"Arga? Masih sendirian ya?" Jessi, teman seangkatan yang akhir-akhir ini sering menjadi teman sekelompoknya datang dengan cilok ditangan kanannya. Ia duduk disebelah Arga dan melirik pekerjaan lelaki itu, "Arsitektur Visioner? Lo ngerjain tugas yang baru aja kemarin dikasih?"

Arga mengangguk. Pandangannya tak lepas dari laptop yang ia pangku dikedua pahanya. Jessi tersenyum, mengibaskan rambutnya asal yang tentu ia sengaja agar menarik perhatian Arga yang tengah sibuk.

"Ngerjain bareng yuk abis rapat. Ntar di kafe biasa aja," ajak Jessi.

"Hem ..., liat nanti yak," jawab Arga masih menimang apakah ia ada kegiatan atau tidak.

"Ayolaah, gue bantu kok pasti kalau lo mungkin tabrakan sama suatu tugas. Gue kan jago,"

"Jago ngibul," potong Arga dengan canda.

"Ih jahat! Mau gue cubit ginjal lo?!"

"Wah wah wah ..., gue telat semenit aja udah ada yang pacaran. Najom!" Bintang datang bersama dengan Zahra. Arga melirik jam tangannya, dan benar sudah telat satu menit.

"Apaan tuh Najom Tang?" tanya Jessi.

"Nasib jomblo! Udah buriq, miskin, jomblo lagi," seru Bintang meratapi nasibnya yang malang.

"Lu kan emang buaya Tang, semua cewek lo deketin. Udah tau muka pas-pasan sok banget jadi buaya. Mana ada yang mau," ketus Zahra.

"Lagian Jessi lo pacok-pacokin sama Arga, lo cemburu ya Tang? lo kan dulu pernah nembak doi,"

"Najis, gue udah ada gebetan," jawab Jessi diikuti manik matanya yang menatap Arga dengan cepat.

Bintang mengerucutkan bibirnya, merasa terhina dengan kata-kata najis yang diucapkan Jessi. Lagipula, perkataan Zahra tidak ada yang salah, hanya terlalu benar saja dan itu semakin membuka fakta yang menyedihkan tentangnya.

"Oke, hubungi yang lain ya tolong. Gue mau siap-siap buka rapatnya," Arga berdiri dan membuka ransel yang berisi beberapa map. Kacamatanya yang turun ke batang hidungnya membuatnya semakin terlihat menggemaskan dimata Jessi.

"Lo tuh keliatan banget tau Jes, kalo ngeliatin gausah melotot. Merinding gue kalo jadi Arga," Arman yang tiba-tiba hadir disebelah Jessi bersuara dan sontak mengagetkan gadis yang masih memandangi fisik Arga.

"Bodo amat, biar dia tau sekalian. Emang cowok kayak Arga gitu masih sempet-sempentnya deketin cewek? Kayak dia tuh modelan dideketin," jawab Jessi lalu kembali melirik Arga yang sudah kembali dengan laptop dan kertas beserta beberapa peralatan presentasi.

Arga melihat notifikasi ponselnya yang tertulis grup mata kuliah yang ia ajar sebagai asisten dosen, dan menemukan nama Ren yang berusaha menjelaskan perkataannya tadi siang.

@Arga Putra Mas, udah semua kan ini?

Arga tersenyum simpul, walau ia tahu ia tak bisa membalasnya sekarang tapi gadis itu sudah membuatnya ingin segera mengetik layar sesegera mungkin.

ChamomileWhere stories live. Discover now