6. Bertemu

0 0 0
                                    


Arga
Besok abis kelas asistensi di Cafe 21 ya, biar minggu depan mulai progres yang baru

Ren membaca pesan masuk yang ia terima kemarin malam selesai kelas. Ia menengok kebelakang, melihat Akya yang masih saja membereskan tas tabung dan beberapa alat gambarnya.

"Akya, gue asis. Lo pulang sendiri ya," ujar Ren dan berlalu meninggalkan sahabatnya setelah mendapat anggukan. Ia berjalan menuju cafe dekat kampusnya dengan santai. Maklum, ia selalu menjadi orang yang datang pertama entah disetiap pertemuan, baik rapat maupun kerja kelompok.

Sesampainya ia di cafe tersebut, ia menyadari Arga sudah terlebih dahulu sampai dengan laptop dan kopi didepannya. Meja lebar sudah lelaki itu persiapkan untuk menjalani asistensi.

Saat Ren menaruh tas tabung dan totebag nya didepan Arga itu, barulah lelaki itu menoleh.

"Sudah datang? Temen-temenmu?" tanyanya.

"Belum. Tadi pas baru selese kelas langsung kesini makanya duluan. Gue pesen kopi dulu ya mas," jelas Ren dengan nada khasnya. Arga mengangguk, lalu mengekori pergerakan gadis yang berlalu menuju meja kasir.

Bagi Arga, hanya Ren, gadis yang sudah terlihat menawan walau hanya memakai kemeja dan celana hitam dengan sepatu Nike Airforce-nya yang membuat kaki kecil gadis itu semakin terlihat jenjang. Tatapan sendu Ren selalu menyita perhatian Arga. Entah apa, sesuatu yang membuat gadis itu terlihat begitu misterius dan penuh rahasia.

Sesaat Ren kembali dengan makanannya, barulah Arga kembali memfokuskan diri dengan pekerjaannya. Ren memakan croissant nya dengan tenang dan meneguk Latte dengan sesekali melihat pekerjaan Arga yang cukup banyak baginya.

"Pekerjaan lo udah sampe mana?" tanya Arga membuka percakapan.

Ren menghentikan kegiatannya sejenak lalu membuka tas tabung. Ia memperlihatkan pekerjaan yang ia cicil di kos pada Arga. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum puas padanya, membuat alis Ren terangkat karena lega tidak perlu revisi lagi.

"Minggu depan kita bakal buat perspektif sama plano. Gue bakal sampein ini ke lo kalau temen-temenmu gabisa datang hari ini ya. Tapi gue sampein mungkin ... nunggu satu jam dulu sampe ada yang dateng," jelas Arga. Ren mengangguk, sesekali meneguk kopinya dan menyelesaikan beberapa proyeknya.

"Ngomong-ngomong, Lo keberatan nggak jadi responden gue?" Tanya Arga. Ren menegakkan kepalanya, bertanya dalam diam maksud Arga.

"Gue lagi mau ikut sayembara. Dan ... ini tentang tempat yang dikunjungi gadis muda waktu ... patah hati?" Senyum Arga merekah mendengar penjelasannya yang ia rasa juga aneh. Arga tahu Ren akan jadi responden yang cocok untuk proyek sayembaranya ini.

"Gue? Boleh," Jawab Ren singkat.

"Menurut lo apa yang bikin orang patah hati selain perasaan cinta?" tanya Arga.

Ren tersenyum, "Memang ada patah hati selain perasaan cinta?" Jawab Ren diplomatis.

Arga memalingkan wajahnya dari laptop menuju gadis didepannya. Ia tersenyum, lalu mengangguk sedikit menyetujui.

"Gue rasa, bukan cinta 'itu' yang lo maksud. Tapi cinta itu banyak ragamnya kan? Cinta yang sebenarnya, nggak selalu tentang cowok. Bisa dari orang terdekat kita," Jawab Ren lalu meneguk kopinya.

"Dan gue rasa sebagai cewek seumuran gue rasa 'cinta' itu belum banyak yang mateng. Lebih banyak yang patah hati karena hal lain, sampai suicide jadi tujuan akhir,"

"Tapi gue sering nemu disosial media tentang mental issue di platform diskusi tentang cinta. Gue rasa, lumayan banyak juga yang jadi korban karena perasaan untuk lelaki," Sanggah Arga, mencoba memancing lebih dalam penjelasan Ren yang menurutnya menarik.

"Nggak salah, tapi sebagai pengamat temen-temen sekitar dan ... keluarga gue, rasa cinta itu gak segampang lo dapetin kayak ambil permen di tetangga sebelah rumah. Masih banyak rasa cinta yang bisa lo dapet dari orang sekitar, gaharus dari lawan gender kan?"

Arga tersenyum menyetujui. Ia mengetik beberapa pernyataan Ren yang menurutnya menarik untuk dijadikan responden konsep desainnya.

"Terus menurut lo saat patah hati tempat kayak apa yang lo datengin?" tanya Arga.

"Gue bakal datengin tempat yang bisa buat akal dan pikiran gue ngerasa 'sadar', dan itu kayak tempat ini. A coffee shop,"

She sure likes coffee shop, batin Arga sambil mengetik.

Lelaki itu mengetik jawaban Ren lagi sambil tersenyum. Arga merasa mendayung dua pulau terlampaui. Siapa sangka ia bisa mengenal Ren lebih dekat dengan cara ini?

Sudah hampir satu jam setengah dan teman-teman Ren tidak menampakkan batang hidungnya. Kini hanya Arga dan Ren yang saling berdiskusi sambil asistensi mengenai tugas. Ren tidak menyangka ia bisa seakrab itu dengan Arga. Gadis yang merasa tidak mudah membuka diri jadi lebih santai dengan berbagai celetukan dan kalimat-kalimat Arga yang penuh siratan makna, yang ia sangat sukai.

"Gue yakin sih ini udah cukup banget buat bahan survei. Makasih banyak ya,"

Ren tersenyum lalu mengangguk. Ia membereskan peralatan gambarnya dan bersiap untuk pulang. Arga pun melakukan hal yang sama.

Saat Ren membuka pintu, ia mendapati hujan deras menyiram jalanan yang sudah tidak kering, berarti ia sudah bercengkerama dengan Arga hingga tidak memperhatikan suasana sekitarnya yang sudah sedari tadi hujan. Lantas ia paham kenapa teman-temannya tidak datang.

"Hujan? Gue anter pulang aja. Kos lo dimana?" Arga menyalakan motornya dan memakai jas hujan. Ren menoleh dengan sedikit pandangan sedikit ragu, tapi tak pelik ia menolak ajakan Arga. Siapa lagi yang bisa ia mintai tolong selain lelaki itu?

"Deket sih, gajauh-jauh amat. Daerah Bunga Kamboja." Jelas Ren.

"Oke," Arga memberikan jas hujan pada gadis itu lalu memutar motornya agar bisa dinaiki Ren.

Arga diam-diam tersenyum kecil, membiarkan wajahnya yang tertutupi helm bersemu. Walau ia tahu gadis ditumpangannya belum mengetahui perasaannya, tapi ia berhasil menarik perhatian gadis itu.

Menjadi asdos adalah keputusan terbaik yang pernah lo lakuin Ga.

ChamomileWhere stories live. Discover now