Butuh waktu satu jam lima belas menit sampai akhirnya gue tiba di parkiran khusus dokter RSAI Bandung. Gedung D yang baru rampung dua tahun lalu ini menjadi tujuan gue dalam melangkahkan kaki. Tempat praktek gue ada di lantai dua, suasana klinik eksekutif ini cenderung sepi dan hanya menyisakan beberapa orang aja yang duduk diatas kursi. Beberapa perawat langsung menyambut, memberikan lima map berisi rekam medis dan informasi pasien yang akan gue tangani hari ini.

"Yang ini pasiennya dokter Ferry, dok." Perawat berbaju biru muda itu menjelaskan, "Dokter Ferry lagi ada di Singapura untuk melakukan operasi bedah syaraf, jadi pasiennya yang ini diminta untuk dialihkan ke dokter Joshua."

Gue mengangguk lalu tersenyum, "Oke, langsung panggil pasien pertama aja kalo gitu."

Dia menurut, langsung berjalan menuju pintu untuk memanggil pasien dengan nomor antrean pertama. Rata-rata pasien gue di RSAI ini lansia dan anak-anak, dan pasiennya dokter Ferry yang katanya lagi di Singapura ini adalah seorang remaja usia tujuh belas dan berjenis kelamin perempuan.

Dia pernah kecelakaan yang menyebabkan dirinya mengalami hematoma epidural karena cedera pada tulang tengkoraknya. Lapisan dura pada otaknya robek, mengharuskan dia mendapatkan tindakan kraniotomi atau metode operasi yang membuka sebagian tulang tengkorak untuk memperbaiki kerusakan pada selaput dura. Rupanya ini adalah bulan kedelapan paska dirinya menjalankan operasi, kondisinya sudah sangat sehat walau dia masih mengeluhkan insomnia serta sulit makan.

Pemeriksaan kepada semua pasien berakhir di jam tiga tepat. Gue tidak langsung pulang, pasalnya saat itu salah satu rekan sesama dokter saraf yang menjadi dokter tetap disini mendatangi gue untuk melakukan diskusi singkat soal pasiennya yang ada di HCU. Mungkin gue baru keluar di jam empat sore, saat itu langit agak mendung namun keadaan di rumah sakit tampak lumayan ramai entah oleh para pengunjung atau pegawai yang baru bubar kerja.

"Dokter Joshua."

Gue yang tengah berjalan melewati lorong penghubung antara gedung D dengan Cancer Center sontak menoleh tatkala sebuah suara memanggil dari belakang. Cukup kaget sih, bingung juga kenapa bisa seorang Alexa ada disini- dengan pakaian santai pula.

"Loh? Kok disini?" Gue menyambut dengan ramah

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Loh? Kok disini?" Gue menyambut dengan ramah. Berdiri di tempat tanpa bergerak hanya untuk menunggu Alexa yang sekarang berlari kecil dari ujung lorong. Suara hak sepatunya yang tidak lebih dari tiga senti itu menggema, perlahan langkahnya memelan tatkala dia sudah berada dalam jarak satu meter dari tubuh gue.

"Jenguk temen, di lantai enam." Jawabnya. Setau gue lantai enam merupakan lantai khusus pelayanan bersalin atau obgyn. Ada ruang rawat intensif dan kamar operasi disana, bisa dipastikan Alexa sedang menjenguk temannya yang hendak melahirkan.

"Oh, melahirkan?"

Kepalanya mengangguk, "Iya, belum tapi, rencana caesar soalnya sungsang." kakinya kembali melangkah, kali ini menyesuaikan dengan gerakan gue. Kecanggungan yang sempat terjadi karena obrolan di mobil beberapa minggu lalu telah hilang, meski setelah itu keadaan menjadi sedikit berbeda karena secara blak-blakan gue mencegah sesuatu yang lebih terjadi diantara kita.

TIGA BELAS JIWAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz