Mau tidak mau Raksa ikut keluar. Ia tak bisa mengabaikan tugasnya begitu saja.

Raksa hendak mendekat ke arah Nadin yang sudah mengacungkan senjatanya itu. Namun entah apa yang membuat Nadin bisa membagi fokusnya, tangan kirinya menginstruksikan agar Raksa tak mendekat. Lantas sebuah timah panas terlontar dari senjata Nadin. Perempuan itu bergerak cepat dengan membabi buta mereka yang berada di depannya. Lantas Raksa ikut memback up gadis itu.

"Bodoh!" Umpat Raksa kembali pada Nadin. Namun Nadin tak gentar. Lantas gadis itu bersemangat menembak ke segala penjuru. Bahkan beberapa kali bermanuver dan membuat Raksa seketika bungkam.

Tidak ada ampun. Apalagi menyerah untuk mereka yang membuat negara gaduh.

"Bodoh!" Umpat Nadin. Gadis itu tersenyum tipis, membuat sudut bibirnya terangkat sedikit.

Beberapa keparat itu sudah terkapar di tanah, beberapa mereka meregang nyawa hanya dengan sekali tembakan. Benar kata Bu Maria, Nadin tidak bisa di remehkan begitu saja. Mungkin tampilannya biasa, kerudung hitam dengan pakaian yang tak begitu berharga, namun gadis itu mampu melawan umpatan Raksa yang bertubi-tubi memenuhi gendang telinganya.

Adu timah panas masih berlanjut. Bahkan mereka berempat harus berhadapan dengan 7 orangan, lengkap dengan senjata laras panjang yang Nadin ketahui sebagai senjata rakitan hasil selundupan.

Akhirnya Nadin dan Raksa yang sibuk saling memback up . Namun mampaknya merekalah yang terserang dan tersudut di tengah, membuat mereka terkepung. Namun Nadin tetap mengacungkan senjatanya, tak menyerah seperti intruksi kepala keparat itu.

"Bajingan! Bangsat! Dasar otak udang kalian!" Umpat laki-laki yang diduga sebagai kepala mereka. Laki-laki itu tersenyum plas ketika berhasil membuat Nadin dan Raksa terpojok.

Sementara itu, Dani dan Bu Maria tak terlihat. Sebelum Raksa ikut bertempur, laki-laki itu berpesan untuk membawa Bu Maria itu ke tempat yang aman. Tak mungkin Raksa membiarkan perempun yang sudah berumur itu adu senjata. Dani pun tak protes karena ia di didik untuk loyal dengan atasannya itu. Lagipula kata Raksa memang benar. Lebih baik ia mengamankan Bu Maria dan ia sangat percaya jika atasannya itu mampu.

Lantas biarlah Raksa dan gadis keras kepala itu yang bergerak. Biarlah mereka yang basah, sekalian kuyup saja.

Kini Nadin dan Raksa terkepung. "Menyerahlah maka, kalian akan selamat." Ucap laki-laki itu lagi. Berusaha menawarkan opsi yang pada akhirnya hanya menguntungkan di pihaknya.

Nadin menatap tajam laki-laki itu. "Atau nona yang cantik itu bersenang-senang denganku?" Ucapan penuh tatapan menjijikkan itu membuat Nadin muak dan ingin mematahkan tulang lehernya.

Demi apapun Nadin akan membuat laki-laki itu menyesal seumur hidupnya. Ia tak Terima di lecehkan. Begitu pula dengan Raksa yang marah ketika mendengar nada melecehkan untuk Nadin. Bagaimana juga ia punya mama dan adik perempuan dimana ia akan tak Terima ketika mama atau adiknya di katai seperti itu.

"Sialan!" Umpat Nadin kemudian. Ia sudah kelewat marah dengan orang-orang pengecut di depannya itu. Lalu dengan sekali lepas, Nadin mengarahkan senjatanya itu untuk mengenai kepala mereka, namun nasib ketua komplotan itu nampaknya baik sehingga tembakan Nadin meleset. Ketua tersebut memilih lari karena senjatanya sudah terlempar jauh dan berada di dekat Nadin. Lantas Nadin mengambil jenis senjata rakitan itu dan digunakan untuk melawan mereka. Mereka yang tak kuat nyalinya memilih melarikan diri, sedangkan yang sudah memegang senjata dan beradu timah panas itu memilih melanjutkan kembali pertarungan panas ini.

Seperti tak kehabisan akal, perempuan itu melakukan manuver beberapa kali hingga fokus Raksa beberapa kali tergoyahkan dengan kemampuan Nadin.

'Kamu jangan meremehkan gadis ini.' kata-kata Bu Maria terngiang kembali di benak Raksa.

DersikWhere stories live. Discover now