[II] Gift

2.6K 305 20
                                    

Hinata menggerak-gerakkan kakinya gelisah. Ia baru saja dijemput Aori dari sekolah. Tentu dengan mobil Mercedes Benz tipe Cla-Class hitam seharga enam ribu yen. Para siswa pun seakan sudah terbiasa dengan kebiasaan Hinata yang diantar jemput seperti itu. Toh, anak sulung Hyuuga itu sangat diincar oleh banyak orang-orang jahat di luar sana.

Mobil itu menerjang jalanan ramai Tokyo. Menuju kantor Hyuuga Corporation atau yang lebih dikenal dengan Shukufuku yang terletak di pusat bisnis, Roppongi. Gedung 12 lantai tepat di seberang kantor TV Asahi. Kurang lebih 4 kilometer dari SMA Hibiya.

Shukufuku, dijuluki demikian karena perusahaan itu memang seperti berkah untuk negeri sakura. Hyuuga sudah turun temurun berbisnis di bidang ekspor impor, sudah hampir 4 generasi. Banyak perusahaan lain yang ingin bekerjasama dengan Shukufuku. Mulai dari otomotif, elektronik, sampai lokomotif. Sahamnya sekitar 5 miliar yen dan 24% dikuasai oleh Hiashi. Menjadikannya Presiden Direktur dan pewaris utama.

Hinata kesal karena kegiatan setelah sekolahnya harus diganggu oleh sang ayah. Padahal hari ini sedang ada diskon untuk action figure di Kotobukiya, Akihabara. Hinata sudah menunggu-nunggu kalender untuk sampai pada hari ini. Hah, pokoknya ayahnya itu harus bertanggungjawab karena sudah mengecewakan anak perempuan ini.

Barang-barang di tubuh Hinata memang branded dan mahal, tapi itu semua karena dibelikan oleh ayah dan ibunya. Hinata akan lebih memilih membeli barang murah namun nyaman untuknya ketimbang barang-barang mahal yang hanya mengejar merk dagang.

Mobil itu akhirnya sampai di depan pintu utama gedung. Hinata turun setelah menyuruh Aori untuk membelikannya makanan dari kedai burrito kesukaannya.

Sepanjang mata Hinata, dia hanya melihat orang-orang yang membungkuk sopan padanya. Padahal Hinata tak suka diperlakukan demikian, tapi dia berusaha untuk bersikap masa bodoh saja.

Ia kemudian masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju lantai 12, tempat dimana ayahnya berada sekarang. Di dalam sepetak ruangan berjalan bersama pegawai-pegawai yang hapal mati mukamu tak begitu menyenangkan, begitu setidaknya bagi Hinata. Dia harus menahan senyumnya agar terus mengembang.

Ting!

Lantai selusin. Melelahkan juga berdiri di dalam sana dan sampai di kantor ayahnya ini. Dia ingin mengumandangkan makian pada siapapun yang membuat lift begitu lama untuk tiba.

"Selamat sore, Nona," sapa sekretaris ayahnya, Hatake Kakashi yang sudah hampir 10 tahun menjadi karyawan di Shukufuku. Pria 30'an itu tersenyum dengan bibir tipisnya kepada Hinata.

"Selamat sore juga, Kakashi-san. Apakah ayah ada?" Pertanyaan yang cukup lucu sebenarnya. Logikanya adalah, bila ada Kakashi di balik meja kerjanya pasti ada Hiashi juga di dalam ruangannya yang super mewah itu.

"Tentu saja, Nona," jawab Kakashi masih dengan senyuman mengerikan itu. Iya, bagi Hinata senyuman lelaki itu tak pernah berubah. Tetap tak menyenangkan dan menakutkan.

Hinata memutuskan untuk melangkah masuk. Membuka dua pintu besar berbahan kayu ulin yang lumayan berat. Sepatunya mengetuk-ngetuk lantai menjadikannya menggema ke penghujung ruangan. Namun langkahnya itu harus terhenti. Kala melihat ayahnya tak sendiri.

"Lama tak berjumpa, Hinata-chan," orang itu berambut pirang dan bermata biru. Siapa lagi kalau bukan Namikaze Minato, pemilik dari Namikaze Industry. Pabrik pembuat baja yang sudah lama bekerjasama dengan Shukufuku.

"Selamat sore, Namikaze-san," tutur Hinata membungkuk entah keberapa kali hari ini. Punggung dan pipinya sudah pegal. Benar-benar lelah.

"Dia memang secantik ibunya," ujar Minato ketika Hinata duduk di seberangnya.

MISS HYUUGA [On Hold]Where stories live. Discover now