1

4 1 0
                                    

"jangann...jangan bunuh mereka...

Aku mohon...

lepaskan mereka...

Aku yang kau inginkan. Jadi jangan pernah sakiti mereka. Aku akan menuruti apapun maumu tapi stopp sakiti mereka"

Suara teriakan gadis yang begitu lirih membuat setiap telinga yang mendengarnya akan merasa iba. Tangisan pilunya begitu menggema di dalam ruang petak yang ber cat biru tua itu.

Suasana malam yang sunyi seakan terkurung dalam ruangan yang bertemakan night sky tersebut. Ditambah seorang gadis yang begitu ketakutan seakan hidupnya sangatlah ter-ancam.

Keringat dingin keluar dari tubuhnya bagaikan air yang mengalir. Gerangan demi gerangan terdengar dari mulutnya diiringi tangisan pilu.

Cklekk...

Suara pintu terbuka bagaikan pasokan udara luar yang begitu melegakan. Seseorang mendekat pada gadis yang terlihat risau dalam tidur nya.

Melihat kerutan dalam di dahi sang gadis membuat orang itu cemas.

"Wiea...." orang itu memanggil sang gadis dengan lembut. Tangannya menyapu surai wajah Wiea untuk membersihkan keringat.

"Wiea bangun nak... " ucapnya lagi dengan sedikit menepuk pipi Wiea yang lembab karena keringat dan airmata.

Merasa tidurnya terganggu, Wiea terbangun dengan air mata yang tumpah. Lagi lagi pipinya harus basah karena air mata.

Mata sendunya menatap pada orang yang sekarang ada di depannya. "mama, Wiea takut" ucapnya kemudian berhambur memeluk sang mama.

"Wiea mimpi buruk lagi?"

"lebih buruk dari yang sering Wiea mimpikan maa..." ucap Wiea dengan lirih.

"tenang sayang, mimpi hanyalah bunga tidur. Kau tak perlu memusingkan hal seperti itu" tenang sang mama dengan memeluk dan mengusap kepala Wiea dengan lembut.

"tapi mimpi ini tampak nyata. Semakin hari pemuda itu semakin mengerikan ma. Dia bilang kalau dia bakalan kesini buat nemuin aku" elak Wiea dengan bibir bergetar,membuat airmatanya kembali mengalir tanpa aba aba.

"Wiea sayang. Kita hidup di dunia nyata. Ngga ada mahluk mahluk seperti yang kamu mimpikan. Apalagi pemuda itu. Ngga ada orang yang bisa mengendalikan jiwa ataupun menghilang dan teleportasi. Itu semua hanya ada di dongeng sayang" jelas sang mama dengan sabar.

Wiea yang mendengar hanya mampu mengangguk pasrah. Tak ada yang percaya padanya. Mimpi yang seakan nyata. Begitu pula dengan tanda dari lelaki itu.

Ya, dalam mimpinya Wiea telah di klaim seseorang untuk menjadi miliknya. Bahkan dirinya telah ditandai oleh pemuda itu. Tanda yang seperti tato tiga dimensi melingkar di pergelangan tangannya.

Pemuda itu menyebutnya gelang pengikat. Gelang itu menyatu dengan kulitnya. Membentuk daun daun kecil yang ditata melintang. Daunnya berwarna merah bagai kelopak bunga mawar. Namun tepian daun bagaikan ditaburi gliter berwarna emas. Tak lupa juga mandel hati yang di tengahnya terdapat gambaran bunga mawar merah dengan tepian hitam. Membuat bunga itu terlihat mencolok bagaikan hidup.

Jika dari jauh, gelang itu memang tampak nyata. Bahkan dari dekat gelang itu kelihatan ada. Padahal jika di sentuh, itu hanyalah gambaran. Sebuah seni yang begitu memukau dan bisa menyihir mata.

Bukan hanya di mimpi. Tapi setelah bangun tidur. Gelang pengikat itu masih tercetak jelas di pergelangan tangannya. Seakan memberikan ingatan jika semua yang di impikannya bukan lah sekedar bunga tidur. Melainkan sebuah kenyataan.

pleasant "EMERGENCY"Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora