Bagian Satu

5.6K 477 14
                                    

Suara yang tak asing lagi di indera pendengarannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara yang tak asing lagi di indera pendengarannya. Suara lembut yang setiap pagi selalu menyambut harinya. Sosok yang sangat ia sayangi.

"Bunda? Bunda ngapain disini?"

Bunda tersenyum menatap anaknya. Tapi senyumnya pudar disaat ia sadar bahwa Adit dan Arik tak bersama. Bunda bingung, kenapa kedua anaknya sangat jarang bersama. Padahal Bunda sangat senang ketika melihat mereka berdua bersama seperti dulu.

Mungkin Bunda tahu alasan mengapa Adit dan Arik tak sedekat dulu. Tapi rasanya begitu sesak jika memang alasan itu benar. Kini mata Bunda berkaca-kaca. Adit menatap mata Bunda, disana air mata itu akan tumpah. Secepatnya Adit menenangkan Bunda.

"Bunda, ayo kita pulang. Awan udah mendung."

Bian yang memperhatikan Adit dan Bundanya hanya tersenyum. Seandainya Ibunya masih bersamanya, mungkin ia akan merasa sangat bahagia. Tapi sayangnya, Sang Ibu pergi entah kemana disaat Bian berusia 6 tahun. Kini Bian hanya tinggal bersama Ayahnya. Sosok yang menjadi penyemangat hidupnya.

🍁🍁🍁

Hujan mulai turun membasahi bumi. Rasa sejuk kini memeluk nyaman. Gemercik air hujan memenuhi indera pendengaran. Arik tersenyum, ia teringat masa-masa dimana dirinya dan Adit selalu bermain dibawah derasnya hujan. Tak perduli teriakan Bunda yang menyuruh mereka untuk segera masuk. Mereka tak perduli jika nanti mereka berdua akan dimarahi oleh Ayah.

Kenangan 13 tahun yang lalu berhasil membuat Arik rindu. Rindu sosok Kakak yang selalu menjaganya, sosok yang tak ingin Adiknya disakiti. Sosok yang rela mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan Adiknya. Sosok saudara kembar yang akan memperlihatkan keberaniannya disaat Sang Adik ketakutan.

Tak terasa air mata Arik kini terjun bebas. Tak sadar ia mengingat kembali kenangan yang membuatnya merasa sesak. Sudahlah, lupakan semuanya. Kenangan itu tak akan bisa ia rasakan lagi. Arik semakin merasa bersalah jika mengingat masa lalu mereka.

Arik berpikir, tak seharusnya ia dilahirkan. Ia hanya menambah beban. Adit sendiri yang berkata jika hidup Arik di dunia hanya membuatnya kurang kasih sayang dari Bunda. Sudah berapa kali kata itu terngiang-ngiang di pikirannya. Tuhan, hilangkan kalimat itu dari pikirannya. Arik sudah terlalu rapuh untuk merasakan kalimat tajam yang keluar dari mulut Adit.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, membuat lamunan Arik buyar. Arik berdiri, membuka pintu yang sengaja ia kunci. Ruangan itu menjadi tempat penenang bagi Arik. Banyak kenangan yang tersimpan di dalamnya. Banyak barang yang menjadi saksi bisu kerapuhan seorang Arik. Karna hanya di dalam kamarnya lah, Arik bisa dengan bebas meluapkan kesedihannya.

Setelah pintu terbuka, nampaklah Bunda yang tengah membawa segelas teh hangat dengan asap yang masih mengepul. Bunda sangat tahu apa yang anaknya butuhkan. Biasanya disaat hujan seperti ini, Arik akan membuat teh hangat sendiri. Tapi kali ini spesial, teh hangat kali ini buatan Bunda. Rasanya sudah tak sabar untuk menyeruput secangkir teh itu, dengan ditemani rinai hujan yang menyejukkan.

PERGI [COMPLETE]Where stories live. Discover now