11. Hesti

351 52 9
                                    

Gue bukannya nggak senang ditolong sama Desta nyebelin. Tapi, gue masih gedek aja. Ngapain dia sok mau jadi pahlawan?


Keadaan yang bagai keramaian pasar malam membuat gue pusing. Gue ngebayangin, apa yang bakal terjadi selanjutnya. Gue anak baru dan sekarang malah berurusan sama banyak senior.


Badan gue bergidik dan kaku. Ini kali pertama gue ngerasain yang begini, ngerasaain terror lahir dan batin.

Setidaknya semua menjadi lebih kondusif ketika empat senior narik si kribo dan gue narik Desta mundur.

Dalam hiruk pikuk gue mendengar beberapa senior angkat bicara.

"Sok jago banget sih."

"Nggak tahu tuh anak baru."

"Mentang mentang kenalannya Sherin."

Bisik bisik senior membuat gue semakin merasa bersalah. Gue menarik lengan seragam Desta dan bilang, "Terima kasih." Setidaknya gue nggak lupa kan, sama kalimat itu?

Tiba tiba gue nangkap senyum dia. Seketika seluruh hiruk pikuk di sekitar sirna dan gue sama dia seperti berada di dunia lain.

Kita berada di taman bunga dan sekitar kita dikelilingi gulali.

Gue fokus ke mata hitamnya. Mata yang udah lama nggak gue lihat sedekat ini. Sekarang mata berbentuk almond itu menghipnotis gue seperti ketika kami berlatih basket. Bedanya, sekarang gue harus sedikit mendongak untuk menikmati wajahnya..... dia tambah cakep. Walau kulit wajahnya nggak putih, tapi terawat dan maskulin.

Duh, dada gue kenapa kok jadi sesak ya?

Biasanya lihat cowok biasa aja, kok sekarang begini?

Tiba tiba dia bilang, "Hesti, aku mau ngomong sesuatu."

"Apaan? Masalah apa lagi? Gue udah bilang makasih, kan? Kurang?"

"Bukan, tapi sesuat yang serius."

Debaran dalam dada gue semakin nggak terkontrol. Masak iya dia mau nembak gue? Hellow, kita belum baikan, loh.

"Sebenarnya--"

Sebelum Desta selesai bicara, senior bernama Sherin menghampiri kami. Raut wajah tirusnya pucat pasi. Gue denger dari murid murid baru, nih orang punya jabatan di OSIS. Kayaknya sih bagian sesi penanggung jawab gitu.

"Aduh, aduh gimana nih?" Dia panik menggigit kuku jari sambil bersedekap. "Bisa bisa nama baik sekolah rusak. Aduh bisa di skorsing aku."

"Maaf Kak," si kucing garong sok keren di depan senior, sok pegang lengannya, membuat Sherin memandangnya. "Semua salahku, aku yang akan tanggung ajwab."

"Bagus, lo sadar. Goblok." Kesel gue lihat dia sok jago. Mana pegang pegang tangan cewek segala. Playboy. Cuih.

"Heh, kamu kenapa sih?" tanya Desta,).

Masih nanya lagi! "Nggak apa apa, kebelet beraj aja." Ngapain lo pake nanya, bego? Bukannya lo tadi mau nembak gue? Sekarang ada yang cantik aja lo perhatiannya ganti ke dia. Najis nih cowok. Emang ya, dia tuh pantasnya nggak usah ditemenin.

Terserah, bodo amat! No komen!

Gue denger celotehan massa murid murid baru teriak sambil ngerekam. "Pembullian di sekolah SMA Gakaya! Pembullyan di sekolah Gakaya!"

Gue nggak secerdas Einstain, tapi gue paham banget kalau rekaman aksi Desta lawan kribo sampai viral, nanti yang kena ya para senior dan nasib gue sama Desta juga diujung tanduk. Lah kita berdua aktor dan artis utamanya, kok.

Kebayang pula raut wajah Ibu gue kalau tahu anaknya kena bully, terus viral. Ibu pasti nyuruh gue pindah sekolah dan pupus sudah harapan gue sekolah di sini.

Gue memperhatikan sekali lagi sekeliling dan kali ini gue mengamati gedung sekolah. Siapa tahu ini hari terakhir gue bisa melihat gedung sekolah idaman gue.

Padahal, gue banyak berharap pada sekolah ini. Gue berharap bakal ada cerita cinta gue, drama persahabatan, dan kekonyolan masa SMA di sini.

Tiba - tiba gue melihat sosok cowok. Dia pakai seragam tapi nggak dikancing. Kedua tangannya di pagar koridor lantai dua. Dia ngelihatin gue sambil senyum ketika angin membuat rambut pirangnya yang panjang bergelombang bergerak gerak.

Dari jauh aja udah kelihatan ganteng banget, mana kulitnya kekuningan, tinggi kayak bule, wow banget.

Andai gue nggak dapat masalah konyol, pasti gue bakal kenalan sama tuh cowok. Serius. Selain tipe Oppa, Gue juga demen yang begituan.

Aduuh kepala gue kok pusing ya?

"Kalian berdua ikut aku." Sherin membuka jalan menuju koridor lantai satu. Lalu, Desta ngikutin dia. Gue pun ikut.

Koridor lumayan sepi, hanya ada beberapa senior yang berdiskus. Ketika kami datang, mereka memandang lekat gue sama playboy. Pas mandang gue, mereka senyum.

Kan gue jadi malu.

"Ini toh ceweknya? Lumayan manis," ujar salah satu dari mereka. "Worth it sih buat dibela."

Dalam keadaan normal gue bakal jingkrak jingkrak, seneng banget dipuji begitu. Sekarang nggak. Kepala gue cenat cenut. Nggak tahu kenapa, lemas gitu. Apa efek belum sarapan?

Sherin mondar mandir. Ketika berpapasan dengan beberapa senior yang baru datang, dia bertanya, "Gimana? Mereka mau ngehapus?"

Senior cemas menjawab, "Nggak. Mereka simoan di cloud. Bahaya ini, kalau sampai kesebar."

"Kamu sih pake sok jago!" Keluh Sherin, mendorong dada cowok kribo.

"Temanmu tuh yang mulai, si Cindy Dea!" sahut Keribo.

Para senior mulai cekcok  saling menyalahkan. Gue nggak peduli. Yang gue mau hanya cepat pulang, minum obat, makan, terus tidur.

Tiba - tiba, Desta menaruh punggung tangannya ke kening gue. Sontak gue tepis tangannya.

"Apaan sih?"

"Kamu panas, loh."

"Biasa aja," sahut gue. "Kena jemur ya panas."

Gue tepis tangannya yang mau megang kening gue lagi. Sorry ye, gue bukan cewek lemah yang ngalem ke cowok. Sakit dikit ngeluh. Nggak banget.

Sherin datang lagi dan kami otomatis fokus ke dia.

"Gini," kata Sherin. "Kalian berdua, tolong nanti kalau ditanya sama orang, jawab aja semua kejadian ini hanya prank, ini semua settingan. Semua keributan tadi setingan. Please..... nanti kami semua kena masalah."

Gue mengangguk ajalah, kepala gue mau pecah. Bodo amat dah mau apa juga, yang penting cepet selesai.

"Enak banget ya." Desta narik gue mundur sebelum gue ditarik Sherin. "Jadi kami disuruh ngaku kalau semua setingan. Apa untungnya buat kami?"

Aduh si playboy ecek ecek mulai ngebacot. Maunya apa sih ini orang?

"Aku mau para senior yang sok jago minta maaf ke Hesti. Kalau nggak, yaudah. Aku nggak mau kerja sama."

"Desta, kamu kok gitu. Demi aku Desta," Sherin melas melas.

Desta menjawab, "Maaf Kak. Hesti tuh cewek loh. Masak iya mau ditinju oleh tuh cowok?"

Keadaan runyam lagi. Para senior debat lagi dan pada akhirnya Sherin maksa si kribo sama Cindy buat minta maaf ke gue.

Tapi, gue yakin mereka nggak niat minta maaf. Cuma kepaksa. Lihat aja tatapan sinis mereka. Cindy ke gue, keribo ke Desta.

Karena kepala gue sedang cenat cenut, gue nggak ambil pusing dan langsung maafin mereka.

Lalu kami kembali ke lapangan, masang wajah ceria di depan semua orang, bilang semua cuma prank. Semua berakhir bahagia, kecuali gue.

Nggak tahu dah, ada apa ini. Yang jelas semua berputar - putar dan semua menjadi terang dan hangat.

"Hesti? Hesti!"

****
Jangan lupa vote dan beri komentar ya. Bantu promosi kalau mau. Makasih.

Maghnetic LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang