Chapter 4: Day 1 (2)

44 12 4
                                    

Michael POV

Aku pasti sudah gila.

Aku tak menyangka Karra Keene akan pingsan saking kelelahannya. Yah... ini diluar prediksiku. Sebenarnya, percobaan terakhirnya berhasil. Bahkan dari awal ia mencoba melakukan telepati kepadaku, ia sudah berhasil. Aku sengaja mempermainkannya, hanya untuk menguji sejauh mana tingkat kesabarannya padaku.

Aku terkekeh pelan, mataku tak hentinya menatap wajah Karra. Cantik, hanya itu yang bisa kugambarkan.

Tanganku tanpa sadar terangkat dan mengusap rambut Karra pelan. Gadis ini cukup imut ketika sedang marah tadi. Sepertinya aku dengan senang hati akan terus membuatnya marah.

Aku terlonjak kaget ketika mata itu terbuka perlahan. Pandangannya bertubrukan dengan mataku. Kemudian...

Plak!

"Aku tahu kau orang yang menyebalkan, Michael." desisnya kesal. Pipinya menggembung, dan sesaat kemudian, mengempis dan matanya berkaca-kaca.

Aku mengusap pipiku yang baru saja mendapat tamparan tak terduga dari Karra.

Dan aku malah melongo seperti orang bodoh ketika melihat Karra yang seperti tengah menahan tangisnya.

"Berapa lama aku pingsan?" tanyanya kemudian. Ia mengusap matanya kasar. Mataku tak luput dari setetes air mata yang jatuh, meskipun terlihat samar.

"E-eh... Tidak terlalu lama, mungkin sekitar 10 atau 15 menit." jawabku kikuk.

"Dan kau dengan begitu menyebalkannya hanya memperhatikanku ketika aku pingsan, hm?" Matanya menerawang jauh. Kini tak lagi menatapku yang berusaha memikirkan sebuah jawaban dari pertanyaannya yang bermaksud menyindir itu.

"Sepertinya kau suka sekali memakai kata 'menyebalkan' padaku." balasku sambil tersenyum tipis. "Apakah aku semenyebalkan itu?" tanyaku pelan. Mataku menatap kedua matanya dalam, ia hanya melirik sekilas dan mengedikkan bahunya.

Kududukkan tubuhku di sebelah Karra yang kini tengah menatap langit-langit ruang latihan dengan pandangan kosong.

"Sungguh, aku membencimu, Michael." lirihnya tiba-tiba. "Aku tak ingin mengetahui apa yang seharusnya memang tak aku ketahui." Lanjutnya dengan suara bergetar. Sepertinya ia akan menangis lagi. "Kau... bahkan dengan mudahnya mengatakan hal itu..."

Aku mengusap tengkukku pelan. Bingung harus membalas apa.

"Tapi... benarkah yang kau katakan itu? Ada ras penengah antara Lightside dan Darkside, dan aku adalah ras terakhir dari mereka?" Ia kembali bersuara, mengutarakan pertanyaan yang hanya mampu kujawab dengan anggukan kepala.

"Lalu... Orang tuaku..."

Kemudian, hening.

Karra menangis dalam diam.

Dan aku tak berkomentar apapun.

Kau tahu jawabanku, Karra. Tetapi kau masih saja menanyakannya, bodoh.

Kusandarkan kepalanya di bahuku, tanganku mengusap punggungnya pelan guna menenangkannya yang malah terisak semakin kencang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Karra dan Michael berjalan beriringan. Michael membawa Karra ke penjara bawah tanah di istana, tempat sang Ratu menyimpan para Lightsiders. Lightsiders yang hanya dibutuhkan ketika seorang Darksiders kehabisan energi, miris sekali.

"Michael, bolehkah aku memanggilmu Mike? Aku merasa namamu terlalu panjang untuk diucapkan, dan aku juga minta maaf mungkin karena sikapku yang kurang sopan." Karra memecah hening. Michael yang berjalan dihadapannya tersenyum tipis tanpa Karra ketahui.

"Iya," balas Michael singkat.

Hening kembali melingkupi keduanya.

"Mike, menurutmu... apakah... ibuku masih ditawan di penjara bawah tanah itu?" tanya Karra gugup. Sebelumnya Michael telah memberitahunya bahwa ibunya adalah seorang Lightsiders dan ada kemungkinan sedang ditawan oleh sang Ratu. Tetapi ayahnya... kecil kemungkinan kalau ayahnya yang seorang Darksiders itu masih hidup.

"Entahlah, kita tak akan tahu kalau belum melihat bukan?" Michael menyeringai datar dan membuka sebuah pintu besi dengan suara berkeriut yang aneh. Pintu itu terbuka, menampakkan bersel-sel penjara dengan jeruji besi yang gelap.

Suara rintihan samar terdengar menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Karra bergidik mendengarnya. Seketika ia merasa iba sekaligus jijik.

Iba, karena para Lightsiders ini dikurung diruang bawah tanah yang gelap dan pengap.

Jijik, karena para Lightsiders ini yang membuat hidupnya seperti di dalam drama yang skenarionya hancur berantakan.

Karra mengepalkan tangannya kesal, andaikata...

"Hey, bagaimana? Kau mau mencari ibumu tidak?"

Karra tersenyum sinis.

"Aku sepertinya sudah menemukannya disebelah sana," Karra menunjuk ke sel penjara paling ujung. Michael mengerutkan keningnya tak yakin.

"Kenapa kau bisa begitu yakin?"

"Entahlah, aku merasa energi di sana agak mirip dengan energi milikku..." Karra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejak terbangun dari pingsannya, ia sedikit banyak sudah lebih tahu tentang hubungan antara energi Darksiders, dengan kekuatan Darksiders.

Cara membedakan energinya...

Cara merasakan energinya...

Karra sudah mulai mengerti.

Dengan langkah mantap, ia melangkah menuju sel penjara paling ujung itu. Sel penjara yang paling gelap, paling sunyi, dan paling berbeda dari sel lainnya...



To be continue...

Hello guyss, maafin yah aku baru bisa update sekarang, hehe

Jangan lupa vote and coment yahh
Kritik dan saran juga sangat diperlukan oleh penulis amatir yang satu ini >_<

Lightside And DarksideWhere stories live. Discover now