[5]

137 42 11
                                    


Aku membuka mataku perlahan. Mesin mobil berhenti. Sontak aku langsung membenarkan posisi tubuhku.

Aku menguap panjang.

"Tadinya aku akan membawamu ke hotel untuk menginap disana sementara waktu. Namun ternyata kau sudah bangun. Aku hanya ingin bertanya dimana rumahmu," samar-samar aku mendengar suara seorang pria di hadapanku. Kepalanya mendekat kearah wajahku.

Jiwaku belum terkumpul.

"Boleh aku tidur lagi? Ini belum pagi, kan?"

"Tidurlah, aku akan membawamu ke hotel."

"Mwo?!"

Aku berusaha mengatur napas. Penglihatanku sudah mulai membaik. Kudengar pria itu malah berdeham.

Di dalam mobil, di tengah sepinya jalanan Suwon dan sepoi-sepoi angin malam yang mengintip dari kaca mobil yang sedikit terbuka.

Aku menengadahkan kepalaku yang sedari tadi menunduk. Pria itu masih mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Kau mungkin beruntung saat ini," ucapnya.

Aku tidak paham dengan makna keberuntungan dalam situasi seperti ini. Bagiku, sama sekali bukan keberuntungan.

Udara Air Conditioner yang berasal dari mesin mobil membuyarkan lamunanku. Pasalnya, semua yang kukenakan saat ini sama sekali tidak berfungsi sebagai tameng dari udara mobil yang menusuk di tengah malam seperti ini.

Aku mendekap sekujur tubuhku. Bibir dan wajahku mungkin sudah pucat pasi. Tidak ada reaksi apapun dari pria itu. Kupikir setelah aku memberi kode seperti ini, ia akan melepas jas yang ia kenakan kemudian menutupi tubuhku dengan jasnya.

"Dingin sekali, ya-"

Tiba-tiba pria itu melepaskan jas lalu menyodorkannya kepadaku.

"Mianhae, aku ingin pulang saja," aku meletakkan jas milik pria itu kembali di pangkuannya.

Ia mengembuskan napas kasar.

"Dimana alamatmu?" tanyanya dengan halus.

"Biar aku yang menyetirnya," sahutku yang sudah tak sabaran.

Tanpa menoleh pun, aku sudah merasakan keheranannya.

"Dasar gadis. Tidak tahu situasi seperti ini masih saja bercanda."

Spontan ia langsung menancapkan gas dan membanting setir mobil. Mobil melaju dengan kecepatan yang tidak normal.

Aku memang bisa menyetir mobil. Sewaktu itu Jungmin Oppa pernah mengajariku karena aku merengek ingin bisa menyetir mobil.

Aku sampai menundukkan kepala, dan menatap jari-jari tanganku yang saling meremas satu sama lain.

Dan kurasa, di situlah awalan dan alasan.

Aku tambah membencinya.

...

Aku hampir melupakan semuanya. Saat seseorang membuka tirai kamarku dan mematikan jam alarm yang sedari tadi berdering. Cahaya mentari menembus jendela-jendela dan menyeruak hingga seluruh sudut kamarku.

YouKde žijí příběhy. Začni objevovat