Opening

236 21 14
                                    

Seorang perempuan berlari mengejar bayangannya sendiri. Ada begitu banyak hal yang ingin dia bicarakan. Apa saja. Iya apa saja kecuali tentang jarum jam berkarat yang menggantung di dalam otaknya. Sebaiknya dia tidak usah melirik jam busuk itu atau dia hanya akan terjebak dalam gambaran pikiran tentang kemarin, suatu hari yang tenang atau hari-hari lain yang membuatnya lupa dengan hari ini. Sial. Dunia menjadi kacau balau sejak manusia mulai hobi memakai benda sialan itu. Menjadi budak jadwal yang begitu protokoler. Termasuk perempuan itu.

Lihat saja. Pasti sebentar lagi dia dipaksa menyerah menghadapi waktu. Menyusun setiap jadwal yang harus dia lakukan, meskipun yang ia pikirkan adalah mencari tahu tentang bagaimana menunjukkan dirinya di hadapan dunia.

Namun sepertinya dia juga hampir lupa dengan dirinya sendiri. Yang diingatnya dengan baik adalah dia yang harus selalu tampil sempurna menuruti standart dunia. Dunianya memang tidak akan jauh-jauh dari obrolan itu. Menyedihkan sekali. Betapa dia hampir saja menyerah pada akal sehatnya. Membiarkan dirinya jatuh sebagai korban selanjutnya lalu mengabaikan semua perjuangan atas dirinya. Sia-sia.

"Ck. Sial" umpatnya sembari melihat barang-barang yang sudah selesai dikemasnya.

Melanjutkan jenjang pendidikan membuatnya harus berkemas secara besar-besaran. Selain itu meninggalkan rumah membuat berbagai macam hal melintas dalam pikirannya. Meskipun rumah adalah tempat yang membuatnya terjebak dengan keotoriteran dunia. Tapi apa boleh buat, dia harus mengakui jika setidaknya ia merasa nyaman disana.

Memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi diluar sana membuat kepalanya ngilu. Dengan cekatan tangannya mengambil sebuah rokok yang ia sembunyikan di dalam tas kecilnya.

"Kei. Keinan udah selesai berkemasnya?"

"Oh. Udah ma"

Tangannya sudah begitu pengalaman mengamankan diri dari situasi seperti ini. Rokok yang tadi di genggamnya sudah berpindah ke bawah bantalnya.

"Yaudah. Kamu siap-siap ya, kita makan malam diluar. Panggil keisaka sama keita sekalian" perintah mamanya.

"Iya ma"

Setelah mamanya beranjak, keinan menghela nafas panjang.

Dia menyeret kakinya masuk ke dunia yang sangat mengerikan. Dia pikir dengan melek kondisi dia akan selamat dari kemlesetan sebuah tradisi. Tapi itu benar-benar tolol. Lihat dia sekarang. Ini bukan tentang rokok. Melainkan tentang dia yang menyembunyikan banyak hal dalam dirinya. Cih. Menyedihkan.

Selesai merapikan diri, keinan beranjak ke kamar keisaka. Di depan kamar kakak pertamanya itu keinan hanya berdiri mematung.

Dilihatnya keisaka yang tengah berdiri di depan jendela dengan tatapan kosongnya. Tanpa bertanyapun keinan sudah tahu apa yang tengah dipikirkan oleh kakaknya itu. Kegagalan pernikahan yang dialaminya tiga bulan lalu tentu masih menyisakan kehancuran sampai saat ini.

Lagi-lagi keinan menghela nafas panjang. Jika boleh jujur keinan juga merasakan kehancuran yang sama saat melihat kakaknya sekacau ini. Tapi apa boleh buat, ia tidak cukup akrab dengan kakak lelakinya itu. Lucu.

"Kenapa mbak kei?"

"Astaga. Ngagetin aja ta"  protes keinan pada keita yang tiba-tiba saja muncul.

"Hehe. Sorry" kata keita lalu melenggang masuk ke kamar keisaka.

Beruntung ada keita yang secara tidak langsung membantunya meredam suasana.

"Mas saka, keita kita diajak makan malam diluar sama mama" cela keinan diantara obrolan keduannya.

"Oh iya kei. Sekarang? Kamu udah rapi banget gitu. Mas mandi aja belum" Tanya saka

3 Days and ForeverWhere stories live. Discover now