3

24 3 2
                                    

Untuk pertama kalinya. Di minggu yang sendu ini, mataku sudah terjaga sejak pukul empat. Hujan lebat semalam menyisakan hawa dingin yang cukup kentara untuk ibukota.

Aku beranjak dari ranjang lalu meraih benda pipih yang kuletakkan di nakas. Ada beberapa notifikasi di layar ponsel. Tidak banyak. Hanya dari papa dan mbak atau mas-mas operator di menu pesan menawarkan pinjaman uang.

Tunggu. Ada satu lagi. Dua panggilan tak terjawab. Ku buka pesan dari nomor sama yang tidak tersimpan.

"Nanti sore biar saya yang jemput, kamu tinggal share dimana alamat rumah kamu, biar lebih praktis kita ke bandara nya."

"Itu juga kalau kamu tidak keberatan."

Fix! Pesan ini dari Kenarez.

Jariku bergerak membalas pesan tersebut.

"bukannya saya menolak niat baik bapak, tapi akan lebih etis kalau saya berangkat sendiri. Ketemu di bandara lebih baik pak."

Ku letakkan barang pipih keluaran Korea Selatan dimana oppa  Taehyung aku lahir itu. Sekarang aku harus berkemas karena sore nanti harus ke Ambon untuk jadwal promosi furniture yang sudah di rombak. TOTAL!!!

"Lo sengaja ya mbak bikin jadwal gue samaan sama pak Ares?"

"Sengaja pake banget! Malah udah gue rencanain sejak awal biar lo deket sama pak Arez. tapi gue bingung mulai darimana."

Aku menatapnya sangsi. "Jangan macam-macam ya mbak, kalau sampai ada apa-apa lo yang tanggung jawab ya mbak, masa depan gue masih panjang."

Mbak Mala meletakkan bolpoin nya lalu melipat kedua tangannya rapi menghadapku. "Nah itu lo paham Ris, masa depan lo masih panjang, jadi lo butuh pendamping buat jalanin masa depan lo, dari sudut pandang gue sebagai emak-emak muda yang lagi bahagia, pak Arez itu nggak kekurangan suatu apapun!"

"Dan lo numbalin gue ke pak Arez?"

Dan mbak Mala mengangguk mantap. "kalau aja gue belum nikah, gue juga mau jadi bininya pak Arez."

Pak arez ya?

Dia itu terlihat...

Biar kujelaskan sebentar.

Sulit di tebak. Pertama kali dia meminta dokumen dari ruang arsip, sikapnya cukup wajar dengan tanda kutip dia tidak mengintimidasi seperti pak Bagas. Tutur katanya juga sopan.

Aku bisa sedikit bernafas lega lah ya, setidaknya ada satu atasan bisa menjaga tensi darahku tetap normal.

Lalu beberapa hari kemudian dia menghampiri ku dan Karin di kantin, seolah tidak terjadi apa-apa. Dan memang tidak ada yang terjadi selain gosip hangat yang menerpa antara kami bertiga. Aku, Karin dan pak Arez.

Ok!  Jangan lupakan kemarin dia juga melempar senyum padaku padahal jelas sekali ada banyak orang sedang brifing pagi di lantai dasar. Jelas semua pasang mata karyawan menatap horor padaku.

Tidak lama lagu DNA dari BTS melantun keras dari ponselku.

"Saya menghargai penolakan kamu, tapi jangan fikir saya berangkat sendiri. Saya diantar sopir jadi bisa sekalian jemput kamu." aku merinding mendengar deep voice nya dari telefon. 

Ini aku harus jawab gimana? Kok tiba-tiba lidah jadi kaku.

"Kita disana sekitar dua minggu ya Marissa, jadi kamu nggak mungkin bawa barang bawaan sedikit, saya yakin kamu pasti kerepotan bawa semuanya sendiri, jadi saya ijin jemput kamu boleh?"

Untung saja telepon seluler tidak bisa memperlihatkan bagaimana merahnya pipiku yang tidak tahu malu ini.

Aku meremas ujung kaosku. Kuatur sebagaimana rupa supaya suara ku tetap stabil.

Someone You LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang