"Tentu saja ini salahmu! Jika saja kau tidak meminta ku untuk pindah ke Korea maka--"

"Salahkan anak mu itu! Dia yang ingin pindah ke Korea! Salahkan kenapa dia selalu bermasalah selama bersekolah di Jepang!"

Sohyun terdiam mendengar itu. Ia tahu jelas dari mana asal keributan itu. Kamar ayah dan ibunya tepat berada di hadapannya sekarang. Dan dapat di dengarnya dengan jelas suara beberapa perabotan yang dipukul dengan cukup keras itu.

"Aku tidak sanggup lagi tinggal bersamamu! Aku benar-benar gila karena mau menikahi mu waktu itu!"

"Jangan salahkan aku! Jika saja kau tidak melarangku melakukan aborsi waktu itu maka kita berdua tidak akan terjebak disini!"

Sohyun mundur beberapa langkah kala mendengar itu. Entah sudah berapa kali ia mendengar kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut orang tuanya sendiri. Ingin sekali rasanya masuk kesana dan memaki kedua orang tua gila itu. Namun apa daya, kakinya terasa benar-benar lemas. Matanya semakin memanas karena menahan air mata itu, semantara dadanya semakin terasa sesak karena menahan isak tangisnya.

Hanya bisa diam mematung disana. Menyaksikan kedua orangtuanya keluar dari kamar itu dengan membawa koper besar, masih tidak menghentikan adu mulut mereka.

"Aku lebih baik pulang ke Singapura dari pada terus hidup denganmu!"

"Aku juga tidak ingin tinggal lebih lama disini! Menyesakkan! Lebih baik aku hidup di Jepang!"

"Benarkah?! Lalu mau kau apakan rumah ini?!"

"Biar saja rumah ini membusuk dimakan jamur! Aku bahkan sudah jijik menginjakkan kaki ku di rumah ini!"

"Terserah padamu! Aku tidak mau mengurus mu lagi!"

Nyonya Kim menarik kopernya dengan kasar. Ingin menuruni anak tangga itu dengan cepat sebelum akhirnya terhenti karena melihat Sohyun diam mematung disana.

"Hidup saja dengan ayahmu itu! Aku benar-benar sudah muak dengan kalian berdua!"

"Kenapa aku yang mengurusnya! Ada banyak proyek penting di Jepang yang harus aku urus! Aku tidak punya waktu untuk hal-hal tidak penting seperti itu!"

"Terserah kau saja! Aku ingin pulang ke Singapura!"

Bentak nona Kim dengan keras. Lalu menuruni anak tangga itu dengan cepat.

"Hei! Aku tidak ingin mengurus anak itu! Urus saja oleh mu!"

Sohyun mundur beberapa langkah saat ayahnya ikut menuruni anak tangga lalu mengejar nona kim. Kembali melanjutkan perdebatan mereka di bawah sana.

"Aku juga punya hal yang harus aku urus! Kau pikir hanya kau yang punya pekerjaan di dunia ini?!"

"Terserah kau! Aku tidak ingin mengurusnya!"

"Aku juga tidak ingin! Jadi jangan memaksa ku!"

Sohyun mengepalkan tangannya erat. Hendak sekali turun ke sana dan membunuh keduanya. Ya, setidaknya ia pikir semuanya akan berhenti jika ia melakukan itu. Tapi tetap saja itu semua hanya khayalan belaka. Kenyataannya, ia hanya bisa berdiam diri disana. Memperhatikan perdebatan yang tak kunjung berhenti itu, dengan dada yang semakin sesak akibat menahan tangis.

Terlebih saat dilihat oleh manik matanya, kedua orang tua itu tengah keluar dari rumah mereka masih dengan perdebatan yang tidak berhenti. Hingga akhirnya masuk ke mobil yang berbeda dan pergi dari rumah besar itu ke arah yang berlawanan. Meninggalkan Sohyun sendirian disana dalam kesunyian yang benar-benar menyesakkan.

Entah Sohyun harus merasakan apa saat itu. Yang pasti ia hanya bisa menangis disana. Meraung, berteriak, memaki siapapun yang membuatnya muak, menangis sekeras mungkin.

• ALONE •Место, где живут истории. Откройте их для себя