❝RasaO1 | Lembar Jurnal Satu❞

5.4K 393 26
                                    

❝ SWAKARYA RASA ❞
-navitra-

ㅡㅡㅡ

Sembari menguntai langkah pelan pun melepas topi putih abu-abu yang dialihfungsikan sebagai kipas. Gadis bersurai sebahu yang tadinya berjalan beriringan di samping Janari itu lantas berkomentar ketika garda pemuda telah sepenuhnya bubar.

Dengan netra mengarah lurus ke depan, pigura dia sudah mulai bersuara. "Nar, kenapa ya, setiap upacara awal tahun ajaran baru Mas Biru ketua Gandaksara selalu pidato soal itu?"

  "Bukannya tahun lalu pidatonya persis sama? Atau memang ndak ada topik lainnya?" Komentar gadis dengan jahitan benang hitam membentuk aksara dengan nama Kana sembari mengipaskan topinya ke arah muka.

  "Kenapa memangnya, ndak percaya?"

Mendengar sebaris kalimat barusan, kontan saja poros kepala itu Kana putar ke arah kanan. Dan tepat sebaimana angan-angan paling gila yang justru terjadi dalam sebuah rekam nyata. Yang menjawab ucapannya barusan seratus persen bukanlah Jenar, melainkan sosok Ketua Gandaksara yang baru dia bicarakan.

Tunggu, ini aku ndak salah lihat?

Batin Kana. Sejeda, tangannya yang sedari tadi mengipas di udara kini terjatuh lemas di sisi rok seragam dia. Sepasang netra itu membola sempurna tak menyangka.

Usai pandangannya melirik-lirik ke kiri kanan mencari keberadaan Jenar, kini ia baru tersadar. Bahwa sedari tadi, gadis bersurai panjang tersebut telah berjalan mendahuluinya. Bahkan dengan santai mengayunkan langkah pelan sambil menggandeng lengan seorang Aufa.

Jenar telek!

  "Hehe, mas Biru kok disini?" hanya gelombang tawa canggung dan sekelumit tanya barusan yang berhasil keluar dari bilah bibir si Citrapata. Namun di samping kanan, sosok jangkung tersebut sebatas tersenyum simpul. "Kamu belum jawab pertanyaan saya."

Ungkapan singkat barusan sukses membuat seorang Kana gelagapan. Bahkan tanpa ia sadar, pegangannya pada topi putih kelabu tersebut perlahan-lahan mulai mengerat.

  "E-eh bukan gitu, tapi..."

  "Ndak apa-apa kalau kamu belum bisa menjawab pertanyaan saya sekarang. Namun saya yakin. Di satu lembar kisahmu nanti, kamu akan teringat perihal barisan kalimat legendaris saya satu ini. Barangkali bila hati belum mengukir satu nama. Maka kelak, kau akan mengerti bagaimana indahnya masa remaja, sembari melukis swakarya perihal rasa."

Lagi-lagi barisan kalimat itu kembali meluncur dari bilah bibir manusia bernama Biru bak sebuah semboyan. Yang mana semakin membuat Kana kebingungan.

  "Dan kamu tahu? Sepertinya lembar pertama dari jurnal pencarian untuk jawabanmu itu harus bermula lebih awal. Tepatnya, setelah kamu tahu hadiah istimewa yang barusan dibawa sama anak-anak Danabrata."

Usai melontarkan kalimat yang membuat kepala si gadis kian terasa pening, pemuda dengan almamater tersebut lantas berlalu, meninggalkan sosok Kana beserta ribuan kebingungan yang menyerbu.

  "Memangnya isi kotak tadi itu apa?" gumam Kana pelan.

Ditengah perjalanan si rambut sebahu menyusuri rimba kebingungan di dalam kepala. Dimana eksistensi kalimat-kalimat pertanyaannya serupa ratusan pohon pinus di belantara yang mampu menyesatkan siapa saja. Bahkan interupsi suara dari seseorangpun tak mampu mengembalikan Kana pada ruang dan waktu yang menjadi titik mula dari lamunan panjangnya.

Swakarya Rasa [ Discontinued ]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu