"Maaf, karena sudah membuat keributan di rumahmu tempo hari."

Jungkook yang menangkap raut sedih dari Yoongi itu buru-buru menepuk pundak pria tersebut. "Tidak apa. Lagi pula wajar, kalian sudah lama tak bertemu 'kan?"

Yoongi melirik dengan sedikit kebingungan, "kau tahu aku dengan Nara ...."

"Ya, aku juga tak percaya awalnya. Tapi melihat reaksi Nara saat bertemu denganmu. Aku yakin sekarang jika kau memang laki-laki yang pernah hidup bersamanya dulu."

"Dia menceritakan semuanya padamu?"

"Tidak semua. Dia hanya bilang, jika mantan kekasihnya itu sangat brengsek karena sudah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab."

Yoongi membuang napasnya kasar, merasa malu karena apa yang Nara katakan memang benar adanya.

"Ya, dia benar. Selama ini aku tak bisa tidur tenang karena memikirkan kebodohanku di masa lalu. Tapi saat melihatnya sekarang sudah memiliki suami sepertimu, hatiku sedikit tenang. Setidaknya dia memiliki kebahagiannya sekarang."

Jungkook membulatkan matanya, lalu tak lama tertawa terbahak-bahak dan membuat Yoongi mau tak mau mengeluarkan kerutan-kerutan di dahinya.

"Suami? Kau mengira aku menikah dengannya?"

"Memangnya kalian tidak menikah?"

"Tidak, sepertinya aku bukan tipe laki-laki yang disukai Nara."

"Benarkah?"

"Iya. Kau tahu, sebenarnya saat pertama kali mengenalnya. Aku sudah menyimpan rasa padanya. Tapi, saat tahu jika dia tengah hamil, disitu aku mundur. Apalagi saat tahu dia hamil diluar nikah dan mantan kekasihnya ragu akan kehamilannya. Aku pikir, Nara memang bukan wanita baik-baik."

"Tidak, bukan seperti itu."

"Ya aku tahu. Kau tidak perlu khawatir. Dan saat kami memutuskan untuk tinggal bersama, pikiran itu menghilang karena Nara tak pernah sekalipun meminta kami tidur di ranjang yang sama."

Yoongi bergeming, ia semakin merasa menyesal karena pernah menuduh Nara tidur bersama Jimin. Pada nyatanya Nara memang tak semurahan itu.

"Dan semenjak itulah, aku benar-benar membenci laki-laki yang membuatnya seperti itu. Kau tahu, saat melihatnya pertama kali aku merasa miris. Dia berdiri di depan tong sampah di belakang toko roti keluargaku dengan memakai pakaian pasien rumah sakit, rambut yang berantakan dan wajah yang begitu pucat. Bahkan aku sempat mengira jika ia adalah seorang pasien rumah sakit jiwa."

Jungkook menunduk, sekilas tertawa kecut sebelum akhirnya melanjutkan ceritanya.

"Ia terus meminta tolong padaku, dia juga berjanji akan membantuku sebagai pelayan toko tanpa dibayar asalkan aku mengizinkannya tinggal di toko keluargaku. Awalnya aku ragu karena bisnis keluarga yang diberikan padaku itu sedang mengalami kebangkrutan. Tapi Nara terus memaksa hingga akhirnya aku tahu dia sedang hamil dan aku tak tega melihatnya tidur di depan teras toko rotiku."

Jungkook nampak menahan air matanya saat mengingat hal tersebut. Dia laki-laki, tapi dia punya hati yang sangat lembut.

Yoongi yang mendengar cerita itu pun rasanya tak kuat, hatinya begitu sakit saat tahu dirinya menghancurkan kehidupan Nara.

"Saat itu, usaha rotiku semakin menurun bahkan tak ada orang yang datang ke tokoku. Mentalku benar-benar down, tapi melihat Nara yang selalu berusaha memberi saran dan ide-ide baru akhirnya aku pun berusaha untuk bangkit walaupun hasilnya tetap sama. Beberapa bulan kemudian kami berdua pun memutuskan untuk menjual toko roti warisan keluargaku karena modal yang aku punya sudah habis. Lalu kami membeli rumah kecil yang kini kami tinggali. Nara memberi saran agar aku tetap menjual roti tapi dengan cara yang berbeda. Yaitu dengan berjualan keliling dengan memakai sepeda motor. Nara tak hanya memberiku saran, tapi ia juga ikut mempromosikan rotiku ke toko-toko juga kafe-kafe agar bisa bekerja sama dan menitipkan sebagian roti buatanku pada mereka. Awalnya sulit untuk mendapat kepercayaan dari para calon customer itu. Tapi saat Yoora lahir, semuanya berubah. Usahaku perlahan mulai mendapatkan titik terang. Dari situ aku merasa bahwa benar apa yang pernah orang tuaku katakan. Anak adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan. Segalanya terasa mudah saat dia lahir di dunia."

Yoongi merenung, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Jungkook. 'Anak adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan' tapi kenapa Yoongi justru menyianyiakan anugerah yang Tuhan berikan itu? Jangankan Yoora, bahkan Nara pun sebenarnya anugerah terindah yang pernah datang dalam kehidupannya.

"Maka dari itu, kenapa aku selalu memanjakan Yoora. Dia anugerahku yang mungkin belum tentu Tuhan berikan padaku nantinya. Aku bahkan sempat egois, jika ayah kandung Yoora datang dan meminta haknya, aku tidak akan memberikannya. Tapi aku sadar, tak ada yang namanya mantan ayah. Yoora memang telah mendapatkan kasih sayang seorang ayah dariku. Tapi Yoora juga berhak mendapat kasih sayang dari ayah kandungnya."

Yoongi rasanya ingin menangis, begitu mulianya hati Jungkook. Mungkin jika Yoongi ada di posisi Jungkook sekarang ia tidak akan pernah berpikiran seperti itu. Ia akan menuruti egonya untuk tak pernah menemukan kembali Yoora dengan ayah kandungnya.

"Jadi, bolehkah aku meminta hakku mulai hari ini?" tanya Yoongi.

Jungkook menggeleng, "seharusnya bukan padaku kau meminta izin itu. Tapi pada Nara, ibunya yang selama ini berjuang setengah mati membesarkannya."

Yoongi membuang napas kasar. Ia begitu yakin, Nara tak akan mudah memberikan izin itu padanya. Mungkin meminta izin bertemu saja sepertinya tak akan bisa.

"Dia pasti tak akan mengizinkannya."

"Tidak, kau hanya perlu menyogoknya."

Yoongi mendelik lalu menaikkan satu alisnya, berpikir bagaimana ia bisa menyogok Nara.

"Kau pernah tinggal bersamanya 'kan? Masa kau tidak tahu kelemahan Nara."

Keduanya pun saling berpikir, mencari-cari kelemahan Nara yang mungkin bisa menjadi senjata untuk meluluhkan sedikit hatinya yang keras seperti batu.

"Makanan?" ujar mereka bersamaan. Lalu keduanya tertawa dan saling bertos ria merayakan selebrasi kecil-kecilan karena memiliki pikiran yang sama.

"Ayah?" suara dari pintu ruang kelas membuat kedua pria dewasa itu mengalihkan atensinya pada gadis kecil yang kini berjalan mendekat.

"Eh? Yoora sudah selesai belajarnya?"

Yoora pun mengangguk menjawab pertanyaan Jungkook seraya berjalan tanpa mengalihkan atensinya pada Yoongi.

"Hai, putri cantik. Sudah lama tak bertemu," ujar Yoongi sembari menggamit dagu Yoora dengan gemas. Sedangkan Yoora hanya menatap Yoongi dengan rasa takut lalu memeluk tubuh Jungkook.

"Jangan takut, ini 'kan Paman arsitek yang sangat Yoora senangi." Jungkook mencoba membuka pelukan Yoora agar gadis kecil itu berdiri di tengah-tengah antara dirinya dan Yoongi.

"Yoora marah pada Paman, ya?" Yoongi mencoba meraih lengan Yoora untuk mendekati dirinya.

"Yoora tidak suka karena Paman waktu itu berteriak pada ibu." jelasnya begitu lugu.

"Maaf, Paman waktu itu sedang pusing karena banyak kerjaan. Tapi Paman janji tidak akan berteriak lagi pada ibu juga Yoora. Yoora mau memaafkan Paman 'kan?"

Yoora nampak berpikir, lalu menatap Jungkook untuk meminta saran dan hanya dibalas anggukan kecil oleh ayahnya tersebut.

"Oke, janji ya?" Yoora menunjukkan jari kelingkingnya meminta Yoongi untuk membuat perjanjian.

Yoongi pun mengaitkan jemarinya. Tapi saat Yoora ingin lepas, Yoongi tak semudah itu melepaskannya, ia justru semakin erat mengaitkan kelingkingnya.

"Tapi Yoora juga harus janji untuk membantu Paman membuat ibu Yoora tak lagi marah pada Paman, bagaimana?"

Yoora pun mengangguk dengan antusias, "Oke, tapi ada syaratnya juga."

"Syarat?"

"Mulai besok, Paman harus mengantar Yoora pulang dengan mobil bagus milik Paman. Juga sering-sering mengajak Yoora bermain."

Yoongi tersenyum begitu lebarnya, ia sangat senang ternyata tanpa ia pinta pun, Yoora sudah memintanya duluan. Itu artinya, tidak akan sulit mengambil hati Yoora dan mendapat izin dari Nara.

.
.
.
.

💕💕💕

J_Ra

✔️ Swag Couple : YoonRa [BTS Fanfiction]Where stories live. Discover now