IV

36 4 0
                                    


Katanya tempat paling nyaman di dunia ini adalah di rumah. Dimana kita bisa berisitirahat setelah melewati penatnya seharian kerja ataupun saat kumpul keluarga. Mungkin hal itu bagi orang lain dan tidak untuk Nadine. Setiap dia pulang, apa ada kehangatan yang orang bilang itu? Tidak, yang ada hanyalah kesunyian. Karena dirumahnya tidak ada siapa-siapa. Dan ia rindu ibunya.

Makam ibunya Nadine terletak di daerah Jakarta Selatan. Jadi setiap mau ziarah memang lumayan jauh perjalanannya. Belum lagi kota Jakarta dan Bandung adalah sumber kemacetan.

"Nanti berhenti dulu di toko bunga yang biasa. Mau beli karangan bunga."

Letak toko bunga ini memang lumayan dekat dengan rumah lama Nadine di Jakarta. Karena kebetulan ibunya suka sekali dengan bunga, ‒hingga rumah lamanya banyak sekali bungan untuk mempercantik rumah‒ jadi dahulu beliau sering datang ke toko bunga ini dan tak jarang juga Nadine menemani Ibunya dulu. Toko bunga milik Bu Rini memang baru berdiri setahun lalu, tokonya tidak terlalu ramai sebenarnya namun menurut ibunya karangan bunganya sangat cantik. Ibu nya Nadine juga lumayan dekat dengan Bu Rini. Bahkam saat almarhumah di kemakamkan Bu Rini juga ikut datang.

Memang Bu Rini itu baik. Senyumnya pun begitu ramah, Nadine bisa melihat ketulusan tersebut. Tapi, kalau tiba-tiba mendengar ayahnya bilang akan serius menikah lagi, terutama dengan Bu Rini. Apa ia tidak membuatnya kaget?

"Kamu pasti kaget dengar semua ini, tapi Ayah benar-benar serius untuk menikah dengan Bu Rini."

Ingin rasanya Nadine menganggap hal yang dikatakan ayahnya barusan hanya sebagai candaan tapi Nadine tahu bahwa ayahnya itu tidak bisa bercanda.

"Ayah gak akan melamar tanpa persetujuan kamu. Ayah mau nunggu sampai kamu nerima Bu Rini"

"Kalau aku gak mau nerima sampai kapanpun, gimana?"

Ayahnya diam namun akhirnya ia menganggukan kepalanya, menandakan ia akan menerima keputusan anaknya itu.

"Ayah akan tetap ikut kemauan kamu, Nadine."

•••

Nadine yang masih ragu itu mencoba meyakinkan dirinya, pergi ke toko bunga Bu Rini sendiri‒Tidak benar-benar sendiri karena diantar oleh Angga‒.

Saat sampai di toko bunga yang bergaja bukanlah Bu Rini melainkan seorang laki-laki yang ia perkirakan masih SMA berjaga disana.

"Permisi. Bu Rini-nya ada?" Tanya Nadine pada pemuda yang sedang berjaga dikasir itu.

"Bunda lagi pergi keluar, ada perlu apa?"

"BUNDA???"

Mendengar kata "Bunda" membuat Nadine dan Angga terkejut saat itu itu juga.

"Iya, kenapa? Gue Rayyan, anaknya Bu Rini."

"Oh..."

"Lo bisa ngomong sama gue dulu kalau‒"

Pas sekali. Bu Rini akhirnya datang juga dan tanpa basa basi, Nadine langsung mengajak obrol Bu Rini. Bingung bagaimana memulainya tapi untungnya Bu Rini paham dan memulai duluan percakapan.

Mereka duduk di ruang tengah rumah Bu Rini, hanya berdua karena memang Nadine ingin mengobrol berdua saja dengan Bu Rini.

"Ibu mungkin mau sedikit cerita tentang sisi Pak Aryo yang kamu tidak tahu." Ia menjeda kalimatnya sejenak dan melanjutkannya kembali. "Semenjak meninggalnya almarhumah Bu Nina. Ayah kamu setiap 2 minggu sekali, di hari minggunya selalu menyempatkan diri ke makam dan beli bunga disini. Pernah sekali saat Ibu dan Rayyan mau ke makam, Ibu lihat beliau sendiri, duduk dan nangis disana. Ibu bisa tahu dia terpuruk dan sedih banget disana li-"

"Nangis?? Nangisin Ibu aku? Hahaha. Bu Rini bohong ya?"

"Terserah Nadine mau percaya atau tidak. Bu Rini cuma mau cerita soal apa yang Ibu lihat sendiri."

Nadine hanya terdiam. Dari suaranya yang ramah dan tenang, ia bisa tahu bahwa Bu Rini jujur tentang yang apa dia lihat namun dirinya tetap memutuskan untuk tidak percaya.

"Pak Aryo kadang suka cerita tentang almarhumah Bu Nina, tentang Nadine juga. Lalu... tentangnya yang gak tahu gimana cara bicara sama kamu karena beliau sudah terlalu merasa bersalah sama kamu."

"Katanya dia juga mau ngobrol sama kamu layaknya seorang ayah dan anak tapi karena dia tahu kamu udah gak suka sama dia, jadi dia memutuskan untuk diam."

Kepala Nadine tiba-tiba terasa pusing. Masih tidak percaya akan fakta fakta yang disebutkan Bu Rini barusan.

"Mungkin ayah kamu pernah melakukan kesalahan dulunya. Memang terlambat jika memikirkan kesalahannya di masa lalu, namun jika ia ingin berubah dan menjadi lebih baik, tidak ada salahnya untuk memberi kesempatan, bukan? Sekarang semua keputusan ada di kamu mau kasih kesempatan buat ayah kamu atau tidak. Ibu cuma bisa membantu sampai sini."

•••

Setelah berpamitan dengan Bu Rini, Nadine berusaha keras untuk berajalan menghampiri Angga yang menunggunya diluar rumah Bu Rini karena sekarang kaki Nadine rasanya lemas sekali, hampir sudah tidak kuat untuk berjalan. Untungnya saja ada Angga yang datang dan menahannya sebelum ia benar benar jatuh.

"Lo kenapa?" Tanya Angga khawatir.

"Nanti gue cerita. Sekarang balik dulu ke bandung yuk?"

Angga sebenarnya penasaran, namun ia hanya bisa mengikuti permintaan Nadine untuk kembali ke Bandung, memaksanya akan hanya membuat Nadine semakin tidak ingin bercerita.

•••

Kini Nadine dan Angga sudah kembali ke Bandung. Memanggil Callista dan Dimas juga untuk berkumpul dirumah Angga untuk mendengar cerita Nadine seutuhnya.

"Menurut kalian gimana? Itu semua bohong atau enggak?" Tanya Nadine.

"Gak bisa tahu pasti juga sih. Ah, coba ada gue." Keluh Callista.

"Lo gak denger sama sekali, Ga? Pas disana?" Kini Dimas mulai bertanya kepada Angga.

"Enggak. Kan mereka butuh waktu berdua, ya gue biarin." Jelas Angga.

"Terus lo ngapain disana?" Dimas bertanya lagi.

"Gue ngobrol sama anaknya Bu Rini, Rayyan namanya."

"Lo ngobrol sama si Rayyan dan gak bilag ke gue?" Tanya Nadine dengan nada yang sedikit meninggi.

"Nadine Ariesta, lo jelas-jelas tadi yang minta langsung pulang dan gue juga gak akan tega ngeliat lo lebih terpukul lagi disana." Jelas Angga mencoba untuk tenang dan melanjutkan ceritanya lagi. "Dia cerita bagaimana hebat bundanya mengurus dia dari kecil sendirian, gimana ayah kandungnya meninggalkan mereka berdua. Awalnya Rayyan bilang juga, gak percaya sama Pak Aryo. Tapi dia mencoba percaya sama Bundanya itu, dia cuma mau Bundanya bahagia. Intinya sih gitu."

"Well, Rayyan ini anak berbakti banget ya? Gue kagum, mengingat betapa pemberontaknya gue..." ucap Callista pelan.

"Lo gak sendiri, Ta." Kata Angga mendukung apa katanya Callista.

Nadine yang sudah bingung sekarang semakin bingung, haruskah ia memberi ayahnya kesempatan atau tidak.

"Gue kayaknya butuh waktu sendiri dulu. Makasih ya kalian udah temenin gue disini." Ujar Nadine.

•••

Youth // bts ft. lovelyzWhere stories live. Discover now