27: Must Choose

5.4K 591 97
                                    

"Kenapa tidak ada yang menjawab?!"

Para penghuni rumah yang dikumpulkan tak memberikan respons yang diharapkan sama sekali. Semuanya kompak menatap lantai tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Merasa jengah dengan tak adanya jawaban, James mengehela nafas kasar. Sepertinya ia harus mencari target yang lebih terarah.

"Bibi Ahn..." ujarnya datar. Yang disahut terlihat makin gelagapan. "di mana Bela?"

Bibi Ahn tidak menjawab. Ia masih setia menatap ujung sepatunya di lantai. Melihat itu, amarah James makin tersurut. Ia tambah yakin jika semua tidak sedang baik-baik saja.

Brak!

"Kalian semua, cepat katakan di mana istriku!!!"

Masih sama, tak ada yang bergeming meski teriakan James sudah terdengar dua kali lebih menyeramkan.

"Kau memang orang yang paling bodoh,"

Sahutan dari arah pintu, menyita seluruh atensi orang-orang yang tadinya dikabuti rasa takut, tak terkecuali untuk pria yang sejak tadi marah-marah.

Melangkah anggun seperti biasa, Susan menipiskan spasi dengan kerumunan orang-orang yang tengah melihat ke arahnya. Pandangan wanita itu tertuju pada satu sosok yang baru saja ia katai. Dengan mata yang menilik tajam, sedikit sunggingan miring meluncur dari bibir merah menyala miliknya.

"untuk apa lagi kau menanyakan keberadaannya?"

Tajam, dingin, dan tepat sasaran. Namun James sama sekali tak gentar. Rasa keingintahuannya tentang keberadaan Bela lebih besar dari pada apapun.

"Bela adalah istriku, bu.. tentu penting bagiku untuk mengetahui keberadaannya di mana."

Selesai James berujar, Susan kembali curahkan senyuman miring. Namun seringai yang terbentuk kali ini terlihat lebih tinggi dari pada yang pertama.

"Jadi kau masih sadar jika dia istrimu?" terkesan sangat maksudnya adalah menyinggung. Tak ada gemingan dari pihak yang tersinggung, membuat Susan lagi-lagi merasa puas. "jika begitu, kemana dirimu saat dia membutuhkan seseorang? Kau biarkan dia menghadapi komentar buruk orang-orang seorang diri. Kau pergi saat istrimu benar-benar tertekan, James. Pantaskah itu disebut sebagai suami?"

Tak adanya sahutan dari James membuat Susan makin leluasa menyudutkan anak lelakinya itu. Helaan nafas panjang diusung, "Oke.." dijeda sebentar, sepertinya ini akan merujuk ke arah lebih serius, "aku minta maaf, memang aku yang bersalah di sini. Aku mengakui itu semua. Tak seharusnya aku memaksa dirimu ataupun Bela untuk melakukan ini.."

"dari pada aku terus memaksa kehendak sendiri dan membuat semua orang tersiksa, lebih baik akhiri semuanya. Setelah anak itu lahir, aku akan menceraikanmu dari Bela."

James melotot, spontan ia menggeleng sendiri. "Tidak.."

❅❅❅

"Berikan padaku. Biar aku saja."

"Tidak. Aku bisa melakukan ini."

Dengusan pasrah bercampur kesal Bela usung. Untuk kedua kalinya ia memperdebatkan masalah mencuci dengan orang yang sama. Melihat si lawan debatnya sudah pasrah, William tersenyum kemenangan. Ia kembali melanjutkan cucian beberapa piring yang tadi sempat terjeda lantaran Bela mengusulkan diri untuk berganti peran.

Merasa usahanya sia-sia, Bela memilih untuk membiarkan lelaki bebal layaknya William mencuci. Tanpa berpamitan terlebih dahulu, ia melegangkan langkah ke ruang tengah rumah. Biarlah, biar lelaki itu tahu jika dirinya sedang merajuk.

Amelia yang sedang menggulir layar ponsel menoleh ke sosok sahabatnya yang menampakkan diri. Senyuman manis tercurah sebagai respons tatapan kejengkelan yang masih terpaut di wajah Bela.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang