delapan belas, minta maaf.

1.1K 245 18
                                    

raya kelimpungan, nana gak bisa ditemukan dimanapun. ia mondar mandir sekitar koridor sejak dua puluh menit yang lalu, sampai rendy saja dibuat pusing sendiri.

"nyari siapa?"

ini kata pertama rendy semenjak semester pertama, walau mereka sering bertemu di warung belakang. membuat raya berhenti sejenak, membuat surainya bersinar diterpa sinar mentari siang itu.

raya menampakan raut serius kali ini, setelah sekian lama hanya senyuman atau cengiran bodoh, atau malah judes, ia menampilkan paras berbeda kali ini.

raya seratus kali lebih cantik menurut rendy siang ini. rendy gemeter.

"namira, liat?" tanya raya berdiri ditempatnya berhenti. rendy berpikir sejenak, ayolah, rendy harap ia melihat gadis itu sekali saja, agar dapat berlama-lama dengan raya.

tapi.. rendy menggeleng.

bagaimanapun ia harus jujur, bukan?

"oh, oke deh, makasih rendy," sungguh itu senyuman terbaik raya sejauh ini. saat kaki hendak meninggalkan, rendy menyela secepat yang ia bisa, walau telat empat detik, rendy melakukan yang terbaik.

"eh."

"hah? kenapa ren?"

"mau dibantuin cari gak? paling ke warung belakang sih dia," menurut penelitian rendy, nana sering sekali ke warbel kalau gabut. dan, rendy mau berlama lama dengan raya siang ini barang sepuluh menit lebih lama dari biasanya.

"boleh lah, sini."




































namira sedang pundung, aura mendung menghiasi punggung. ia sedang menelungkupkan wajah ke atas lipatan tangan, rambutnya sedikit acak setengah berantakan.

karya tuhan satu ini diambang galau. rasanya ingin nangis, tapi nyatanya tak bisa juga. sekarang namira bingung harus apa.

"kenapa sih neng nana???" tanya erlangga, duduk di sebelah, tangannya kali ini tak setouchy biasanya.

"galau."

bener ya, masa remaja beneran bisa ngebuat emosi nana jadi selabil ini. mau nangis nyatanya tak bisa diem aja kaya ada yang kurang. waktu kaya gini, jadi kepikiran tentang semua masalah yang nana punya. nana males banget bahasnya sekarang.

lagi bengong, eh nangis. biasa aja gitu, netes tiba tiba. kebayang gak sih segimana bingung dan kelimpungannya erlangga dan sandi sekarang soalnya cuma mereka bertiga yang ada disana sekarang?

tapi salutnya, mereka nanganin nana santai, gak ada teriak teriakan. gak kebayang haidar yang nanganin nana sekarang, pasti udah heboh sendiri.

"na, berat banget ya?" tanya sandi, nana ngegeleng, nyeka air mata yang baru aja netes lagi.

"enteng lah, gua lagi ada masalah kecil aja. kaget sendiri nangis," jawab nana, malah makin deres, suaranya bergetar diselingi dia nyedot ingus.

tau gak sih erlangga mau meluk tapi takut ganggu, jadi dia cuma nepuk bahu nana berkali kali, berharap nana nangisnya reda. untyk beberapa waktu, mereka berdua bikin nana nyaman dan gak tambah tertekan.

NANA GAK TAU AJA UDAH ADA YANG NUNGGUIN DI DEPAN tapi mundur lagi takut nana malah tambah nangis ngeliat dia. dan orang itu adalah raya juga rendy. "ntar aja masuknya pas nana baikan."

nunggu di depan lama sambil ngopi dan diem-dieman, rendy bangkit duluan. narik raya pelan, "lo mau nunggu disini berapa lama, kayanya udah baikan dia, masuk yuk."

asal kalian tau, raya ngejar nananya diem diem dari irin sama nara ini. akhirnya, raya masuk.

disitulah ada adegan nangis nangis dan minta maaf ala raya. basis cowok cowok pada bingung ini harus apa, jadi cuma nonton.

"cewek ribet amat yak," ucap sandi, "coba kalo cowok, minjem korek juga udah baikan."

hm emang iya.

𝐡𝐚𝐢𝐝𝐚𝐫.Where stories live. Discover now