"Cari kak Haza, Kak."

"Oooh, bentar," ujarnya seraya menoleh ke belakang dan berkata dengan suara cukup lantang. "Spaghetti La Haza ada yang nyariin lo nih!"

Aku hampir tertawa mendengar panggilan untuk Haza yang diberikan oleh temannya. Aku dapat mendengar balasan Haza kepada Kak Bunga dengan suara yang sama lantangnya. "Siapa?"

"Lagi makan dia, tuh." Kak Bunga menunjuk Haza yang duduk di baris ketiga deret paling belakang. Laki-laki itu nampak sedang menutup kotak makannya yang berwarna ungu, kemudian bangkit dan berjalan ke arahku.

"Duluan, ya," kata Kak Bunga tersenyum ramah dan berjalan melewatiku.

"Makasih, Kak." Aku membalas senyumnya tak kalah ramah, dia mengangguk.

Detik berikutnya seorang laki-laki bertubuh menjulang itu telah berdiri di hadapanku, tepat ketika aku kembali menengok ke dalam kelas setelah mengalihkan pandangan dari Kak Bunga yang berjalan semakin menjauh. Aku hampir terlonjak sebab terkejut. Lalu, dadaku kembali berdebar cepat. Aku nggak tau pasti yang mana menjadi penyebabnya antara presensi Haza di hadapanku atau tatapannya yang menelusuri wajahku.

"Oh, elo. Pasti mau balikin payung, ya?" Haza membuka suara terlebih dahulu kala pandangannya beralih ke payung miliknya di tanganku

Kami berdua bergeser ke kanan sedikit agar tidak memblokade pintu.

Aku mengangguk dan tanpa banyak basa-basi segera mengangsurkan payung biru tersebut padanya. "Makasih banyak, Kak. Sorry, kemaren ngerepotin dan sorry juga ganggu lagi makan," ucapku sambil menyengir kecil canggung.

"Santai aja. Lagian, gue naik ojol kok kemaren. Abangnya bawa jas hujan. Ngapain banget gue make payung? Kayak orang bener aja. Mending gue pinjemin ke lo," jelasnya seraya mengedikkan bahu mengisyaratkan hal itu bukan masalah besar.

Aku mengangguk-anggukan kepala.

Haza berkata lagi. "Walaupun cuacanya cerah, bawa payung aja buat jaga-jaga. Udah mau masuk musim hujan soalnya."

Lagi-lagi aku hanya mengangguk bingung membalas apa. Aku berdecak dalam hati. Ck, ngomong kek, Tam. Kenapa jadi kayak pajangan dashboard mobil sih agguk-angguk aja.

"Eh, tapi, lo hari ini bawa payung nggak? Kalo nggak, nih, simpen dulu aja. Gampang balikinnya mah," tambahnya.

Kali ini aku mengangguk cepat. "Bawa kok. Tenang aja, kalo tiba-tiba ujan dan lupa bawa payung lagi, gue tau kok harus kemana. Rental payung Kak Haza," candaku.

Haza tertawa kecil membuatku cukup termangu beberapa saat. Aku ikut terkekeh bersamanya.

"Gue pamit dulu deh kalo gitu," kataku kemudian karena merasa canggung. Meskipun sejujurnya aku masih mau mengobrol dengan Haza sedikit lebih lama lagi karena interaksi semacam ini adalah pertama kalinya untukku. Lagipula sebenarnya berlama-lama dekat Haza nggak bagus juga untuk kerja jantungku.

"Oke. Lain kali jangan lupa bawa payung, Khintami."

Lagi-lagi aku termangu ketika Haza melafalkan namaku dari bibirnya. Dari mana dia tau–

"Khintami R. Lazuardi, R-nya apa?" tanyanya melirik ke arah name tag di seragamku seolah mengerti kebingunganku.

–ah, iya, tentu saja dari name tag. Memangnya apa yang aku harapkan?

"Riv."

"Jadi, Khintami Riv Lazuardi dipanggilnya apa?"

"Tami."

Ia tersenyum dan lagi-lagi membuatku terpaku melihatnya. "Oke, Tami."

Haza memberi jeda sebentar.

"See you then, Tamigotchi," katanya kali ini disertai cengiran lucu.

Bukannya marah, aku justru terkekeh geli mendengar panggilan yang ia berikan padaku.

"See you," balasku.

Aku membalik badan seraya merapatkan bibir menahan senyum juga perasaan bahagia itu agar tidak terlalu membuncah berlebihan.

Well, Tamigotchi sounds cute!

——

Maybe it's the way you say my name.

——

Note:

Jangan geer kamu, Tami. Itu si Kafka sama Nara juga punya nama panggilan dari Haza alias tuh bocah emang demen plesetin nama orang.

BTW, kalo kamu nggak tau tamigotchi apa, tamigotchi adalah plesetan dari tamagotchi. Dan tamagotchi adalah mainan jaman dulu bentuknya kayak telur, jadi kita punya peliharaan virtual yg harus dirawat. Kalo sekarang tuh kayak game pou gitu deh. hehe.

Unrequited Feelings | ✓Where stories live. Discover now