2

123K 2.3K 23
                                    

Terik matahari di musim panas begitu menyengat, tapi bukan menjadi penghalang untuk Luna. Dengan sepeda kayuh, ia menerjang jalanan menuju rumah pemesan tiga buket bunga segar yang ada di keranjang depan sepedanya. Setelah hampir setengah hari membuka toko bunga, baru ini pesanan pertama. Jadi walaupun pemesannya meminta Luna untuk mengantarkan buket langsung ke rumah mereka, Luna tidak berpikir dua kali dan langsung mengiyakan.

"Pagar putih, kiri jalan," gumam Luna sambil terus mengayuh sepedanya. Sudut matanya bisa menangkap rumah yang dimaksud pemesan buket lewat telepon tadi.

"Permisi, Nyonya Emily. Ini buket pesananmu!" kata Luna dengan senyum sumringah pada wanita paruh baya yang duduk di patio depan rumah, menanti kedatangan Luna.

"Terima kasih, Luna. Maaf merepotkanmu, Ray sedang menyusul anak-anak serta cucu-cucuku di bandara. Mereka akan liburan musim panas di sini. Dan bunga-bunga ini adalah kesukaan putri-putriku."

Sudah lama Emily dan Ray, pasangan lanjut usia itu menjadi pelanggan toko bunga Luna. Jauh sejak ia masih duduk di bangku kuliah, dan bertahan hingga saat ini. Sesekali dulu pernah Emily bergurau hendak menjodohkan Luna dengan Dennis, putranya yang kini sudah beristri. Luna sudah dianggap seperti anak sendiri, bukan hal aneh jika Emily bercerita panjang dan lebar pada Luna.

"Tidak apa, Emily. Sampaikan salamku untuk Zoe, Elena, Dennis, dan pasangan serta anak-anak mereka!" kata Luna sambil mengambil ancang-ancang hendak kembali mengayuh sepedanya.

"Tidak mau mampir dulu?" tawar Emily pada Luna.

Luna tersenyum lembut, "aku harus segera kembali ke toko. Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan toko terlalu lama, bukan?"

Emily teringat bahwa Luna mengatur dan membuka toko bunga itu seorang diri, sama sekali tidak ada karyawan yang dipekerjakan. Selain karena laba yang tidak seberapa, Luna masih merasa mampu melakukannya sendiri. Lagipula membuka toko bunga dan bekerja dengan bunga-bunga merupakan hobinya.

Luna kembali di toko bunga yang sempat ia tutup beberapa saat ketika mengantar pesanan Emily. Biasanya jika ada pelanggan, pemilik toko buah di sebelah, Johannah, akan berusaha menahan agar pelanggan tak beranjak dan mau menunggu sampai Luna kembali. Kali ini, tidak ada seorang pun yang ditahan Johannah.

"Tidak ada yang datang, Jo?" tanya Luna. Johannah yang ditanya hanya menggeleng sebagai balasan.

"Tapi ada ini, dari petugas pos," kata Johannah menyerahkan sebuah amplop warna coklat berukuran folio.

Ah, berkas yang sudah dijanjikan.

"Terima kasih, Jo," balas Luna. Amplop itu ia terima. Dibacanya alamat pengirim, sesuai perkiraan Luna. Alamatnya berasal dari bagian surrogacy rumah sakit ibu dan anak.

Luna memasuki tokonya. Ia kemudian duduk di balik meja kasir. Amplop coklat itu dibukanya perlahan.

Belum genap seminggu sejak ia menyetujui namanya masuk dalam daftar calon ibu pengganti, dan ia sudah terpilih. Untuk menjadi ibu pengganti, seorang yang terpilih tidak bisa menentukan atau memilih siapa pemilik benih yang akan dititipkan di rahimnya selama 9 bulan ke depan. Jika namamu terpilih, siapapun pasangan yang akan menggunakan jasa rahimmu, kau harus menerimanya. Setelah anaknya berhasil dilahirkan, ibu pengganti tidak punya hak melihat anak yang sudah dilahirkannya kecuali atas izin pasangan yang menggunakan jasanya. Setidaknya itu peraturan yang harus dijalani.

Seperti berkas yang sebelum-sebelumnya pernah diterima Luna, berkas kali ini juga berisi identitas tentang calon orang tua dari anak yang akan dititipkan di rahimnya. Yang berbeda hanya berkas kali ini lebih tipis.

Setelah mengeluarkan satu paket berkas untuk calon ayah, Luna membuka amplopnya kembali. Harusnya ada berkas untuk calon ibu untuk pasangan heteroseksual atau calon ayah lainnya untuk pasangan homoseksual di sana.

Tangan Luna meraih ponsel yang tergeletak di meja kasir tidak jauh darinya. Dengan cekatan jemarinya mencari sebuah nomor yang ia hubungi beberapa hari sebelumnya dan memencet tombol panggil.

"Hai, Ashley, kenapa berkas yang kuterima hanya ada identitas calon ayah saja? Apa identitas orang tua satunya tertinggal?" tanya Luna pada Ashley yang dikenalnya cukup lama semenjak pengalaman surrogacy pertamanya.

"Tidak ada yang salah, Luna. Calon orang tua yang ini hanya seorang pria single, tidak ada pasangan," balas Ashley dari ujung telepon.

Menjadikan rahimnya sebagai tempat penitipan janin untuk pasangan yang sulit mendapat anak sudah biasa, namun menjadi penghasil keturunan untuk seorang pria yang belum menikah dan tidak punya pasangan bukanlah suatu yang biasa.

"Lalu bagaimana dengan sel telurnya?" tanya Luna lagi.

"Entahlah, Lun. Tanyakan langsung saja padanya. Lusa nanti ia meminta kau menemuinya di rumahnya. Aku akan mengirimkan alamat dan detil waktunya," jawab Ashley sebelum kemudian menutup sambungan telepon.

Biasanya calon orang tua yang meminta Luna mendatangi kediaman mereka adalah pasangan super sibuk. Pasangan lain akan memilih bertemu di poli ginekologi rumah sakit, sekaligus memeriksa kondisi alat reproduksi Luna, atau ke tempat umum lain. Luna jadi bertanya-tanya apa pekerjaan pria aneh satu ini yang sampai membuatnya meminta Luna mendatangi tempat tinggalnya.

Dibukanya berkas itu. Muncul pasfoto berukuran 4 x 6 centimeter seorang pria dengan rahang yang kokoh, dan tatapan mata yang tajam. Wajah pria itu dipenuhi rambut-rambut halus yang membentuk jambang, membuatnya terlihat tegas dan keras.

Di bagian bawah kop rumah sakit, tertulis identitas pria yang ada di pasfoto itu. Cukup lengkap dan detil, seperti berkas identitas yang Luna kirimkan untuk pihak bagian surrogacy. Memang untuk urusan keturunan, diperlukan kejelasan sejelas-jelasnya. Untuk mencocokkan dengan keturunan yang nanti dihasilkan agar pasti bahwa anak yang dilahirkan adalah anak pengguna jasa surrogate dan bukan anak hasil hubungan intim ibu pengganti dengan pria lain.

Nama: Keenan Allen Diedrich-Setiawan
Tempat, tanggal lahir: Aachen, 19 Januari 1991
Golongan darah: A
Rhesus: - (Negatif)
Tinggi badan: 6 ft 1" (185 cm)
Berat badan: 165 pounds (75 kg)
Warna rambut: Hitam kecoklatan
Warna mata: Hazel
Bentuk mata: Almond
Bentuk hidung: Lurus, mancung
Bentuk bibir: Bibir atas lebih tipis
Bentuk wajah: Oval
Pekerjaan: Arsitek
Pendidikan terakhir: Master of Interior Architecture from Arizona State University, USA (2018)

Luna membaca tiap-tiap informasi yang ada di identitas calon penyewa rahimnya sambil melihat ke pasfoto di sudut kanan lembaran itu. Berkali-kali. Mencocokkan dan membayangkan sosok aslinya.

Luna membayangkan sosok tuan dengan double-barrelled surname ini sebagai seorang arsitek yang hopeless romantic sampai membutuhkan bantuan ibu pengganti untuk mendapatkan anak. Biasanya yang menggunakan dua marga sekaligus adalah anak hasil perkawinan dua keluarga kaya raya. Mungkin orang tuanya hendak meninggal dan satu-satunya jalan agar warisannya jatuh ke tangannya adalah dengan memiliki keturunan, seperti yang ada di novel-novel fiksi yang pernah Luna baca. Atau mungkin, dia seorang gay yang benar-benar menginginkan anak.

Entahlah, tapi dari tanggal pendaftarannya sebagai calon orang tua pengguna jasa ibu pengganti, Luna tahu bahwa pria ini baru saja mendaftar. Itu tandanya Luna adalah ibu pengganti pertama yang ia gunakan. Siap atau tidak siap, lusa besok adalah saatnya Luna bertemu dengan pria itu dan mendiskusikan tentang keturunannya yang akan dititipkan di rahim Luna.

carry my baby, baby [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang