BAB 29 || NAGA

Mulai dari awal
                                    

Dengan ketegasan Bima, aku sudah tidak takut dengan sinar matahari. Saat di kamar, kami berdua bercermin bersama dengan bertelanjang dada. Dia menanyaiku, kulit siapa yang terlihat lebih memikat? Aku jawab dia. Ya, bukan hanya kulit. Keseluruhan secara fisik, dia lebih lebih memikat.

"Dua puluh satu," hitung Bima saat membantuku melakukan sit up agar aku mendapatkan roti sobek seperti miliknya.

"Dua puluh satu," hitung Bima saat membantuku melakukan sit up agar aku mendapatkan roti sobek seperti miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menyerah deh!" kataku yang sudah tidak kuat.

"Aku hentikan kalau sudah seratus," ujar Bima yang ingin menyiksaku.

"Buncit, enyahlah!" kataku yang kemudian kembali mengangkat tubuhku.

Bima yang menduduki kakiku kembali menghitung.

Malam ini, untuk pertama kalinya. Aku tidur dengan Bima. Dia bilang, dia sedang tidak ingin kembali ke Bataranusa. Bima pasti terlalu memikirkan banyak hal. Berbeda denganku yang sebagian besar hanya memikirkan kapan Kak Gadis memberikan jawaban.

"Apa pendapatmu tentang ayahmu?" tanya Bima.

Seketika, aku mengingat Ayah. Sebenarnya, Ayah adalah sosok yang sangat penyayang. Dia selalu memberikan apa yang aku inginkan. Mungkin, itu yang membuatku merasa songong karena hidup berlebihan. Ya, walau kemudian Ayah berubah menjadi sangat tegas. Itu wajar karena dia telah memberikan segala hal untukku, aku pun harusnya memberikan apa yang dia inginkan untuk membuatnya bangga.

"Ayah sosok yang penyayang. Sekarang dia memang sangat tegas, tetapi itu demi kami bertiga. Gue sekarang sadar kalau sebenarnya dia nggak mengekang, Ayah hanya ingin kami bertiga nggak manja dan punya kemauan besar," ungkapku. "Ayahmu gimana, Bim?"

"He is the best leader. Aku tidak yakin bisa menggantikannya kelak," jawabnya.

"Bima! Kenapa lo sekarang yang nggak yakin," kataku. "Lo kan keren."

"Jadi pemimpin bukan soal keren, Naga. Ini soal prinsip dan jiwa kepemimpinan," kata Bima yang menatap langit-langit dengan ekspresi yang sedikit sendu.

"Lo udah banyak berubah kok di sini. Udah nggak terlalu songong lagi. Udah nggak ngerasa harus dihormati 24 jam non stop. Sekarang lo udah cukup humble, dan gue rasa lo bakal jadi raja yang hebat," ungkapku.

Dia menoleh padaku. "Ga."

"Iya?"

"Kalau aku melakukan kesalahan?"

"Lo kan masih manusia. Wajar, kan?"

"Masih bisa dimaafkan?"

Aku mengangguk. Lalu, dia tersenyum.

(。♥‿♥。)

(。♥‿♥。)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Naga, Jangan Bucin!「SUDAH TERBIT」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang