invisible demon

5.8K 470 3
                                    

DIGO

Aku membuka pintu kamar dan melangkah masuk dengan bersemangat. Aku tak tahu kenapa suasana hatiku terasa sangat baik. Oke, aku tahu kenapa. Karena Sisi. Oh ya, dan sekarang setiap aku terpikirkan namanya saja aku merasakan ada gejolak kecil dalam diriku. Entah apa itu, namun sensasinya menyenangkan.

Aku menutup pintu di belakangku. Melihat Theo si vampir teman sekamarku tampak sudah terlelap di balik selimutnya. Aku mendesah lega, lalu melangkah perlahan menuju ranjangku. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang empuk yang menantiku. Aku menatap langit-langit kamarku. Bayangan ketika aku bersama Sisi tadi kembali hadir.

Aku melihat wajah Sisi yang tersipu dan senyumnya yang mempesona. Aroma tubuhnya yang manis dan selalu menarikku untuk semakin dekat dengannya. Bibirnya yang lembut dan manis. Aku menatap punggung tanganku yang tadi sempat dikecupnya. Tanpa kusadari aku tersenyum sendiri sambil memandangi tanganku.

"Ehm.", aku mendengar Theo berdeham dari ranjangnya. Aku sontak menurunkan tanganku dan menoleh padanya.

"Udah balik lo?", tanya Theo padaku.

"Udah.", jawabku singkat.

"Gimana?", tanyanya lagi.

"Apanya yang gimana?", aku bertanya balik padanya sambil mengernyitkan dahiku.

"Jam kunjungan tadi. Rame ngga?", tanya Theo lagi.

"Oh. Biasa. Ya lumayan lah.", jawabku.

Aku baru ingat, Theo tidak punya siapapun. Tidak ada yang datang menjenguknya. Pasti hari ini ia menghabiskan waktunya bermalas-malasan di kamar. Aku melihatnya tiba-tiba menoleh ke arahku.

"Gue tadi ke perpustakaan. Bisa jamuran kali gue tidur seharian.", jelasnya, merespon apa yang aku pikirkan.

Aku berdecak lemah. Melempar pandangan kesalku padanya. Dia lagi-lagi membaca pikiranku. Ia hanya memutar bola matanya dan membalikkan tubuhnya menghadap tembok, membelakangiku. Aku melempar pandanganku ke jendela kamar. Aku melihat danau tempat aku dan Sisi menghabiskan waktu sepanjang sore tadi. Lagi-lagi aku tersenyum begitu bahagia. Digo! Aku semakin tidak mengenali diriku sendiri sekarang, aku mengomel frustasi pada diriku sendiri.

"Mending lo tidur. Seharian ini gue udah liat lo sama Sisi. Masa udah malem gini gue masih harus dengerin flashback kejadian seharian tadi.", celoteh Theo yang masih berbaring menghadap tembok.

"Maksud lo?", tanyaku kaget.

"Siang tadi gue di perpustakaan. Gue liat lo sama Sisi. Pas gue balik ke kamar, gue liat ke luat jendela ada lo sama Sisi. Kalo sekarang lo sibuk ngebayangin kejadian tadi, mungkin gue bakal muntah.", jelas Theo, aku mendengarnya menahan tawa.

Aku melempar pandangan kesalku padanya meskipun ia tak melihatku. Sekarang Theo juga ikut-ikutan menggodaku. Tapi, Theo tak sediam biasanya. Ah. Apa ini karena aku juga sudah bicara lebih banyak? Aku teringat wajah Diva ketika aku bicara padanya tadi pagi. Aku sendiri tak tahu bagaimana aku bisa seperti sekarang. Aku tak mengenal diriku yang sekarang! Omelku lagi. Aku menjambak rambutku dengan frustasi.

"Kalo gue boleh berpendapat, gue juga ngga kenal lo yang sekarang. Ada sesuatu yang beda di diri lo. Kalo gue tebak, mungkin Sisi yang bikin lo kayak gini. Atau bisa dibilang, cinta yang bikin lo berubah kayak gini. Jujur sih, gue lebih prefer lo seperti ini. Karena terlahir sebagai demon bukan berarti lo harus sama seperti demon yang seharusnya. Lo harus jadi diri lo sendiri, gue bisa ngomong gini karena gue tau gimana orang tua lo, Digo.", katanya panjang lebar.

Aku mendengar ada rasa iri yang mendalam pada kalimatnya. Aku tertegun mendengarnya. Theo yang selama ini pendiam mungkin bisa saja menjadi orang yang bisa ku percaya.

"Gue juga ngerasa. Ada sesuatu yang hilang dari diri gue. Gue ngga tau apa itu. Tapi rasanya ada sesuatu yang bisa masuk dan bikin gue ngerasa lebih baik.", kataku padanya.

Sesuatu yang aneh memang sedang terjadi, pikirku. Aku tak pernah membayangkan aku si demon jutek bicara banyak dengan Theo vampir pendiam. Aku mendengar Theo terkekeh pelan. Aku kembali memutar bola mataku. Ia masuk ke dalam kepalaku lagi.

"Tapi, lo bener. Menurut gue ada bagian 'demon' lo yang memudar. Karena emang ngga semua sifat demon dalam diri lo harus lo ekspos. Gue rasa lo justru bakal keliatan bijak dalam bersikap. Lo bisa tau kapan harus nunjukkin demon lo, kapan ngga.", katanya lagi. Aku memperhatikan setiap kata-katanya dengan seksama.

"Oke. So, my demon goes invisible?", kataku sambil mengangkat alisku ke arah Theo.

Theo menoleh padaku. Lalu aku mendengar kami tertawa bersama. Sesungguhnya aku merasa sangat aneh dan asing. Tapi sekolah ini jadi tak seperti biasanya. Tak membosankan seperti biasanya. Ah, Sisi. Apa yang sudah kamu lakukan padaku? Apa yang kamu bawa ke dalam hidupku? Mengapa semua menjadi tampak mudah setelah aku mengenalmu? Sisi, apa kamu merasakan apa yang aku rasakan?

------------------------------------------------------

Author:

Hai semuanya! Maaf ya part ini agak pendek. Lagi kena writer's block. Efek lagi tugas juga nih jadi kurang fokus.

Btw makasih yang udah sempetin mampir dan baca. Comments dan vote nya sangat aku hargai! ❤❤❤

Part selanjutnya secepatnya yah aku publish! Makasih! :3 xoxo

nightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang