Melepaskan Yang Sudah Terlepas #5

6K 362 3
                                    

"Udah mau sampe?" suara Melati dari seberang telepon tidak berubah dengan nada khawatir. Tak lama terdengar sebuah suara dari speaker kereta.

"Tuh, denger kan? Mau turun gue."

"Bisa pas gitu ye. Abis ini lo mau kemana? Langsung nyari penginapan atau ketemu Hasyim? Eh btw, kenapa lo gak nginep di rumahnya Hasyim aja. Siapa tau lo dikenalin sama orang tuanya dia, gantian gitu kaya lo kenalin dia ke bokap lo ehehe."

Shania berdiri dari duduknya, mencangklong tas dan keluar sembari mendengar celoteh panjang dari gadis manis yang menjadi sahabatnya.

"Ehm—" Shania berpikir, awalnya dia menolak keras gagasan tersebut. Namun jika dipikir-pikir ada benarnya juga, terlebih Shania mengingat janji Hasyim padanya.

"Gue ketemu Indah dulu deh hehe. Dia kan gak tau kalo gue datang ke sini. Gue mau surprise-in sahabat gue dulu. Selebihnya ntar gue bisa obrolin, atau kalo gak ya gue nginep di kosan Indah aja lah, irit duit."

Melati memutar bola matanya, Shania anak seorang jenderal yang terbilang kaya ternyata dalam urusan duit dia akan terus berlaku hemat dimanapun dan kapanpun.

"Iya juga sih, di kosan Indah," nada bicara Melati tidak enak didengar.

"Lo ada apa sih sama Indah? Kaya gak akur gitu kalian?" Shania menunggu jawaban, sedetik dua detik tidak ada.

"Gapapa kok, kapan-kapan aja lah gue ceritanya. Ya udah lo hati-hati ya disana. Gue mau kelas dosen killer lagi, ampun dah mana tugas kelompok gue belum selesai, gue lagi yang harus ngerjain sendiri. Temen jingan emang."

"Oke, thank you, Mel. Haha semangat dong! See you minggu depan, ya!"

Hapenya yang masih menampilkan layar WhatsApp membuat Shania kembali menghembuskan nafas berat, pesan dari Hasyim masih belum terbaca sejak dua hari lalu. Padahal pernah Shania pergoki Hasyim sedang online cukup lama. Namun enggan membaca pesan darinya. Namun tetap Shania tidak ingin berpikir hal yang macam-macam.

Saat Shania hendak membuka pesan itu lagi, hape nya mati karena habis baterai. Ia menancapkan beberapa kali ke powerbank berwarna merah yang ada dalam genggaman namun tak kunjung hidup. Sial, dua-duanya habis daya.

Memang keputusan Shania benar, ia harus menemui Indah. Untung dia menghafal alamat kos gadis itu di benak pikirannya.

***

Shania celingukan dengan berlagak seperti turis asing memasuki gerbang kos milik Indah. Baru dirinya ketahui jika kos itu ternyata kos campur. Jadi, siapapun bisa masuk dan keluar. Tanpa babibu Shania masuk begitu saja, hawa dingin langsung terasa membuatnya lega setelah berperang dengan panasnya kota Solo. Yang ditangkap mata Shania adalah papan peraturan yang harus dituruti oleh setiap penghuni kos itu.

Memang Shania hafal alamat kos Indah, karena sahabatnya itu pernah memberitahunya. Tetapi tidak dengan nomor kamar. Sepi, terasa seperti tidak ada penghuni. Hingga satu sosok keluar dari dalam kamarnya. Gadis perawakan tinggi dengan kulit putih dan rambut di cat ombre.

"Permisi kak, maaf mau tanya?"

"Ya?" balasnya sopan dengan nada halus.

"Ehm—kos nya Indah Permata yang mana ya, kak? Nomer berapa?"

"Oh Permata, tuh nomer lima dari ujung. Lagi sama pacarnya dia, biasa."

Shania mengernyitkan dahinya dan tersenyum tipis. Pacar? Kenapa Indah tidak memberitahunya kalau dia sudah mempunyai pacar?

"Indah punya pacar ya? Et t-tapi gak aneh-aneh kan mereka di dalam kamar? Gue mau surprise-in soalnya."

Gadis yang tidak Shania kenali namanya itu terkekeh pelan dan menggeleng.

Jatuh Hati, Abdi Negara (Buku 1-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang