Kecerobohan Lain #8

5.6K 331 1
                                    

Shania menguap untuk kesekian kalinya. Ucapan demi ucapan dari ketua panitia pun seperti lalu lalang saja baginya. Matanya terasa berat untuk terus ia paksa. Shania menggerutu heran, semua panitia acara ini masih kuat saja, duduk secara melingkar mendengarkan khutbah ketua pelaksana.

Menoleh pada Melati dan Fandi, dua orang itu duduk sila bersama di seberang, mendengarkan dengan antusias. Mereka berdua sepertinya tidak punya capek apa? Tapi harus Shania akui bahwa dua sahabatnya itu menjelma menjadi seorang pekerja keras sejak semester pertama. Mereka tidak ragu untuk saling gontok-gontokan mendapat yang terbaik.

Shania melirik arloji yang ada di pergelangan tangan kiri, jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Dan acara evaluasi expo ini pun belum juga selesai. Fandi menyenggol lengan Melati pelan, memberi kode agar Melati melirik Shania yang sedang menyangga kepalanya dengan kepalan tangan kanan. Matanya sayup tidak kuat.

Melati bergerak duduk di samping Shania. Gadis itu masih tidak menyadari kehadiran Melati di dekatnya.

"Heh, kalo lo gak kuat pulang gih. Daripada lo sakit besok gak bisa kuliah," bisik Melati di dekat telinga Shania yang membuat gadis itu sempat terlonjak kaget.

"Gak gak, gue kuat kok." Shania menepuk kedua pipinya pelan.

"Lo pulang bareng siapa ntar?" tanya Melati.

"Gampang lah, gue bisa pesen online."

"Gak bareng gue sama Fandi aja?"

"Sama Fandi. Ada penekanan di ucapan lo dasar." Melati tidak bisa mengelak atas pernyataan Shania tadi. Ia terkekeh malu.

"Oke temen-temen, sekarang kita berbenah panggung dan segala boothnya, setelah itu kita bisa berkemas untuk pulang. Terima kasih atas segala usaha dan kerja kerasnya hari ini!" seru sang ketua pelaksana yang menjadi obat atas rasa kantuk Shania dari tadi.

Dengan rasa lemas dan tidak bertenaga, Shania membantu membongkar booth dan tenda yang digunakan untuk acara jurusannya tadi siang. Suasana menjelang sepi karena mereka benar-benar berbenah saat dini hari. Namun tidak bagi Melati dan Fandi, mereka berdua tergelak tawa dari tadi.

"Mereka pacaran, ya?" celetuk seorang laki-laki yang tidak Shania ketahui namanya. "Lo kan sohib mereka."

"Gak tau juga, mereka ada rasa gitu tapi gak berani ngomong duluan. Takut kalau-kalau ada hal yang mereka rusak kalo saling ngomong satu sama lain," jelas Shania.

"Gimana tadi? Dapet cewek gak? Adik tingkat kek?" ucap Melati tidak tanggung-tanggung.

"Heh, sembarangan." Fandi melirik kanan-kiri takut jika ada yang mendengar. Melati terkekeh karena dirinya memang sengaja tadi.

"Ada kan tuh satu yang cantik haha."

"Iya, tapi masih kalah cantik sama lo, Mel." Spontan Melati mencubit lengan Fandi dan membuat laki-laki itu mengerang kesakitan.

"Gombal banget," ucap Melati berusaha menarik lampu-lampu gantung dengan menaiki kursi.

Sial, tinggi tubuhnya masih tidak bisa menjangkaunya meskipun Melati telah berjinjit keras sedemikian rupa. Awalnya baik-baik saja, namun tiba-tiba Melati dikejutkan dengan Fandi yang ada di belakangnya ikut berjinjit meraih lampu-lampu gantung itu. Tubuh tinggi Fandi dapat Melati rasakan, terasa hangat. Wangi tubuhnya pun masih tercium harum meskipun seharian laki-laki itu berlari kesana-kemari.

"Nih, ngomong dong kalo butuh bantuan." Fandi menyerahkan lampu itu pada Melati yang hanya bisa terdiam dan menundukkan wajah menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Udahan nih yang pacaran? Pulang gak?" ucap Shania enerjik. Melati dan Fandi saling berpandangan heran. Gadis itu bukannya tadi lemas dan berlagak seperti zombie karena ngantuk?

Jatuh Hati, Abdi Negara (Buku 1-3)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant