Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.
Rabu, 13 Juli 2017.
--
Dari lantai dua sekolah, Yaxuan melihat pemandangan yang sangat kacau di belakang gedung kelasnya.
Semula, ia hanya ingin mendapatkan udara segar dari rimbunnya tumbuhan dan pohon rindang yang ada di sana. Meskipun bukan yang pertama kali, tapi dadanya slalu tersentak saat tak sengaja melihat kekerasan.
"Dia lagi," ucap Yaxuan setelah mengetahui adik kelasnya sedang di-bully oleh siswa angkatan ke dua.
Namanya Liu Yaowen, karena terlalu sering menjadi bahan perbincangan di sekolah, Yaxuan jadi mudah menghapalnya.
Namun seperti biasanya, Yaxuan hanya akan bergerak sampai di hadapan guru bimbingan konseling untuk melaporkan kejadian yang menimpa Yaowen.
Dengan begitu ia berharap semoga pelaku pembullyan itu jera, dan korban bisa bernapas lega. Ya, semoga ....
"Maksud lo itu apa, hah?"
Tubuh Yaxuan didorong ke dinding dengan kasar, kerah bajunya diremat kuat, membuat lehernya sedikit tercekik.
Ia meringis karena rasa nyeri di bagian punggung.
"Maksud lo apa ngelaporin kami ke guru BP?!" Wang Chunying mengulang pertanyaan dengan intonasi lebih tinggi.
Di belakang siswa yang sedang mengamuk itu ada dua lagi temannya, berdiri di ambang pintu kelas untuk berjaga-jaga agar tidak ada yang mengganggu.
"Gue mau lo berhenti nindas adik kelas sekolah kita!" balas Yaxuan tak kalah garang. Kesabarannya mengikis dan diam saja bukanlah satu-satunya sikap yang akan ia pilih.
Seruan itu bukan dari dua temannya yang sedang berjaga. Segera saja Chunying menoleh ke arah suara.
"Sedikit aja lo ngelukain anak itu, khusus buat lo bukan cuma tangan dan kaki yang gue bikin patah, tapi leher lo juga!" peringatnya sambil kedua tangan mencengkeram kuat leher komplotan Chunying.
