five

264 52 2
                                    

Zayn.

Dan memang itu Zayn. Saat Vanes sadar akan hal itu mood-nya bertambah buruk.

Dia pergi meninggalkan tempat foodcourt tersebut dengan terburu-buru tanpa mempedulikan fettucini-nya.

Suara yang ditimbulkan oleh kursi Vanes membuat Zayn menyadari keberadaannya.

Namun, ketika Zayn ingin memberitahu bahwa yang dilihat Vanes adalah salah paham, tangan Zayn ditahan oleh gadis didepannya.

Marsha, sahabat Zayn.

Zayn ingin memberi kejutan kepada Vanes dan mengajaknya balikan,ia merencanakan bersama Marsha karena ia tidak mengerti selera perempuan. Namun sepertinya Vanes salah paham (lagi).

"Biarkan dia sendiri dahulu, Zayn" tahan Marsha.

"Tapi dia salah paham lagi, pasti dia semakin marah padaku" ucap Zayn.

"Dia memang salah paham. Justru jika kau mengejarnya dia tak akan mau mendengarkan perkataanmu. Dia perlu sendiri"

"Tap--"

"Kau ingin rencana ini berhasil kan? Tolong percayalah kata-kataku, Zayn"

Zayn mengangguk lesu, "Terserah kau Mars"

***

Vanes merasa bulir-bulir basah mulai menggenang di matanya dan segera ingin keluar sampai akhirnya bendungan itu tak tertahankan. Vanes tidak munafik bahwa pada dasarnya dia masih sayang Zayn, namun bibirnya bisa berdusta tapi tidak dengan hatinya.

Hatinya mencoba untuk menolak kenyataan jika ia tidak bisa berpaling dari Zayn dengan bersegera mencari penggantinya. Harry dan lelaki bermata biru muda itu hanyalah pelampiasannya.

Sebuah sapu tangan tersodor di depan matanya.

Vanes melihat kekiri tempat duduknya.

"Tadi kulihat kau berlari setelah melihat lelaki yang sepertinya kau suka menunjukkan cincin kepada orang lain, dan sudah kutebak kau pasti akan menangis. Dia orang yang sama waktu itu kan?", ucap pria itu santai.

Vanes menatapnya, dan ujung bibirnya tertarik keatas.

Terimakasih Tuhan, Kau telah mempertemukanku dengannya kembali. Kuharap ini bukan hanya mimpi.

"Mengapa kau melamun?"

Vanes menggeleng cepat mencoba mengubur rasa ketidakpercayaannya bisa bertemu dengan pria di hadapannya lagi.

"Sepertinya kau selalu sendiri ya", kata lelaki itu menebak-nebak.

"Oh iya! Niall," Lelaki yang ternyata bernama Niall ini menyodorkan tangannya.

I got it, Niall. A boy who have an irresistable eyes. Batin Vanes tersenyum lebar dalam hati.

"Vanes", senyum Vanes mengembang seraya menerima jabatan tangan Niall.

Lalu tiba-tiba sapu tangan Niall mendarat di mata Vanes, dia menghapus air mata Vanes yang tersisa.

"Oh ya. Apakah kau mau berbagi cerita tentang lelaki tadi?"

Vanes menatap Niall sambil berfikir.

"Maafkan aku kemarin langsung memukulnya tanpa tahu apa masalah kalian, kukira dia akan berbuat jahat padamu"

"Dia mantanku. Well, dia jahat"

Niall mengangguk-anggukkan kepalanya dan melihat ke arah Vanes kembali, menunggu kelanjutan ceritanya.

Irresistible [ discontinued ]Where stories live. Discover now