two

424 70 9
                                    

***

Vanes mengerjapkan matanya berkali-kali dan mengumpulkan kesadarannya.

"Kau sudah sadar rupanya. Aku sungguh khawatir dengan keadaanmu, kau tak sadarkan diri sejak kemarin, ternyata kau bukan pingsan tapi tertidur, huh? Dan apa yang kau lakukan hingga membuat kedua pria berkelahi? apa mereka berdua memperebutkanmu? atau--" ucapan Liam terhenti.

Vanes masih mengingat-ingat kejadian kemarin yang samar-samar di benaknya, sementara Liam bertanya pertanyaan yang menurutnya tidak masuk akal.

"Kau ini bicara apa,Li? Asal kau tahu saja, aku bahkan tidak mengenal salah satu diantara mereka", bantah Vanes sambil pikirannya menerawang dan membayangkan wajah lelaki bermata biru kemarin.

Liam sedikit berpikir sambil menatap adiknya itu.

"Biar kutebak, Zayn ingin kau kembali bersamanya, lalu pria bermata biru muda kemarin itu mencoba menolongmu karena kau menolaknya sambil berteriak-teriak seakan-akan Zayn akan berbuat jahat padamu?"

Tuh kan, Liam saja menyebut ciri-ciri pria kemarin dari matanya. pikir Vanes.

"Ya, benar, Zayn memang mengajakku untuk kembali bersamanya, namun aku tak seberlebihan itu menolaknya hingga berteriak-teriak. Hanya saja Zayn menarik lenganku untuk menunjukkan sesuatu bukti bahwa dia tidak selingkuh,lalu--" Vanes memberikan jeda sedikit pada pernyataannya, "lelaki bermata biru itu meninju perut Zayn"

"Lalu?"

"Mereka berkelahi dan aku pingsan, setelah itu aku tidak tahu kelanjutannya", Vanes mengingat saat dia ingin pingsan karena dia terlanjur panik melihat Zayn dan lelaki yang menyelamatkannya itu berkelahi. Sudah menjadi kebiasaannya sekaligus kelemahan Vanes jika panik pasti dia pingsan. Mungkin karena pengaruh penyakit jantung yang dideritanya juga.

"Setelah itu aku datang dan melihat keadaanmu yang pingsan, mungkin lebih tepatnya tertidur dan menghentikan mereka berdua, setelah itu Zayn pergi, dan pria bermata biru muda itu membantuku mengangkat tubuhmu yang berat itu ke rumah."

"Lelaki bermata indah--maksudku bermata biru muda itu mengangkatku?Apakah kau tahu siapa namanya Li?"

"Ya. Tidak"

"Apakah kau mengucapkan terimakasih?"

"Ya"

"Mengapa kau bisa tidak mengetahui namanya?"

"Karena aku tidak menanyakannya karena kurasa itu tidak penting. Aku hanya mengucapkan terimakasih dan dia pulang, lalu urusan kami selesai."

Liam mengambil bubur yang diletakkan di meja pojok ruangan dan memberikannya pada Vanes.

Vanes melahap santapan paginya sebelum meminum obat memuakkan itu lagi. Meskipun ia merasa napsu makannya sedikit berkurang karena rasa kekecewaan entah karena apa.

"Kau suka kepada lelaki bermata biru itu ya?", pertanyaan itu terlontar dari mulut Liam yg membuat Vanes tersedak.

"Bagaimana mungkin suka kepada orang yang tak aku kenal, bahkan mengetahui namanya saja tidak, berbicara dengannya juga tidak pernah. Pertanyaanmu sungguh tidak masuk akal Li"

"Kau kecewa karena tidak bisa mengobrol dengannya atau sekedar mengetahui namanya kan? Aku yakin setidaknya kau suka pada pandangan pertama, mungkin lebih tepatnya tertarik dengan pria itu. Betul kan?"

Sok tahu batin Vanes.

"Kau juga takut tidak bisa bertemu dengannya lagi kan?"

Pertanyaan itu sontak membuat jantung Vanes sedikit terpacu, dadanya sesak, pertanyaan yang lebih mirip dengan pernyataan itu membuat Vanes merasa tidak rela jika ia tidak bisa bertemu lagi dengan lelaki itu. Ya, lelaki itu penyebab sedikit kekecewaannya, dia kecewa karena tidak bisa berkenalan dengannya atau mungkin sekedar memberi ucapan terimakasih karena menyelamatkan dirinya dari Zayn. Vanes mengakuinya,ada sesuatu yang berbeda dari lelaki bermata indah itu.

Ya Tuhan, aku harap aku bisa bertemu dengannya setidaknya satu kali lagi.

***

"Bangunlah Van, Louis sudah menunggumu dibawah", Liam menggoyang-goyangkan tubuh adik kesayangannya.

Sudah 15 menit Liam membujuknya untuk bangun, namun Vanes tak kunjung ingin pergi dari mimpi indahnya. Mimpinya yang berisi lelaki bermata biru yang menolongnya kemarin, dia memasuki mimpi Vanes dan membuat mimpi Vanes menjadi indah. Mungkin karena Vanes tak berhenti memikirkannya dan bingung dengan perasaannya sejak semalam.

"Vanessa Payne, aku sudah mengetahui nama pria bermata biru itu," Liam membuat Vanes terbangun. Ya! Triknya berhasil.

"Siapa namanya Li?", ucap Vanes yang lebih terlihat seperti mengigau, dia mengusap matanya sambil mengumpulkan kesadaran.

"Ada yang aneh dalam dirimu semenjak bertemu pria itu. Kau--benar-benar--" "suka padanya?" tanya Liam kurang meyakinkan,karena dia tak sungguh-sungguh dengan perkataannya kemarin, dia hanya meledek adiknya itu yang ternyata benar-benar suka pada lelaki itu.

"Apa?"

"Lupakan, lihat jam-mu sekarang!" , ucap Liam lelah dengan Vanes sepertinya.

Vanes segera bergegas berapih-rapih untuk sekolah di hari pertama di bulan Agustus. Lalu terlintas kata-kata dari sekelebat mimpinya.

"Horan" ucapnya kencang.

Dia mengingat sekali di mimpinya itu lelaki bermata biru menyebutkan kata-kata 'horan' , entah apa itu artinya.Tapi kemudian Vanes tersenyum, dia malu membayangkan memimpikan seseorang yang tidak ia kenal namun selalu ada di bayang-bayang benaknya sejak kemarin, dan bahkan memikirkan arti kata 'horan' dimimpinya. Toh mungkin hanya bunga tidur. Bahkan tak ada sangkut pautnya dengan nama lelaki itu. Lelaki yang tidak diketahui namanya yang memiliki mata biru indah, wajah baby face nya, dan bibir tipisnya yang sangat....

"Vanes! Cepat turun! Kau tak ingat pelajaran pertamamu adalah Kimia? Kasihan Louis menunggumu dari tadi", Liam berteriak dari bawah membuyarkan lamunan Vanes yang mulai tidak beres.

Otakku sudah terkontaminasi sepertinya. Aku bisa gila jika begini terus.

Vanes bergegas turun kebawah dengan perasaan bingung.

***

Irresistible [ discontinued ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant