CHAPTER 10. THE DEATH

590 73 23
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Dedaunan masih berembun saat Alrico menjemput untuk mengantarku ke toko roti. Ini pertama kalinya aku masuk lagi setelah Maxim memberiku izin libur selama beberapa hari. Kudengar dari lelaki itu, Laura telah mulai masuk kembali. Jadi, itu alasan kebijakan dia memberiku cuti.

Aku sengaja hanya mengambil tiga hari libur. Rasanya tak nyaman terlalu sering di rumah. Joana kerap menggodaku sejak Alrico rajin bertandang setiap hari.

Tak banyak yang kami lakukan, selain hanya berjalan-jalan santai di sekitar desa, lalu bercengkerama di pinggir danau. Kami berusaha saling mengenal lebih jauh satu sama lain. Aku pun tak merasa cemas saat mendengar suara lolongan di tengah malam.

Alrico telah menjelaskan padaku bahwa itu kebiasaan mereka untuk menandai wilayah, menghalau serigala yang tidak termasuk dalam kawanan, serta saat melakukan perburuan hewan liar sebagai makanan utama mereka.

Aku tersenyum saat teringat alasan lain Alrico. Ia bilang khusus buat dia, itu lolongan cinta untukku.

Alunan lagu Yo Te Amo milik Chayanne kembali terdengar. Bibirku kembali mengukir senyuman, menghayati setiap liriknya.

"Kau terlihat sangat senang hari ini," ujar Alrico.

"Tidak boleh?" jawabku pura-pura cemberut.

Dia tertawa. "Sangat boleh. Calon luna Alpha Alrico tentu harus selalu senang."

Giliranku kini yang tertawa sebelum memasang wajah serius. "Apakah kau akan mengajakku bertemu keluargamu sebelum kita menikah?"

"Ya, tentu. Aku akan membawa dan mengenalkanmu lebih dulu pada orang tua dan semua kumpulan serigala di Diamond Heart Pack, wilayah kediamanku. Kau pasti akan menyukai mereka. Kami terkenal sebagai serigala-serigala termanis dan paling ramah," ujarnya bangga.

"Apakah kalung di dadamu itu memiliki arti khusus?" tanyaku penuh rasa ingin tahu.

Dia terdiam sejenak. "Hadiah dari adikku dulu ... sebelum ia meninggal."

Aku tersentak. "Maafkan aku .... Apa yang terjadi padanya?"

"Dia terbunuh oleh rogue. Usianya masih kecil saat itu. Ia sangat menyukai pantai, sama sepertiku," ujarnya.

Aku menyentuh bahunya pelan. "Maaf ...."

Ia tersenyum, menatapku sekilas sebelum kembali fokus ke jalanan. Tak seperti biasa, hanya ada beberapa kendaraan tampak menyalip.

Deretan toko kecil mulai terlihat, menandakan kami sudah hampir sampai. Alrico menghentikan mobil tak lama kemudian. Ia segera melepaskan sabuk pengamannya.

Saat aku mencoba melakukan hal sama, ia mencondongkan diri ke arahku. Seketika aku menghentikan gerakan.

Embusan napasnya menyentuh kulit saat ia membantu melepaskan sabuk pengamanku. Dia menatapku intens sebelum bergerak pelan menyentuh bibirku lembut.

Tak cukup lama, ia segera menarik diri, tapi aku malah maju dan memperdalam hingga menjadi lumatan. Alrico menyambutku tanpa penolakan.

Lelaki itu tersenyum saat akhirnya aku melepaskannya. "Dulu aku yang menyerangmu, sekarang akulah yang harus mencemaskan keselamatanku."

Aku tersipu sambil memukul pelan bahunya. "Bukakan pintu."

"Siap, laksanakan!" sahut Alrico riang.

Aku pun tertawa geli melihatnya.

***

"Akhirnya kau datang. Bagaimana liburanmu?"

ALRICO - Lucis Series 1 (Completed)Where stories live. Discover now