Bab 19

410 33 7
                                    

Setuju tidak jika aku mengatakan bahwa kebahagiaan anak di atas segalanya? Apalagi anak semata wayang. Apapun keinginan anak, sebisa mungkin dipenuhi selama itu masih dalam ranah kebaikan.

Aku bisa melihat itu dari mata seorang ibu, Mba Dea, Mama dari anak kecil yang saat ini sedang duduk di pangkuan Mas Danu. Aku sambil membayangkan jika aku berada di posisinya, melihat anakku sendiri yang sedang meminta sesuatu, pasti sebisa mungkin bakal aku kabulkan. Tapi, ditengah kegelisahan yang kurasakan saat ini tentang masa lalu Mas Danu dan Mba Dea, wajarkah jika aku mulai menghubungkan antara mereka bertiga? Oh, tidak-tidak. Aku belum siap untuk memikirkan omong kosong seperti itu. Tidak mungkin ada hal besar yang disembunyikan oleh Mas Danu.

"Ara, kita turun sebentar di mini market." ini perintah. Aku hanya melihatnya sebentar lalu mengangguk sekali.

Beberapa item yang dibeli adalah bahan makanan cepat saji dan ice cream. Aku ikut membeli beberapa makanan ringan dan biskuit susu. Sedangkan Alfa semangat membeli beberapa coklat kesukaannya.

***

"Loh, gak jadi kerja?" Aku sibuk memperhatikan Mas Danu yang daritadi berada di dapur sedang menggoreng kentang, popcorn, dan roti bakar.

Oke, ini bukan Mas Danu yang biasanya. Sejak kapan dia bisa melakukan pekerjaan di dapur kayak gini. Tatapanku menilai semua pekerjaannya selama berada di dapur. Entah berapa lama aku termenung melihatnya seperti itu tanpa membuka mulut untuk sekedar menjawab pertanyaanku.

Rapi dan bersih. Semua perlengkapan yang dipakainya langsung dicuci dan tersusun rapi di sana. Aku mulai membandingkannya dengan diriku.
Aku tidak sesempurna dan sedetail itu soal bersih-bersih. Dia meletakkan barang sesuai dengan ukuran, bahkan memperbaiki beberapa letak tempat bumbu dapur. Menurutku itu berlebihan.

"Ehm! Kenapa lihat kayak gitu? Nggak percaya lihat Mas bisa masak ini semua?" Spontan aku menggeleng keras. Kalau makanan serba instan apanya yang sulit? Pasti bisa lah.

"Terus, kenapa?" kali ini Mas Danu menghampiriku dengan sepotong kentang goreng ditangannya. Lagi-lagi aku otomatis membuka mulut menerima suapannya.

Mas Danu berjalan melewatiku menuju ruang keluarga setelah memberikan kecupan singkat di pipiku. Aku mengikuti arah tubuh Mas Danu yang berjalan meninggalkanku dibelakangnya. Aku baru paham, mereka sedang menonton film superhero di sana. Ck, melihat kedekatan mereka seperti bapak dan anak sih. Kompak banget!

"Marwaaaa, kangen!" Thalia yang saat ini sedang mengunjungiku datang langsung memeluk erat.

"Ih, apa sih! Lebay! Kayak bertahun-tahun nggak ketemu aja." Kami tertawa bersama.

Kami memang punya janji untuk bertemu tapi bukan sekarang. Dia datang pada saat Mas Danu masih di rumah dan sibuk dengan Alfa. Ck, nggak tepat nih! Tapi mana bisa aku sia-siakan kesempatan ini. Lebih cepat lebih baik, kan, daripada menahan kegelisahan lebih lama. Benar-benar menggangguku.

Lia tidak datang sendirian, dia bersama Mas Adit, suaminya. Mereka sedang makan di dekat sini dan tadi menghubungiku untuk memastikan kami berada di rumah.

Setelah memastikan semua aman, aku langsung mengajak Lia ke taman belakang rumah.

"Apa, sih?" tanyanya. Aku sedikit menarik tangannya.

"Lia, please, jawab pertanyaan bodohku ini." kataku menangkup kedua tangan di dada.

Lia heran menatapku seperti ini, "Maksudnya? Kamu kenapa, sih, sampai kayak gitu?"

Sejenak aku ragu, tapi sudah terlanjur kayak gini, kalau aku mengalihkan pertanyaanku malah lebih aneh. Aku sudah kehilangan ide buat mengalihkan sikap aneh ini di depannya.

BERI AKU CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang