"Enggak. Ai masih UAS." jawab gue. Mama mengangguk singkat kemudian berlalu dari hadapan gue. Gue pun mempercepat diri menyiapkan sarapan Felix. Begitu usai, gue membawanya kembali ke kamar.

Di saat gue tiba di kamar, Felix sudah selesai mandi. Ia sedang mengenakan pakaiannya yang gue letakkan di atas kasur sedari tadi. Gue meletakkan makanannya di meja, sebelum menghampirinya.

"Sini aku keringkan rambutnya," ucap gue seraya mengulurkan tangan. Hendaknya meminta handuk ke Felix.

"Semua udah siap kan, Ma?" tanya Felix di sela-sela gue mengusap rambutnya dengan handuk.

"Sudah, kok,"

"Maaf ya, bikin repot."

"Gak apa. Tugasku." jawab gue singkat. Felix hanya mengangguk kemudian melingkarkan tangannya di perut gue. Tak hanya itu, ia juga mengusap pinggang gue.

Mengeringkan rambut Felix akhirnya usai. Gue lantas mengambil sisir, pelembab, bedak dan lipbalm di meja rias. Felix suka touch up juga. Katanya dia meski dianya laki-laki, dia gak mau sampai wajahnya kering, kusam dan lain sebagainya. Dia mau tetap ganteng meski pekerjaannya padat. Makanya sering pakai pelembab dan bedak. Bedak yang dia pakai bedak tabur. Katanya sih lebih ringan teksturnya ketimbang bedak padat. Ya sudah, terserah dia. Kan dia yang pakai.

"Aku udah siapkan bekal untuk kamu makan pagi. Kalau makan di sini, takutnya gak cukup waktunya," kata gue setelah Felix selesai. Dia sudah tampan dengan kemeja batik, celana hitam dan wajah yang dipoles make up ringan.

"Makasih, Ai."

Gue mengangguk singkat. Gue lantas beralih ke ponsel gue yang baru saja berbunyi. Ada pesan masuk dari Jisung di grup chat kelas. Katanya UAS diundur lima belas menit. Jadi UAS hari ini dimulai jam 10 pagi. Gue lega seketika.

"Ma, papa mau berangkat." suara berat milik Felix terdengar lagi di ruangan ini. Gue mengembalikan ponsel di atas meja dan bergegas menghampirinya.

"Jangan lupa makan ya, sesibuk apapun kamu," kata gue. Felix mengangguk.

"Kamu gak apa kan saya tinggal?"

"Ya..." gue menggamang sejenak. Rasanya seperti berat ditinggal Felix. "Gak apa. Kan kamu kerja. Jadi aku gak masalah." sambung gue. Gak tau aja kalau perasaan gue mulai gak menentu lagi.

"Sini majuan," Felix mendorong gue lebih maju ke depannya hingga perut gue dapat menyentuh dirinya. Tak hanya itu, Felix juga memeluk gue.

Dia gak jijik apa ya sama gue yang belum mandi? Gue kan berkeringat parah semalem, ketambah tadi pagi karena sibuk prepare barangnya.

"Lix, aku bau," celetuk gue. Mengingatkan dia bahwa gue beneran bau.

"Harum kok."

Harum darimana anjir?

"Gak usah bohong mending." cibir gue.

Seketika Felix tertawa. Suaranya langsung tanpa permisi menusuk gendang telinga gue. Suaranya bak gendang yang ditabuh tepat di telinga gue. Bikin pengang, iya. Bikin perut geli, iya.

"Iya, kamu bau. Tapi saya gak masalah. Saya pengen meluk kamu sebelum saya berangkat."

Pelukan itu tiba-tiba rasanya seperti dingin. Entah gue yang hanya merasa demikian, tapi gue merasa pelukan di antara kita itu terasa dingin. Gue jadi takut Felix kenapa-napa baik saat perjalanan maupun saat di Bandung nanti.

Selang beberapa menit, lelaki berstatus suami gue itu mengusaikan pelukannya. Ia menatap gue lekat. Sial, tampan sekali.

 Sial, tampan sekali

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[1/2] Nebula ✖ Lee Felix (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now