Kenyataan pahit memang. Tapi ingatlah selalu bahwa saat kita meletakkan cinta itu pada tempatnya berarti kita telah membangun sebuah harapan baru. Sebuah harapan untuk kita dan untuk orang lain di sekitar. Kita akan merasakan bahwa cinta itu ada untuk saling menjaga. Cinta ada karena dia tidak pernah menyakiti.

Atas semua yang terlewati pasti akan membuat tersenyum. Senyuman itu bahkan semakin indah bila di bumbui dengan penerimaan yang tulus.

"Kakak Dokter, masih bolehkah aku menginap di sini lebih lama lagi? Atau kalau perlu aku ngekos di rumah sakit ini. Biar tiap hari langsung mendapatkan vitamin dengan memandang kecantikanmu." recehan ala brondong diterimakan Devi saat dia memberikan rekomendasi kepulangan kepada Ridwan Mattulesi.

"Dasar bocah, belajar yang rajin dengan sekolah yang benar. Jangan malah tawuran, kasihan orang tuamu. Mereka berusaha bekerja membanting tulang ternyata malah mendapati anaknya seperti ini. Bagaimana bisa memajukan bangsa kalau menjadi anak saja tidak bisa membahagiakan orang tua." petuah Devi saat dia memainkan perannya sebagai kakak untuk pasien kecilnya.

"Siyaap, apapun itu kalau kakak yang minta pasti akan aku kabulkan. Tapi Kak, rasanya tidak mungkin kan dokter cantik macam Kakak ini tinggalnya di ruang pemulasaran jenazah?" ucap Ridwan yang membuat Devi seketika tergelak dalam tawa. Jadi bocah tersebut benar-benar menelpon ke nomer yang dia berikan 3 hari yang lalu.

"Kakak membohongiku kan?"

"Lagian, tidak etis pasien sepertimu meminta nomer HP wanita bersuami sepertiku." jawab Devi.

"Jadi Kakak sudah menikah? Ah, potek deh hati Abang." kata Ridwan sambil merubah wajahnya menjadi sendu yang membuat Devi semakin terpingkal dalam tawa.

"Kamu sudah sehat dan diperbolehkan pulang hari ini. Bukankah itu kabar yang menggembirakan?" tanya Devi namun langsung disambut gelengan kepala dari Ridwan.

Bagi Ridwan tidak ada yang menggembirakan dengan hidupnya. Dia tumbuh sesuai dengan arah angin berhembus. Orang tua yang terlalu sibuk dengan kegiatan dunianya membuat anak itu menemukan sisi gelap kehidupannya dengan membuat bahagia dirinya sesuai dengan inginnya hati melangkah kemana.

Menjadi anak orang kaya namun tanpa belaian kasih sayang dari keluarga. Itulah sedikit penggambaran yang bisa diberikan untuk Ridwan.

"Ridwan, sepertinya selama kamu dirawat di sini. Aku belum pernah melihat orang tuamu atau setidaknya wali pasien yang mendampingimu." mendengar pertanyaan Devi itulah yang membuat muka Ridwan berpaling. Seolah ingin menyembunyikan kekecewaan dari dalam hatinya.

"Papah memiliki beberapa tongkang di Kalimantan untuk mengangkut batubara yang akan di ekspor ataupun baru selesai ditambang. Sebagai investor besar untuk pengeboran minyak di sana juga hingga membuatnya jarang pulang ke Jawa." jawab Ridwan yang masih enggan untuk memandang Devi.

Mengerti bahwa ada luka yang tertoreh di hati Ridwan. Devi tidak lagi bertanya kepada pasiennya. Akhirnya Devipun mengerti mengapa remaja itu merecehinya. Mungkin hanya sekedar untuk mengalihkan rasa sakit di dalam hatinya. Devi cukup menggelengkan kepalanya. Setelah menandatangani rekam medis untuk mengizinkan pasiennya meninggalkan rumah sakit Devi segera berlalu dari kamar rawat Ridwan.

Namun baru saja kakinya melangkah hendak keluar ruangan suara bass Ridwan menghentikan langkahnya.

"Mamah dengan dunia sosialitanya yang dianggapnya lebih penting bahkan hanya sekedar bertanya, apakah kamu sudah mengerjakan PR? Jika mereka memiliki dunia yang lebih penting daripada anaknya, untuk apa aku berjuang membuat bangga mereka atas keberadaanku sedangkan mereka sendiri tidak pernah menganggapku ada."

LELAKI TERHEBAT [Completed]Where stories live. Discover now