BAB 22

65 12 8
                                    

Badan Dhira bagai dipukul oleh berjuta-juta rotan. Sakit sekali. Beberapa hari ini, Dhira bekerja tiada henti. Sering pulang larut malam, tidur dengan waktu singkat. Awalnya memang berat, tapi lama-kelamaan Dhira mulai membiasakan diri.

Kali ini, Dhira memilih berada di taman untuk beristirahat. Tidak ke kantin seperti murid kebanyakan. Dia masih dalam mode hemat dengan cara membawa bekal dari rumah. Dhira mendudukkan diri ke kursi panjang taman itu. Taman ketika dia memberi jawaban untuk Rangga waktu itu. Dhira masih merasa tidak enak terkait jawabannya, tapi mencoba untuk biasa saja.

Di sebelahnya, terdapat satu botol air mineral dan bekal makan berisi nasi dan telur dadar di pangkuannya. Dia memilih taman itu karena sepi dan tentu Dhira bisa makan dengan tenang di sana. Suapan demi suapan dia masukkan ke mulut dengan nikmat. Hingga tidak terasa, tempat bekal makan kosong tak bersisa. Botol air di sebelahnya dia teguk setengah dan diakhiri dengan helaan napas.

Perut sudah kenyang, Dhira mengambil buku pelajaran yang sedari tadi dia abaikan. Dia tidak ingin membuang waktu. Sebisa mungkin, jika ada waktu luang walau sedikit dia akan memanfaatkannya untuk belajar. Dengan perut kenyang, Dhira bisa fokus untuk belajar.

Pandangannya tak teralihkan dari buku di hadapannya. Seolah hanya ada buku itu di sekitarnya. Bahkan, dia tidak sadar bahwa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Hingga ketika dia hendak mengambil botol air yang ada di sebelahnya, tiba-tiba ada yang mencengkeram tangannya.

"Aaahhhh."

Dhira terlonjak kaget. Dia berdiri dengan cepat dan buku yang ada di pangkuannya berjatuhan ke tanah berpaving itu.

"Apa itu! Kok geli? Jangan-jangan saya kena gigit sesuatu!" ucap Dhira panik sambil melompat lompat.

"Hihihihihihi."

Terdengar suara kikikan yang membuat Dhira berhenti dengan kegiatannya saat ini.

"Kamu!" tunjuk Dhira pada seseorang yang ada di depannya saat ini.

"Selain ngeselin, lo lucu juga ya," ucap sosok yang ada di depannya itu.

"Sejak kapan kamu disini?" Dhira heran karena dia merasa tidak ada seorang pun di sekitarnya.

"Udah daritadi. Lo-nya aja yang gak nyadar," ujar seseorang itu disertai kekehan.

Tentu saja! Seseorang tersebut adalah Bayu Pratama. Siapa lagi, yang suka jahilin gadis bernama Indhira Ayu selain dirinya? Terkecuali Mela, yang suka merundung Dhira.

"Kamu ngagetin saya tau nggak! Kalo saya kena serangan jantung gimana? Mau tanggung jawab?"

Dhira memungut kembali bukunya yang jatuh tadi satu persatu.

Sepertinya cewek ngeselin udah balik lagi kayak biasanya. Bagus deh, gue suka kan. Eh suka? Apaan sih Bay, ngaco lu!

"Lo-nya aja yang lebay. Gue kan cuma megang tangan lo. Gitu aja panik kayak diapain aja."

"Saya kira tangan saya dirambati hewan kaki seribu. Makanya saya panik tadi," ucap Dhira serius.

"Jadi, lo nganggep tangan kekar gue ini hewan kaki seribu? Wahh, kok gue merasa dihina ya?" 

"Tidak, saya tidak bermaksud gitu juga. Tapi, kalo dipikir-pikir mirip juga sih."

Tidak terima, Bayu berdiri dari duduknya, mensejajarkan badannya dengan Dhira dan menatapnya tajam. Mimik wajah Bayu berubah menjadi serius, mampu membuat Dhira sedikit tegang.

Dhira mencoba mundur perlahan. Bayu pun semakin mendekat.

"Tunggu! Kamu mau ngapain? Jangan macam-macam ya! Ini sekolahan."

Dhira berteriak pada Bayu karena merasa aneh dengan gelagat Bayu. Ada apa dengannya tiba-tiba bersikap seperti ini padanya?

"Emangnya menurut lo gue mau ngapain? Haha." Bayu terkekeh melihat ekspresi Dhira yang ketakutan.

Baru kali ini, dia melihat Dhira seperti itu. Di mata Bayu, image serius dan ngeselin melekat di dirinya.

Cantik juga ini cewek.

Batinnya berbicara tanpa izin dari pikirannya yang membantah apa kata batinnya.

Bayu pun kembali duduk dengan santai.

"Sini! Duduk," ucap Bayu sambil menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.

"Mau apa kamu?"

Dhira masih diselimuti ketakutan terkait sikap Bayu yang aneh tadi.

"Udah, sini. Gue mau ngomong sesuatu yang serius sama lo!"

Tujuan Bayu menghampiri bukan semata-mata ingin menjahilinya seperti biasa. Ada tujuan lain dibaliknya. Terlihat dari raut wajah tampannya yang serius.

Pelan namun pasti, Dhira menyeret kakinya menuju sebelah Bayu. Menjatuhkan bokong-nya pelan.

"Maafin gue ya."

Dhira terkejut. Matanya membelalak seketika. Apa telinganya masih berfungsi dengan baik? Atau dia salah dengar?

"Oyy! Lo denger gue gak sih?"

Suara Bayu membuyarkan lamunan Dhira yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja Bayu katakan. Bayu meminta maaf? Benarkah? Seolah ini bukan Bayu. Apakah dia adalah Bayu dengan jiwa berbeda? Entahlah, Dhira bingung.

"Eh, iya. Kamu tadi bilang apa?" tanya Dhira mencoba memastikan apakah pendengarannya masih berfungsi dengan baik.

"Maafin gue. Masa gak denger sih tadi!"

Ternyata pendengaran Dhira masih normal. Bayu benar-benar meminta maaf padanya. Dhira masih berusaha percaya walau di sisi lain belum sepenuhnya percaya.

"Maaf? Untuk apa?"

"Kemarin. Lo nangis gara-gara gue kan?"
Mengenai Bayu suka memukul dan membully murid lain, pantang baginya untuk membuat seorang gadis menangis gara-gara dirinya.

Ketika kecil, ayahnya pernah berkata,

"Bayu, jangan pernah membuat perempuan menangis. Jika kamu melakukannya, sama saja kamu menyakiti mama kamu."

Walaupun Bayu suka membantah pada ayah dan ibunya. Sebenarnya dia sangat menyayangi mereka. Hanya saja, tidak dia tunjukkan secara langsung.

"Eeeeh, enggak kok. Bukan karena kamu," ucap Dhira mantap.

"Terus?"

"Ya adalah pokoknya. Pastinya itu gak ada kaitannya dengan kamu," ucap Dhira lalu meneguk air dalam botol di sebelahnya.

"Alah! Jangan boong lo! Pokoknya gue minta maaf. Jangan tolak permintaan maaf gue. Jarang-jarang loh gue minta maaf ke orang," ujar Bayu berapi-api.

"Tapi benar! Saya gak bohong."

Dhira masih mencoba menjelaskan bahwa apa yang dia katakan benar adanya. Dia menangis saat itu karena masalah yang dia redam dalam batin meronta ingin keluar. Jadilah air mata tersebut yang setidaknya dapat membuat Dhira sedikit tenang.

"Serah lo lah mau ngomong apa. Intinya gue minta maaf dan gue anggap lo maafin gue. Ya udah, gue cabut dulu. Bye!"

Bayu berlalu pergi tanpa memberikan kesempatan untuk Dhira bicara lagi.

Dasar cowok aneh. Aku kan belum bilang menerima permintaan maafnya. Eh, seenaknya bikin keputusan sendiri seperti itu. Tapi, yaudah lah. Toh, bukan dia yang bikin aku nangis.

Hatinya bersuara seraya tangan kanan meraba tempo detak jantungnya yang berpacu cepat.

Tiba-tiba jantungnya berdetak cepat ketika Bayu mendekatinya tadi. Apa itu tandanya dia suka pada Bayu?

Tidak mungkin!

Saat ini, yang harus dia pikirkan adalah mencari uang yang banyak dan berusaha akan beasiswa-nya.


Misapprehend #ODOC [END]Where stories live. Discover now